About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Sunday, September 29, 2019

TRANSPLANTASI GINJAL YES OR NO? BISMILLAH

Oleh Nessa Kartika

Tulisan ini untuk melunasi janji saya pada Tony Samosir, Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

***

Hari Sabtu, 28 September 2019, pagi-pagi seorang sahabat mengingatkan, "Nessa, jadi mau ikut seminar di Jogja nggak? Aku temani."

Aku pasien GGK yang tidak punya pendamping HD, ketika beberapa minggu yang lalu ada info kegiatan untuk belajar tentang penyakit yang kualami sejak kurang lebih 18 bulan lalu, tanpa pikir panjang aku mendaftar dan mengajak temanku itu. Keluargaku kebetulan sedang sibuk sendiri-sendiri. Ibuku sibuk, adik-adik repot dengan anak-anak.

Lalu ada percakapan di Grup KPCDI, Bang Tony sedang di Semarang hari itu, menuju Jogja.

"Nessa, kalo ke Jogja coba hubungi Tony. Dia di Jogja," kata wakil ketua KPCDI Semarang via whatsapp. Siang itu dia juga sudah lebih dulu bertemu dengan Tony.

Beberapa bulan ini Ibu sedang membaweli aku soal transplantasi. Betapa Ibu ingin mendonorkan ginjalnya. Salah satu motivasinya karena waktu kontrol dokter BTKV, beliau bilang Ibu sangat sehat. Ibu berulangkali mengajakku ke dokter KGH di Semarang atau dimanapun untuk mulai proses menuju transplantasi dengan donor ginjal beliau sendiri.

Kasih anak sepanjang jalan, kasih ibu sepanjang hayat. Itu pepatahnya.

Jadilah sore itu segera kami pesan travel dan berangkat ke Jogja.

***

Perjalanan ke Jogja tanpa halangan. Aku menghubungi Tony.

"Bang, posisi dimana?"
"Aku di Roti B*oy Malioboro, Mbak Nessa."
"Aku kesitu."

Tapi, tiba di Tugu, jalan macet karena ada demo entah apa, ditambah keramaian malam minggu. Sampai arah Malioboro, sopir travel menyerah, mobil terjebak macet, dia mengambil arah lain dan menurunkan kami di jalan. Terpaksa kami menyambung dengan mobil ojol, tapi 2x orderan di cancel karena lagi-lagi kena macet padahal kami sudah menunggu dan menunggu.

Waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, kami masih di pinggiran jalan pasar kembang
Tony sudah bergeser kembali ke Hotel.

Kali ini kami panggil ojek motor, terpaksa suruh bang ojol bawa temannya karena kami berdua, salah satu hp sudah flat, sehingga tidak bisa menggunakan aplikasi.

Jam 10.00 kami baru sampai ke Hotel tempat Tony menginap.

***

"Kamu tahu? Mungkin kamu tidak tega dengan ibumu, tapi mereka lebih tidak tega melihat kamu," kata Tony, ketika aku katakan alasanku menunda-nunda ajakan transplantasi.

"Ibuku sehat banget, aku kasihan."

"Nessa, mereka donor karena mereka sehat. Kalau mereka sakit masa mau donor?" Katanya lagi, "mumpung kamunya juga masih sehat." Tony sendiri sudah transplantasi sejak tahun 2015 dengan donor istrinya.

"Awal GGK kenapa, Nessa?"
"Hipertensi," jawabku.
"Begitulah orang-orang aktivis kayak kita. Penyakitnya hipertensi karena keras kepala," katanya. 😁😁😁😁

Kebetulan kami seumuran dan sama-sama pernah kuliah di Jogja, sehingga pertemuan pertama terasa seperti pertemuan dengan teman lama.

Tony juga bercerita tentang asal muasal ia membentuk Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia, juga kegiatan advokasi yang dilakukannya selama ini di seluruh Indonesia. Ia baru-baru ini melakulan advokasi pada para pasien hemodialisa di salah satu rumah sakit di Ternate karena menghentikan layanan cuci darah karena jarum fistula habis.

Waktu semakin malam, tapi perbincangan kami semakin asyik. Kami bergeser ke rumah makan nasi padang di depan hotel.

"Kalau orang sudah transplant, nanti struktur tulang, dan lain-lain akan berubah," kata Tony lagi, "uremik itu yang membuat pasien cepat haus, kalau ginjalnya berfungsi maka tubuh tidak menyimpan uremik."

Aku perhatikan wajah Tony. Aku ingat  teman-teman lain. Begitu rupanya. Lalu Tony menjelaskan tentang alasan mengapa transplantasi. Salah satunya yaitu tingkat keberhasilan operasi transplantasi adalah di atas 95%. Di luar negeri pasien dan donor diarahkan untuk transplantasi dan bahkan mereka punya bank donor untuk itu. Di Indonesia masih Hemodialisa dan CAPD. Lalu dia bercerita tentang bagaimana pasien Hemodialisa menjadi sasaran bisnis obat dan bahkan herbal.

Tony juga bilang bahwa proses transplantasi bisa dimulai dengan tes kecocokan. "Kamu bisa melakukannya di Jogja, Nessa, semua dicover BPJS."

Iya, kalau disuruh memilih rumah sakit besar di Jogja atau Semarang, tentu saja aku memilih Jogja karena lebih adem dan lebih familiar.

"Aku merasa belum siap bujet-nya, Bang. Tau sendiri rumah sakitnya jauh dan harus bolak balik pastinya."

Aku menambahkan andai ada suatu rumah shelter atau tempat tinggal sementara untuk mempermudah proses. Lalu waktu yang harus disiapkan juga, saat ini dengan segala kesibukan pekerjaan aku tadinya belum mantap.

Aku ceritakan pada Tony bagaimana keluarga besarku sangat mendukung rencana transplantasi ini. Bahkan adik-adikku juga siap dites kecocokannya menjadi donor ginjal untukku.

"Segera, Nessa. Nanti kami bantu," kata Tony lagi. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 WIB dini hari.

Aku hanya menjawab, "Bismillah dulu."

Masih banyak yang harus disiapkan. Masih banyak yg harus dipelajari. Yang penting Bismillahirrahmanirrahiim...

(NK)
Yogyakarta, 29 September 2019

1 comment: