About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Tuesday, November 29, 2016

Maaf

Hari ini hampir mati.

Kecelakaan di jalur Pingit - Banyubiru, terpeleset oli yang tumpah dari kendaraan lain.
alhamdulillah well prepared... helm, jaket, dll jadi cuma lecet-lecet di kaki.

Sempat gemeteran hingga harus rehat.
mbak-mbak bercadar yang punya rumah deket TKP langsung bawa engkrak sampah. Nyorokin tanah buat nutup oli.

Ditolongin bapak-bapak yang pas di belakang, pada shock...
motor juga gak papa...
diservisin bentar di Banyubiru, bisa lanjut perjalanan ke kantor Solo.

Alhamdulillah ya Allah...
Terima kasih masih diberi panjang umur.
rekoso ne perjuangan pekerjaan tetep dilakoni. Semua demi bangsa dan negara😉😉 ...

Jika suatu saat aku pergi, entah apa sebabnya, mohon maaf yang sebesar-besarnya... namanya media sosial kan bebas posting, bebas nyetatus, bebas komen... mungkin ada menyinggung... mungkin ada kesalahan baik disengaja atau tidak.

Mohon maafkeun... 😃😃😃

Wednesday, November 23, 2016

(Cerpen) BASABASI

BASABASI
By Nessa Kartika

Malam sudah dikepung oleh kabut. Selepas isya tak ada warga ke luar rumah. Warga lebih memilih untuk menarik selimut, tidur. Segelintir pemuda bertahan di prapatan, bercengkrama di depan warung, ngopi dan melinting tembakau murahan. Percakapan seputar cewek, kegiatan mereka tadi, kebanyakan mereka bekerja sebagai buruh kayu dan  buruh pabrik roti, atau mencakapkan BasaBasi.

BasaBasi punya seorang istri, tukang pijat tua renta, hoby ngomong jelek. Walau kasar omongannya, tapi tenaga tua nya banyak dicari, terutama buruh kasar yang badannya pegal linu, atau ibu ibu yang anaknya kecengklak, istilahnya.

Akhir-akhir ini istri BasaBasi kemana-mana sambil mengumbar cerita tentang sang suami yang sakit tak jelas. Sejak menderita serangan stroke yang terakhir kali, hidupnya di ranjang saja, diasuh oleh istri dan menantunya yang gendut.

Keadaannya bukan tambah baik malah tambah tak jelas. Hidup tidak mati pun tidak. Badan tak boleh tersentuh. Meski sudah tak nalar, tak dengar dan tak mampu gerak, namun berisiknya minta ampun. Tak peduli pagi, siang atau malam, bahkan tengah malam... seharian, selalu berteriak-teriak minta tolong karena kesakitan.

Keluarga sudah tak tahu harus menolong bagaimana lagi, si Istri sempat mengeluh pula, "Pak, kenapa kau tak mati saja...? Bertahun-tahun kau begini, kasihan lah yang masih hidup, kasihan kau lah... ."

Pemuda desa sudah tahu tentang susuk yang dipakai BasiBasi, sudah diambil Pak Kyai. Mereka bercanda tentang tujuan apa digunakannya susuk itu, mereka tau si Istri bawelnya setengah mati. Andai balita yang dibawa pijat bisa lari, sudah lari lah mereka takut dengan mukanya yang mirip Mak lampir pula.

Seharusnya, setelah susuk itu ditarik dari badan, orang langsung bisa mati wajar, apalagi jika sakitnya BasaBasi memang karena umurnya yang sudah tua, sudah bobrok juga organ badan, waktunya mati. Namun BasaBasi masih begitu begitu saja.

Timbul tanya di hati warga, glenak glenik tetangga, para ibu tukang rumpi sambil berjemur, obrolan pemuda sambil siskampling, "siapa yang mengerjai BasaBasi?"

Rahasia umum tentang identitas si Dukun Santet, tak habis diceritakan di sini, yang masih rajin mengelilingi rumah-rumah setiap tengah malam dengan sepatu bot-nya.

Entah apa masalah mereka, apa yang membuatnya tega dan apa tujuannya. Hanya Allah ta'ala dan si Dukun yang tahu. Warga dan keluarga lama-lama hanya bisa mengelus dada dan berharap BasaBasi segera mati. (Wonosobo, 24 November  #2016)