About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Tuesday, December 11, 2018

#kisahginjalku bag 1

Waktu menunjukkan pukul 05.30. Masih teramat pagi. Apalagi di kota kecil kami yang terletak di  antara Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, persis di tengah-tengahnya Jawa Tengah.

Dalam perjalanan ke kota sebelah, menuju Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo (RSK, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah), aku bersama adik-adikku. Iqbal yang menyetir. Aku, Novi dan Fani membeku.

Tiba di tujuan kami segera merapat ke unit Radiologi dan Laboratorium. Ketika sejam kemudian dokter lab menyerahkan hasil lab, dia sempat bertanya, "siapa yang sakit?"

"Saya, Pak."

Dokter lab memandangku tak percaya karena aku kelihatan sangat sehat. Aku melihat wajah adik-adikku cengar-cengir. Aku cuma tertawa.

Setelah itu kami beranjak menuju tempat praktek dr. Timotius. Beliau pensiunan kepala RSK, kami percaya padanya.

Di sini, sampailah kami. Hari ini penentuan atas teka teki tanda tanya yang menyelimutiku sebulan ini. Klinik dr. Timo yang hanya selemparan batu dari RSK akan menjadi tempat aku divonis.

Tepat pukul 07.00 asisten dr. Timo datang, kami memandanginya membuka pintu klinik dari warung tak jauh di situ. Wajah-wajah adikku berubah tegang. Sesaat kemudian dr.Timo datang.

Kami segera beranjak.

***

"Kamu kesini sama siapa?" tanya dr. Timo ketika aku akhirnya duduk di depannya. Sesaat setelah beliau selesai membaca hasil lab, rontgen torak dan USG-ku.

"Sama adik-adik, dok."
"Suruh kemari!"
"Ya, dok."

Perasaanku langsung tak enak.

Berbagai kekhawatiran muncul. Kenapa dokter sampai butuh mengumpulkan keluargaku?

Saat itu badan, kaki dan mukaku bengkak. Berat badanku mencapai 57kg. Kakiku seperti penderita kaki gajah. Dibawa jalan sedikit nafasku ngos-ngosan. Ureum saat itu hampir 150, kreatinin 11,5. Sudah tak terhitung berapa kali aku cek darah, diberi obat, observasi, cek darah lagi. Begitu...

Siapapun yang melihat keadaanku sekarang yang ringkih pasti tak percaya bahwa aku atlet pendaki gunung, sangat aktif, belum pernah aku sakit lebih parah dari flu dan masuk angin.

Kali ini, sakitku berlangsung sebulan lebih, dimulai dari ulang tahunku ke 35 di bulan mei menjelang bulan puasa. Aku pikir ini ada hubungannya dengan kopi dan kelelahan.

Aku pecandu kopimix. Kopi kemasan itu kujadikan dopping. Kalau sudah ngopi bisa lupa makan. Ketergantunganku pada kopi itu karena hidupku banyak di jalan. Tiap pagi sebelum subuh selalu hidupku dimulai dengan kopi, kemudian lanjut beraktifitas.

Aktifitasku? Sebutlah aku apa saja. Aku pernah jadi TKW, pernah jadi pekerja pabrik, pernah jadi tukang salon, pernah jadi tukang ketik, pernah jadi aktivis, pernah jadi seniman, pernah juga pegawai balai desa. Apa saja asal halal. Itulah sebabnya aku kecanduan kopimix, belum ngopi kepalaku pusing. Yang mau mengejekku kopi kemasan bukan kopi, silakan.

Kupikir sakitku karena bulan puasa aku libur ngopi. Sahur aku ganti minum susu. Sahurku hanya bertahan sampai subuh, aku kolaps, muntah-muntah. Selama sebulan aku tidak bisa makan, tidak juga bergerak. Tiduran saja di ranjang menunggu lebaran, lebih sial lagi dokter praktek banyak yang tutup. Malam lebaran aku pun ambruk, hampir saja sekeluarga gagal berlebaran karena aku sakit. Aku paksakan diri untuk sehat dan merayakan hari raya bersama keluarga.

Usai momen lebaran kuperiksa ke dokter-dokter di Wonosobo tapi tidak puas.

Setiap hari aku mual muntah, setiap malam tidak bisa tidur, kepala pusing menyiksa dan sekujur badanku bengkak. Aku masih bisa beraktifitas, tapi bengkak di kaki yang membawaku ke dokter Timo atas saran salah seorang teman.

Begitu aku keluar, adik-adikku langsung mengerumuniku. "Dokter bilang apa, Mbak?" mereka rebutan bertanya.

"Dokter belum mau bilang, kalian disuruh kesana semua."

Aku melihat wajah mereka makin tegang, kuatir, kasihan juga lelah. Beberapa hari ini mereka bersamaku bolak-balik Parakan-Wonosobo, rela menemaniku antri berjam-jam di rumah sakit, dan juga menungguiku di rumah. Kami segera masuk.

Aku kembali duduk di depan dr. Timo, sementara adik-adik di belakangku.

"Jadi kakak saya sakit apa, dok?"
" Dari hasil lab sudah jelas ini Gagal Ginjal Kronis(GGK)/Chronic Kidney Disease(CKD) stadium 5."

Nafas kami tercekat, kami saling berpandangan.

Kemudian, mengalirlah dari dokter apa itu GGK, pengobatannya, dan dietnya yang 'no oil no salt no MSG no buah-buahan'. Dia menekankan bahwa ini adalah pengobatan untuk seumur hidup. Penyakit ini datangnya pelan-pelan dalam beberapa tahun ini, sembuhnya juga bakal pelan-pelan. Itu sebabnya disebut penyakit menahun.

"Pengobatannya cuma 3."
"Apa itu, dok?"
"Cuci darah/hemodialisa (HD), pasang mesin di perut sebagai pengganti ginjal (CAPD) atau transplantasi ginjal."

Bulu kudukku berdiri.

***

Malam itu aku muntah-muntah, mungkin karena kelelahan dengan segala perjalanan ikhtiar mencari obat untuk sakitku.

Apalagi tugas dari dr. Timo adalah mencari rumah sakit terdekat yang ada unit hemodialisa, sehingga aku bisa HD rutin di sana.

Tak terbayang olehku sulitnya. Semua poli penyakit dalam kudatangi, semua bilang penuh dan harus antri. Itu pun aku harus sudah punya akses seperti Catheter Double Lument (CDL) atau Cimino seperti AV Shunt. Waktu itu aku tak tahu barang apa itu dan bagaimana mendapatkannya.

Kelelahan dan stres membuatku kambuh. Aku muntah-muntah tapi yang kumuntahkan hanya air. Air berbuih dan banyak. Tak ada makanan yang masuk ke perut, selain nafsu makan hilang, tapi juga karena beberapa hari itu makanan yang kumakan pasti keluar lagi.

Kepalaku sakit tak tertahankan. Ditambah badanku gatal tak karuan. Rasanya nyawaku tinggal sebentar, tak ada harapan hidup.

Usahaku mendapatkan tempat cuci darah mendaratkanku di Rumah Sakit Islam Wonosobo (RSI) karena kebetulan ada teman sekolahku yang bekerja di sana dan indent untukku. Sementara aku harus menjalani berbagai macam screening seperti Hepatitis B dan HIV.

Dokter Arlyn mengatakan aku harus transfusi dulu sebelum cuci darah karena Hemoglobin(HB)-ku rendah, hanya di angka 8 dari normal 12. Tapi dengan keadaanku yang muntah-muntah semalaman, aku langsung dilarikan ke IGD RSI dan dijadwalkan transfusi intra HD hari itu juga.

***

Dipan rumah sakit membawaku ke ruang hemodialisa. Istilah mereka HD Cito, disitu aku di tempatkan di mesin HD darurat, karena aku bukan pasien rutin.

Badanku terlalu lemas, namun aku masih sadar. Aku merasakan sakitnya jarum kasur ditusukkan pada tubuhku lewat selangkangan dan tangan. Menikmati deritanya tiga jam tangan dan kaki tidak boleh bergerak.

Aku hanya terkulai lemas memandangi darah di selang-selang. Aku tak mengerti bagaimana bisa darah dari tubuhku bisa diputar ke mesin.

"Ternyata darahnya memang dicuci... Pakai air dua jerigen," seloroh ibuku.

Aku menatap mesin mesin dialysis sebesar kulkas. Setiap mesin punya penghuni. Anehnya, berbeda dengan aku yang tak berdaya, mereka semua terlihat sehat dan penuh semangat padahal usia rata-rata separuh baya.

Ada yang sudah tiga tahun, ada yang baru beberapa bulan. Baru kusadari cuci darah ini adalah semacam terapi.

Semangat mereka menular padaku. Tiba-tiba aku mulai merasa lapar, bersamaan dengan kempesnya bengkak di kakiku.

"Boleh sambil makan dan boleh minum teh," kata perawat ketika ibuku menanyakannya ke perawat.

Selesai HD badanku enakan. Aku merasa sembuh.

***

Aku menjalani HD pertamaku dengan lancar. Dalam hatiku berharap bisa mendapatkan tempat untuk HD rutin di RS ini, namun ternyata mendapatkan tempat HD rutin tak semudah membalikkan telapak tangan. Tak semudah yang kubayangkan.

Perasaan galau dan campur aduk membuatku terpuruk. Aku menyalahkan diri sendiri, aku menyalahkan nasib, aku menyalahkan kopi. Aku bahkan menyalahkan ibuku. Rasanya geram sekali bahwa aku-lah yang harus diuji dengan penyakit ini.

Setelah cuci darah pertama aku konsultasi ke beberapa rumah sakit, tak semudah bertemu dokter dan bisa kembali cuci darah lagi.Tidak.

Akhirnya ada seorang sepupuku perawat di RS PKU Muhammadiyah Wonosobo yang mengabarkan kalau ada tempat di sana. Aku segera konsultasi dengan dr. Fitria. Akhirnya aku mendapatkan jadwal rutin HD, dokternya juga baik sekali.

Di ruang Hemodialisa RS PKU, aku paling sehat dan segar. Hanya sesekali aku minta oksigen, jika sesak dan nyeri di dada sudah tak tertahankan atau saat HB di angka 5,6,7. Aku takut otakku tak bisa berfungsi juga kalau tidak ada oksigen yang cukup. Karena saat HB drop darah mengental dan tidak bisa mengalirkan oksigen ke otak. Itu juga yang menjelaskan rasa pusing berputar yang kualami.

Sedangkan ginjal yang sudah tidak bisa membuang ureum dan kreatinin digantikan fungsinya oleh mesin setiap dua kali seminggu. Maha Agung Allah menciptakan makhluknya. Benda buatan manusia jika rusak bisa diganti, benda ciptaan Allah jika rusak tak ada gantinya. Gantinya dengan benda serupa milik manusia lain yang harus didonorkan. Ini mengerikan. Semua ini terjadi hanya karena aku kurang minum air putih.

Aku memilih cuci darah saja yang mana mesin dialisis menjadi ginjal buatan untukku.Tensiku setelah HD jadi selalu tinggi 150-190 itu biasa.

Kegiatan rutin di rumah sakit membuatku banyak melihat, mendengar dan merasakan peristiwa di sekitarku. Sehingga walaupun sakit, aku masih sangat bersyukur keadaanku jauh lebih baik dari orang lain.

Selain itu, aku bertemu pula dengan keluarga baru sesama pasien cuci darah bersama pendampingnya. Kami banyak berbagi informasi ataupun saling bercerita.

Berupa-rupa kisah yang terjadi di ruang HD. Ada senang ada sedih. Ruang itu bagai rumah kedua bagiku.

Setengah tahun menjalani cuci darah, aku tidak merasa sendiri. Banyak teman seperjuangan. Ada yang sudah berhasil mengurangi jatah seminggu tiga kali menjadi dua kali. Ada yang sekarang hanya seminggu sekali. Ada pula yang menyerah.

Allah yarhaam.

***

Aku tahu ini ujian berikutnya. Jika aku mampu melewati rintangan ini, mungkin Allah akan mengangkat derajatku. Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan umat-Nya.

Mungkin selama aku sehat aku kurang bersyukur. Mungkin ini cara Allah menegurku supaya makin rajin ibadahku, supaya aku memperbaiki sholatku. Supaya aku tak mengejar-ngejar dunia dan melupakan akherat.

Allah menyayangiku sehingga menguji kesabaran dan keikhlasanku.

Aku tulang punggung di rumah. Jika aku sakit dan berbaring saja di rumah, habislah. Itu sebabnya kututupi kesedihanku dengan keceriaan. Aku beraktifitas normal, hanya sesekali membatalkan janji atau pekerjaan karena harus kontrol dokter

Teman-teman dan saudara yang datang silih berganti kularang menangis. "Lihatlah! Aku baik-baik saja."

Tak terhitung banyaknya orang, sesama pasien, dokter, bagian pendaftaran atau penunggu pasien, bahkan petugas IGD yang bertanya padaku, "siapa yang sakit?" dan melongo tak percaya ketika kubilang, "aku."

Keadaanku benar-benar baik-baik saja. Aku bahkan masih menyetir motorku sendiri kemana-mana.

Akses cuci darah aku menggunakan selang CDL yang sampai saat ini sudah diganti sampai 5 kali karena pernah infeksi, dsb.

Dokter Aries Sujarwo dari RSUP Kariadi Semarang tidak bisa memasang AV Shunt di tanganku karena pembuluh darahku kecil. Itu sebabnya jika ada masalah pada selang, aku segera kembali ke Semarang untuk ganti lagi.

Lama-lama dokter yang baik dan kocak itu menjadi motivator untukku. Kadang melihat pasien beliau yang lain, aku merasa sangat bersyukur. Sangat-sangat bersyukur.

Bahkan kemudian aku tergabung dengan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia terutama yang HD di daerah Semarang dan sekitarnya. Dari situ makin banyak informasi yang kudapat tentang GGK, HD dan Transplantasi.

Betapa banyak orang yang nasibnya jauh lebih buruk dari aku. Sakitnya lebih parah. Komplikasinya lebih banyak. Aku tak henti bersyukur pada Allah.

Lalu, pada akhir musim panas suatu siang saat mau pergi ke kecamatan, aku jatuh dari motor. Pingsan dengan siku robek tak karuan. Tetangga yang melihat bilang motorku oleng jalannya. Sejak itu kutahu keseimbangan tubuhku hilang. Jalanku mulai sempoyongan seperti orang mabuk. Sikuku dijahit tiga jahitan.

Dicabut lagi satu kenikmatanku oleh Allah.

***

Keterbatasan gerakku di dunia nyata tidak membatasi gerakku di dunia maya.

Awalnya aku iseng posting aktifitasku seputar perjalanan medisku. Tak kusangka banyak yang merespon.

Kini aku sengaja dokumentasikan perjalanan HD ku, seiring dengan seringnya aku mendapatkan chat dari teman-teman yang tak kukenal sama sekali dari dunia maya, bahkan dari luar negeri, tentang bapaknya yang sakit, tentang ibunya yang sakit, tentang dia sendiri yang sakit.

Tiba-tiba kotak suratku di dunia maya menjadi klinik mungil khusus pejuang hemodialisa #dialysiswarrior untuk saling memotivasi, saling menyemangati, saling bertukar ilmu dan pengalaman.

Hidup cuma sebentar. Semua orang pasti mati. Saat ini yang bisa kulakukan hanya berusaha bermanfaat bagi orang lain.

Sudah itu aja. :) [NK]

7 comments:

  1. Seamangat mb Nessa.... percayalah Mahan sempurna Allah dengan segala rencananya....

    ReplyDelete
  2. Sampai sekarang aku gak percaya dengan kondisi Mbak Nessa. Ikut berdoa semoga yang terbaik. Pelan-pelan kembali seperti semula. Aamiin

    ReplyDelete
  3. Tetep semangat mbakku.... Aku yakin Allah akan memberikan yang terbaik dan teruslah berjuang untuk sembuh.

    ReplyDelete
  4. Mbk nessa yg semangat ya, mbk nessa memang kuat, salut

    ReplyDelete
  5. Mbk nessa yg semangat ya, mbk nessa memang kuat, salut

    ReplyDelete
  6. Teka teki yang pengen kutahu sakitmu terjawab Mbk, doaku selalu agar Mbk lekas sembuh dan kuat menjalani ujian ini

    ReplyDelete