About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Wednesday, September 18, 2019

INOVASI WARNA WARNI PERPUSTAKAAN YANG MENGAKTIFKAN OTAK KANAN

Perpustakaan dahulu hanya sebagai tempat untuk membaca, kini dalam perkembangannya banyak dialihfungsikan menjadi tempat menyelenggarakan macam-macam kegiatan.

Perpustakaan kini bisa menjadi tempat berdiskusi, juga tempat berkegiatan produktif. Apalagi saat ini pengunjung tidak hanya untuk mencari buku, namun juga berselancar di dunia maya. Di era serba digital, ide bisa didapat dari mana saja, interior yang sesuai akan merangsang kreatifitas.

Kegiatan di perpustakaan yang beragam kini bisa didukung dengan interior perpustakaan yang sesuai dengan trend forecasting. Selain inovasi warna warni yang dapat merangsang otak kanan, juga pasti membuat kita betah berlama-lama. 

Kreatifitas di bidang desain ini sudah berjalan sejak 2008 ini diinisiasi oleh Dina Midiani (IFC) dan Irvan A. Noe’man (BD+A Design). Didukung penuh oleh Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) sejak 2016.
Kreatifitas ini dinamakan Singularity 19/20. Jika coba aplikasikan pada interior perpustakaan, dan inilah kreasinya.

1.Exuberrant
Keceriaan Optimisme

Tabrak warna menjadi trend yang asyik. Warna merah, kuning, hijau dan lain-lain tajam dan optimis. Selain menampilkan ruangan yang ceria, juga membuat kita semakin bersemangat kan?

Oh iya, kita juga bisa aplikasikan dengan gambar-gambar kartun sehingga anak-anak akan semakin suka.


2. Neo Medieval
Romantisme Abad Pertengahan 

Untuk kita yang suka hal-hal yang berbau klasik mungkin akan nyaman berada di perpustakaan dengan interior warna-warna tanah, rak buku kayu tua, kursi-kursi perancis serta perabot yang tak kalah klasik.

Kenyamanan dari interior seperti ini dijamin membuat kita melahap buku tak ingat waktu.


3. Svarga
Keindahan Spiritual

Jika kita suka petualangan, interior ini sangat cocok, dimana kreasi dan perabot interior pun bisa bercerita.

Dengan perpaduan warna warna pastel yang menawan, petpustakaan disulap menjadi tempat yang sangat indah.

Setiap benda di perpustakaan dapat mempunyai cerita yang saling menyambung. Tentu saja temanya bisa disesuaikan dengan keinginan kita, contohnya : tema lautan, bunga-bunga dan lain sebagainya


4. Cortex
Paradoks Kecerdasan Artifisial

Untuk tema modern, simple dan futuristik ini sudah banyak bisa kita jumpai di sekitar kita.

Warna-warna putih, silver dan biru muda menjadi ciri interior ini, dipadukan dengan abstrak desain ini membuat kita seolah berada di masa depan.


Begitulah di antara kreatifitas trend forecasting  yang bisa kita aplikasikan di perpustakaan kita sehingga dapat merangsang otak kanan. Mana yang menurut kalian bagus?

Perpustakaan Istana Rumbia Lipursari adalah salah satu perpustakaan yang menerapkan Exuberrant di interior perpusnya.  


Sumber gambar : Google

Postingan blog ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pameran Produk Inovasi Jawa Tengah 2019 dan saya melawan hoax dengan cara tidak copy dan forward berita apapun yang tidak jelas sumbernya 

#LombaBlogPPIJateng2019
#PPIJATENG2019WONOSOBO 
#JawaTengahGayeng
#JawaTengahIndah



Friday, September 13, 2019

#cerpen MALAIKAT TAK BERSAYAP

Oĺeh Nessa Kartika

Everywhere I'm looking now
I'm surrounded by your embraces
Baby, I can feel your hallo
...

Mesin di samping ranjang berputar. Selang-selang ikut berdetak seirama jantung, memompa darah keluar dari tubuh, masih terasa hangatnya, sebelum memutar membuang racun dan masuk kembali ke dalam tubuh dalam keadaan sudah bersih. As good as new.

Aku masih terdiam, menatap wajah tidurnya yang tenang, tanpa suara. Laki-laki itu belum berubah. Masih setampan tujuh belas tahun lalu, kalau kau percaya.

Aku serius.

Tak ada yang berubah darinya. Hanya hati kami, mungkin. Kalau itu perlu diperjelas.

Selama ini aku kemana? Aku tidak tahu keadaannya saat terpuruk dimakan penyakit. Aku bahkan masih menganggap penyakit ini tak nyata, sampai kutemukan kembali dia.

Seorang perawat lewat mendorong alat tensi.
"Belum bangun ya? Biasanya dia di rumah tidak bisa tidur, cuma waktu HD bisa tidur." Perawat itu memberitahu aku.

Aku mengangguk. Aku ingat kebiasaannya begadang, insomnia katanya. Aku tak tahu adakah keterkaitannya dengan kebiasaan tidak bisa tidurnya sekarang, ataukah karena gagal ginjal yang dideritanya.

Laki-laki ini pernah begitu penting bagiku. Aku mencintainya bagaikan bumi mencintai langit. Kalaupun aku diguna-guna, sungguh canggih dukun itu, aku melintasi dua lautan, pun tetap mencintainya.

Dia masih mencintaiku. Aku tahu. Facebook foto profilnya memakai fotonya yang kuambil nyaris dua puluh tahun lalu. Senyumnya bebas, duduk di antara barisan pepohonan teh yang kerdil meski telah berumur puluhan tahun, di bentangan perkebunan di kaki gunung sindorokah? Manis sekali percintaan kami waktu itu.

Zaman itu, duduk bersebelahan pun sudah luar biasa bahagia. Apalagi bisa jalan-jalan berdua di kebun teh seperti itu, dobel indahnya. Indah pemandangannya dan indah detak jantungku, berhenti di dia.

Darah muda kami haus petualangan, mencintai alamraya seperti halnya mencintai ibu kandung. Dua tiga pendakian selanjutnya, aku masih mencintainya meski saat itu aku sendiri tak yakin apakah dia mencintaiku.

Betul.

Aku yang mengejarnya mati-matian, perlu waktu bertahun-tahun sampai dia meminang.

Lalu aku jatuh cinta pada Jack.

***

"Kamu dari tadi?"

Suaranya menyadarkanku.
Laki-laki itu duduk, satu tangannya terjulur, ditusuk dua buah selang berisi darah yang mengalir. Aku tak tahu yang mana yang masuk, mana yang keluar. Ia tersambung dengan mesin, seperti baterai yang sedang mengecas.

"Kamu sudah bangun...," aku duduk di dekat kakinya, berhati-hati agar tidak menyenggol selang. Melihat pun aku tidak berani. Ini mengerikan, tapi aku ingin bicara padanya.

"Obat tensi yang kutelan setelah makan siang membuatku teler," katanya.

"Oh, perawat bilang kalau malam kamu tidak bisa tidur," kataku.

Ia tertawa, "hmmm... sudah berteman dengan perawat saat aku tidur. Cepat sekali." Ia meledekku.

Kapa
Aku merasakan wajahku panas. Pasti wajahku bersemu merah. Kuabaikan rasa maluku. "Aku tidak berani membangunkanmu."

Dia tersenyum.

"Sebenarnya kenapa bisa sakit begini?" Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya sejak hari itu. Hari reuni. Hari minggu dua tahun yang lalu. Saat kami bertemu tapi saling memalingkan muka.

Oh, bukan apa-apa. Aku sudah move on. Hanya kaget. Dia menikah dengan teman SMA-ku. Ini nyata.

Ketika beberapa minggu yang lalu ia bercerita padaku di medsos bahwa ia dan istrinya sudah berpisah karena penyakit ini, aku hanya bisa merenung. Memahami situasinya.

Aku sendiri tak yakin, jika aku dalam posisi itu, bisakah aku tetap berada di sampingnya. Menemaninya membeli waktu lewat mesin-mesin berdarah ini.

Aku sudah tidak punya perasaan apa-apa padanya. Demi kenangan masa lalu aku datang kemari.

Kedatanganku menyalakan api gembira di matanya.

***

Aku teramat sangat mencintainya, dulu. Hingga pertemuan kembali ini membuat bagian hatiku yang kosong terasa aneh. Aku tidak merindukannya. Tidak pernah. Aku hanya menghargai waktu yang pernah kami lewati bersama, walau sampai kinipun aku masih tak tahu apa artiku bagi dia.

Perasaan itu yang mendorongku pergi.

Tidak ada wanita yang tahan digantung perasaannya. Atau mungkin aku yang salah membaca, namun jika mengingat Jack-ku yang telah tiada, aku tak mau melihat ke belakang.

Namun... ada rahasia yang mestinya kusampaikan. Seharusnya kusampaikan tujuhbelas tahun yang lalu. Aku berharap punya keberanian untuk menyampaikannya sebelum aku kembali pergi. Dia berhak tahu.

Selama ini rahasia itu kukubur dalam-dalam. Meskipun rasa bersalah tanpa ampun menggerogoti. Aku tidak menyalahkan waktu yang telah menjauhkannya dariku, sehingga rahasia ini terkunci rapat. Aku menyalahkan takdir yang mempertemukan kami kembali. Andai dia tidak sakit, akankah aku peduli?

Aku begitu berhati-hati agar tidak ingin tahu kehidupan rumah tangganya, walau istrinya adalah teman sekolahku. Aku bahkan tidak yakin istrinya tahu aku mantannya.

Aku mencoba mencari celah, dari percakapan kami.

Aku menatap sekeliling, ke teman-temannya sesama pasien, ke para perawat, ke dokter jaga, ke tukang bersih-bersih yang sedang mengganti dua jerigen air di mesin yang sudah ditinggalkan. Tak ada yang peduli. Semua sibuk sendiri-sendiri.

Bayi.

Aku ingin memberitahunya tentang bayi kami. Bayi yang sudah diambil kembali tujuh belas tahun lalu oleh Yang Maha Kuasa.

Pelan-pelan saja.

Aku berpikir dulu akan dimulai dari mana.

---- The End

#puisi Detak

Hatiku berhenti di kamu
Memuja hingga sakitnya tiada terkira
Kenangan mengabur laksana kabut
Di pucuk negeri kahyangan

Detaknya tak beraturan
Menimbang
Harapan yang kian hari kian jauh
di memory
Tak mau pergi

Ada rasa yang harus diungkit
Supaya tidak jadi penyakit
Dan hampa antara kita
: usai
Biar menjadi kenangan

Thursday, September 12, 2019

#puisi Done with You

Think I'm done with you
missing you never through
Love you hurt too much
All alone willowing in my heart

Time I don't have
God, farthen us
Learn the truth
We're still here
to be apart
too hard

| 11919

Tuesday, September 3, 2019

#Film #Filmpendek IMPIANA



A film by Nessa Kartika

Sinopsis : 
Kisah tentang Ana, anak seorang TKI yang bercita-cita ingin kuliah tetapi ibunya malah membawanya bekerja ke Hongkong.


Juara 1 Festival Film Arpusda Wonosobo