Duet Lonyenk Rap & Nessa Kartika
Karin hampir saja meraih gelas jus jeruk yang begitu menggoda di
hadapannya. Bukan untuk diminum di hari yang memang teramat gerah ini.
Tapi untuk disiramkan ke kepala Nia sahabatnya.
Ugh… Kenapa sih sahabatnya ini ga kapok juga?
“Karin… gue harus gimana dong?”
“Gimana apanya? Putusin aja…!”
“Ga bisa… aku ga mau jomblo di hari valentine…” Nia berkata dengan mimik memelas. Seolah jadi seorang jomblowati itu dosa besar.
Karin kesal, kenapa Nia tak pernah ingat juga bahwa Karin seumur
hidup jomblowati. Nia kepikir nggak bahwa menyebut valentine di hadapan
Karin adalah pamali. Harus dihindari!
“Aku cinta banget sama Randy…”
Karin menahan geram. Pingin banget menyadarkan Nia dengan menyiramkan
es jeruk itu, bahwa Randy itu bukan orang yang pantas ditangisin sampai
seperti itu.
“Ni… kamu kan tahu Randy jalan sama Linda di belakangmu… Juga sama Sheila… sama Angela… sama…”
“Stoooop…”
“Aku hanya mengingatkanmu betapa panjang daftar cewek si Randy…”
“Tapi Randy bilang lebih menyukai aku daripada mereka…”
Karin menggelengkan kepala. “Sadar dong, Ni… Randy itu cuma main-main
sama kamu…!” Karin berkata kesal. Tapi tangannya meraih selembar tisu
dari box yang tersedia di atas meja dan menyodorkannya pada sahabatnya
itu.
“Iya sih… tapi…”
“Percaya deh sama aku… cowok macam Randy seharusnya dibuang aja ke laut…”
“Tapi…”
“Apa lagi sih?”
Nia menangis lagi. “Aku ga mau jomblo di hari valentine…,” rengeknya.
Karin kesal juga lama kelamaan.
“Ni… aku aja yang setiap tahun jomblo di hari valentine ga ada
masalah apa-apa… Ga ada valentine partner dunia ga bakal berakhir…!”
Nia menoyor lengan Karin pelan. “Aku beda sama kamu… Hidupku ga akan bahagia tanpa cinta.”
“Halah… cinta itu ga harus hari valentine kaliii…”
Nia menatap Karin dongkol.
“Oke… aku akan melupakan Randy! Melupakan valentine! Tapi sebagai
gantinya, aku pingin menyibukkan diri dengan SESUATU.” Nia berkata
mantap dengan penekanan kata ‘sesuatu”.
Karin merasa ada yang tidak beres dengan resolusi Nia. Tak biasanya
sahabatnya ini mudah menyerah. Meskipun tahu dirinya salah, Nia biasanya
merengek minta dukungan.
“Kenapa aku merasa terancam?”
Nia nyengir, “karena tahun ini aku ingin melihat sahabatku merayakan valentine!”
Gubrak!
***
“Valentine? Gila…! Apa sih yang dipikirkan Nia? Udah tau juga aku
ga punya pacar… Kenapa jadi aku yang harus berkorban demi membuat Nia
bahagia melupakan valentine-nya??”pikir Karin.
Gadis manis berambut pendek dan asli berpenampilan tomboy itu menatap
sekelilingnya. Memasuki bulan Februari seluruh kota seolah berubah
warna menjadi pink. Setiap toko dijual baju dan pernak-pernik serba
pink. Setiap tempat makan atau café telah dihias sedemikian rupa dengan
ornament warna-warni pink. Dari pink tua, pink muda, pink semu, pink
ungu… pokoknya pink.
Satu hal yang membuat Karin makin bergidik, sebuah baliho dari sebuah
mall bertuliskan “Valentine Soulmate Contest”. Membayangkan pink saja
sudah membuat Karin jengah, ditambah soulmate… Hal itu mengingatkannya
pada tantangan Nia. Tiba-tiba Karin pusing.
Karin memarkirkan motornya di pelataran parkir bank swasta. Dia butuh
mengambil uang di ATM. Dengan sabar dia menunggu seseorang yang berada
di dalam box anjungan untuk keluar.
Karin mengamati orang di dalam box kaca itu. Tinggi, tegap…
potongannya yang cowok banget membuatnya berdebar. Karin memang tak
pernah punya pacar, tapi bukan berarti dia tak punya rasa pada semua
makhluk berjenis kelamin cowok. Cowok-cowok itu aja yang tak pernah
tertarik padanya.
Karin tanpa sadar berkaca di kaca box ATM. Rambutnya yang cepak,
alisnya yang tebal dan bertaut, pakaiannya yang selalu tomboy—kaos hitam
dan jeans atau celana gunung, ga ada manis-manisnya… Pantas saja
cowok-cowok selalu memilih cewek yang seperti Nia, feminine, suka
memakai rok dan bando. Apalagi gaya bicara Nia yang selalu manja… Cowok
mana yang tak tersentuh hatinya?
“Ah, tapi… cewek kayak Nia terlalu lemah dan akhirnya jadi korban
makhluk playboy seperti Randy!” Lamunan Karin berubah menjadi geraman.
“Udah ngacanya?”
Suara cowok di hadapannya membuat Karin tersentak.
Cowok dalam box ATM itu kini berada di hadapannya. Tampan, tinggi
dengan matanya yang cemerlang dan telah membuat banyak cewek jatuh
cinta. Randy!
“Randy…”
“Dasar cewek nyentrik! Cewek lain tuh ngaca pake cermin… Eh, kamu ngaca pake box ATM…” Randy tergelak.
Karin merasa wajahnya merah padam.
“Sialan…! Dasar cowok playboy ga berperasaan… Minggir kamu!” Karin
mendorong Randy dengan kasar, lalu menerobos masuk ke box ATM.
Karin diam saja ketika Randy mengikutinya masuk.
“Sebenarnya kamu tuh manis juga… Apalagi kalau lagi marah.” Randy
berkata santai. Ia bersandar tepat di samping Karin, berdiri dengan
cueknya dengan kedua tangan di saku celana.
Karin geram. “Diem kamu, Playboy!” Dia melanjutkan tujuannya semula, mengambil uang tunai.
“Kenapa kamu bilang aku Playboy?”
“Sudah berapa cewek yang kamu sakiti coba? Daftar kamu panjang…! Jauh lebih panjang dari struk ATM!”
“Hey… aku selalu memutuskan mereka baik-baik, Okay?”
“Oh ya? Tapi tanpa menunggu persetujuan mereka kan? Semua keputusan
ada di pihak kamu…! Tau-tau kamu udah ngegandeng cewek baru…! Dasar
Playboy!” gertak Karin lagi lalu sengaja menabrak tubuh Randy ketika
keluar dari box ATM yang memang sempit itu.
“Hmmm…” Randy mengerling. “Tau dari mana?”
“Baruuu aja Nia curhat kamu duain dia terang-terangan….” Karin
melangkah menuju ke arah motornya diparkir. “Apa sih yang bisa bikin
kamu berhenti jadi makhluk Playboy?”
“Kamu ingin tahu?”
Karin mendongak, menatap Randy dengan tatapan menantang.
“Okay… aku akan berhenti asal kamu jadi pasangan valentine aku tanggal 14 Februari nanti.”
“What??!”
“Kamu kan pembela mereka… Kalau kamu ingin aku berhenti bermain-main
dengan mereka, setujui syaratku. Gampang kan?” Randy meninggalkan Karin
menuju motornya sendiri.
Karin terbengong-bengong di tempat.
Ketika membawa motornya pergi, Randy melewati Karin sekali lagi. “Gimana?”
Karin geram. Tanpa pikir panjang dia menyahut ketus. “Siapa takut!”
***
Dilema. Karin benar-benar bingung. Dia kini sibuk mengutuki dirinya
habis-habisan karena menyanggupi tantangan Randy. Masalahnya bukan
karena tantangan itu. Tapi Randy. Seisi dunia juga tahu kalau cowok itu
masih pacar Nia. Sahabatnya. Orang yang selama ini selalu baik padanya,
yang selalu dibujuknya untuk meninggalkan Randy. Tapi sekarang apa? Dia
yang malah memerangkapkan dirinya ke dalam jebakan Randy. Menyerahkan
diri diatas altar untuk menjadi tumbal.
Benar-benar dungu, rutuk Karin pada dirinya.
Memang ini hanya persyaratan Randy, agar tak lagi jadi playboy. Tapi
siapa peduli?.Bagaimana kalau ini hanya akal-akalan Randy? Bagaimana
kalau dia malah naksir Randy? Kemarin Nia memang menantangnya untuk
merayakan valentine. Tapi yang pasti bukan dengan Randy.
Nia masih waras. Dia akan murka jika tahu permainan Karin dibelakangnya. Dasar pengkhianat!
Dan benar saja. Setelah dua kali pertemuan, yang dilakukan tanpa
sepengetahuan Nia, Karin merasa tertarik pada cowok jangkung itu. Randy
memang magnetis. Sebagai cowok dia punya sejuta pesona yang bisa membuat
cewek manapun lupa, kalau mereka bukan boneka. Tampan, atletis dan
tajir. Apalagi? Tak heran dengan semua atribut yang disandangnya Randy
bisa berganti pacar setiap minggu. Semudah dia membeli sepatu di Distro.
Dari yang lembut seperti Nia, sampai yang tomboy seperti Karin sukses
masuk kedalam perangkapnya. Amazing!
Dulu Karin sering mengejek Nia. Penghamba Cinta, julukan yang kerap
disematkannya pada Nia. Tapi sekarang apa? Lovacholic itu kini
melandanya. Membuatnya mabuk hingga lupa, kalau Randy punya sejuta
chance untuk membuatnya terluka, jika dia menggantungkan harapan terlalu
tinggi. Tapi Karin sepertinya tak peduli. Bahkan sepertinya kini dia
sudah lupa, kalau Randy masih kekasih Nia.
***
Malam ini Karin sudah rapi. Seperti jutaan gadis remaja di belahan
bumi lain, dia pun merayakannya. Hari kasih sayang. Valentine emang
dahsyat. Dalam sekejap ia mampu merubah sosok Karin yang amburadul
menjadi lebih beradab. Rambutnya memang mash pendek tapi sudah dipotong
dengan model yang lebih manis. T-Shirt dan jeans yang dulu menjadi
pakaian kebesarannya, malam ini sudah berganti menjadi mini dress
berwarna lembut. Dan Nia-lah orang yang membuat penampilan Karin beda.
Nia begitu surprised ketika mendengar sahabatnya yang ‘anti cowok’ itu
mau merayakan valentine.
“Really?” hampir keluar bola mata Nia mendengar Karin akan segera ngedate.
Karin hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Diam-diam ada rasa
berdosa menyelusup dalam hatinya. Tahukah Nia, siapa yang menjadi
valentine-nya nanti?
“Ayo! Kita nggak punya banyak waktu. Kamu harus segera di make-over!”
Mulailah mereka bergerilya. Dari masuk salon sampai mengunjungi
beberapa butik mereka lakukan. Nia begitu tulus dan sabar meladeni
Karin. Kini Karin baru sadar kalau dia adalah penghianat. Jatuh cinta
pada cowok sahabatnya sendiri. Ada perasaan bersalah dalam hatinya. Tapi
sudah terlanjur. Cinta memang selalu buta.
“A-apa kamu nggak merayakan valentine sama... Randy?” kegugupan Karin
terpeta jelas disana. Kalau Nia jeli, betapa pucatnya wajah Karin
ketika menanyakan itu.
Nia menggeleng. “Aku dan Randy sepakat, nggak ada malam valentine kali ini.”
Duh, kalau saja Nia tahu...
***
Tepat pukul tujuh Randy menjemputnya di rumah.
Ketika pamit, seantero warga rumah pangling melihat perubahan Karin.
Mama, Papa dan Neo terpana. Yang paling heboh siapa lagi kalau buka Neo.
Adik Karin yang baru kelas satu SMP itu sampai tak berkedip melihat
penampilan Karin.
“Wuih! Rapi amat? Mau nonton layar tancap dimana, Kak?” godanya sambil terkikik.
Yang terpana bukan hanya orang rumah. Randy juga.
“Kamu cantik banget malam ini,” ucapnya, sambil menatap mata Karin dengan mesra.
Karin tersipu malu mendengarnya.
Apa seperti ini perlakuan Randy pada semua cewek yang menjadi
kencannya? Selalu manis? Tapi Karin tak punya waktu untuk memikirkan
itu. Karena selanjutnya dia terhipnotis pada perlakuan Randy. Gayanya.
Sikapnya. Tutur katannya. Randy benar-benar gallant.
Lihat saja! Ketika mereka ngobrol, di sela-sela makan, mata Randy tak
pernah lepas menatap matanya selama bicara. Karin tak menyangka kalau
ternyata Randy bisa segentle itu. Cowok itu tak cuma tampan tapi juga
memesona. Tak ada kesan tengil apalagi playboy disana. Atau, apa Karin
yang telah buta?
Di dalam bioskop, ketika film sedang seru-serunya, tangan Randy
menggenggam erat jemari Karin dengan hangat. Melingkarkan tangannya pada
bahu Karin, lembut. Karin melayang. Melambung. Diam-diam dia menitip
harap setelah ini. Karin lupa, kalau ini hanya untuk sementara. Lupa
kalau dia membawa misi perdamaian dunia. Agar tak ada lagi cewek cewek
yang terluka karena Randy.
Sampai mereka pulang, Randy memang tak berkata apapun mengenai
kelanjutan ‘hubungan’ mereka, selain ucapan terima kasih dan seuntai
senyum menawan pada Karin. Tapi Karin yakin, kalau Randy akan menyatakan
cinta padanya suatu hari nanti.
***
Besoknya di sekolah, Nia sudah menunggu Karin di pintu kelas.“Bagaimana? Sukses valentinenya?”
Karin tak menanggapi pertanyaan Nia. Dia malah ngeloyor masuk sambil tersenyum lebar. Membuat Nia tambah penasaran.
“Lho, kok malah senyum?” tanya Nia heran. “Cowok itu menciummu?”
Karin melotot. Sorot matanya berbinar. Sekarang dia tahu, seperti apa
rasanya jatuh cinta itu. “Dia benar-benar romantis,” pekiknya,
tertahan.
“So sweet! Trus, kalian kemana, aja? Ngapain, aja?”
“Malam itu kami...”
Karin tak sempat meneruskan kalimatnya. Ponsel Nia tiba-tiba berbunyi. Call dari Randy.
Setelah beberapa menit bicara, Nia kemudian menutup telponnya.“Karin,
aku juga punya kabar bahagia! Randy mengajakku dinner ntar malam. Dan
dia juga berjanji nggak akan bikin aku nangis lagi,” cerita Nia separo
histeris.
Tubuh Karin membeku. Dunia seperti berhenti berputar. Asa itu
perlahan sirna dari hatinya. Dia tahu ini akan terjadi. Tapi tidak
secepat ini.
Melihat senyum kebahagiaan Nia dia tahu kalau dirinya pecundang.
Diam-diam Karin membatin sedih. Dia memang tak akan membuatmu menangis
lagi, Nia. Karena sekarang akulah yang dibuatnya menangis.
*** Selesai ***
No comments:
Post a Comment