About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Sunday, October 9, 2011

UBUD WRITERS AND READERS FESTIVAL ~ Djenar Oh Djenar...

Sebenarnya ini laporan pandangan mata yang gaje. Ga jelas bo… tapi cukup mengganggu pikiranku.

Sebelumnya aku mau jujur dulu. Aku ga baca satupun buku Djenar Maesa Ayu. Ga punya dan selalu gagal saat mau pinjem. Tapi kekontroversialannya yang termasyur kemana-mana membuatku tahu type tulisan-tulisannya.

Suatu ketika, aku menulis tentang seorang pelacur bernama Samy. Tapi bukan tentang pelacuran yang kubahas dalam cerpen itu. Cerpen bergenre misteri ini mengulas juga tentang sisi psikologis Samy. Thriller.

Dari 13 penulis dalam buku itu, (100 Topeng Kematian-Leutika Prio 2011). Hanya cerpenku yang didebatkan paling panjang. Bahkan hamper saja membuat buku itu gagal terbit. Memang sangat kecewa. Karena tokohnya memang pelacur, tapi ada sisi kemanusiaan di sana yang kuangkat.

Aku tidak berkaca pada karya siapapun. Karena saat itu aku termasuk ga pernah baca karya siapapun. Sangat jarang aku bertemu dengan buku karya penulis Indonesia. Hanya sesekali, tidak pasti enam bulan sekali majikan mengajakku ke Library dan membiarkanku meminjam 2 buku dari jatah 6 buku dari Library. Stok buku di Library juga terbatas. Yang kutemui kebanyakan adalah karya penulis Indonesia yang sudah di-malay-kan. Diterjemahkan dalam bahasa Melayu. Kalau sudah gitu… aku menyerah. Aku gagal pinjam. Pusing membaca bahasa malay. Meski agak mirip tapi beda.

Aku berkaca pada Djenar dan karya-karyanya yang meskipun tak kubaca. Pikirku, “Djenar aja bisa… kenapa aku engga?”

Aku tetap kekeuh tidak mengganti cerpenku dengan cerpen lain. Cerpenku yang berjudul Tamu Masa Lalu, secara tidak langsung lolos karena motivasi dari seorang penulis wanita bernama Djenar Maesa Ayu.

Aku kemudian pulang ke Indonesia. Sempat mencari-cari bukunya, namun apalah daya tinggal di kota kecil yang hanya punya satu toko buku kecil, itupun isinya buku-buku returan. (Ga niat banget yah? Hehehe…)

Sampai kesempatan berjumpa langsung dengan Djenar muncul di depan mata.

-oOo_

 Oh My God!
Begitu melihat nama Djenar dalam daftar penulis Ubud Writers And Readers Festivaol di Ubud, Bali. Aku langsung melingkari main program di mana Djenar akan berbicara di panel.

Minggu, 9 Oktober 2011. Mulai sekitar pukul 11 AM di Indus Restaurant, Ubud.

Hari itu sebenarnya jadwalku check out dan menuju bandara Ngurah Rai Denpasar yang jaraknya satu jam dari Ubud. Untuk penerbangan jam 15.15WITA. aku harus sudah check out jam 12 dan tiba di Bandara untuk Check in jam 2.

Tapi aku masih memaksa Mas Donatus, Swiestien dan Mbak Dela untuk menemaniku masuk ke panel Djenar yang saat itu bersama Mbak Avianti Armand dan Julia Suyahadikusuma.

Aku harus melihat Djenar dan mengatakan langsung padanya betapa dia memotivasiku. Tentu saja tak akan kukatakan aku belum membaca buku-bukunya. Hahahaha…

Di panel Djenar aku berjumpa Uthaya, sahabat baruku penulis dari Malaysia. Kukatakan pada Uthaya bahwa Djenar idolaku. Uthaya, seperti sekitar seratus hadirin (mayoritas bule… eh, ada Mba Clara Ng juga loh) agak heran melihat ‘idolaku’ yang saat itu mengenakan baju supermini, memegang sebuah rokok, menghadap sebotol bir yang terus mengalir ke mulutnya.

Aku tersenyum melihat keheranan Uthaya, apalagi saat moderator bilang bahwa Djenar itu udah jadi seorang nenek. Makin heran lah kawanku ini pastinya.

 “U got ur character, Djenar.” J

Tema panel kali ini adalah The Motherland. Bagaimana tanah air menyikapi karya mereka yang bisa dibilang banyak dibicarakan dan banyak dikecam.

Well, agak kecewa saat Djenar lebih memilih untuk bicara dalam bahasa Indonesia padahal aku bisa melihat jelas kemampuan bahasa Inggris Djenar. (Siapa aku? :D) Tapi selebihnya keren. Bunda Julia sih bahasa Inggrisnya TOP BGT. Tapi Mbak Avianti tuh waktu intro udah pakai bahasa Inggris, pertanyaan berikutnya kok jawabnya pakai bahasa Indonesia? :D

Hadeeeuh … aku kok malah ngomongin soal bahasa sih? *plak!

Moderator bertanya tentang karya-karya para penulis wanita itu,(yang disebut sebagian kalangan sebagai sastrawangi). Apakah sebagai penulis minoritas, mereka tidak merasa terancam?

Djenar jelas merasa tidak terancam sama sekali. Tentu saja, karena menurut Djenar dan beberapa hadirin, Djenar lah yang mengancam. Hahaha.. Aku kurang faham dalam hal apa ancam-mengancam itu berhubungan dengan sastrawangi. Karena bagaimanapun, meskipun aku bukan penulis betulan yang menguasai sastra. Tetap saja aku termasuk penulis wanita (dari kalangan buruh) dan berhubungan dengan sastrawangi.


Djenar sempat mengeluh begini : "Ketika saya menggunakan kata 'memek', semua orang ribut. Tapi ketika penulis lain seperti Putu Wijaya menggunakan kata 'memek' yang sama, media besar seperti Kompas pun tetap memuatnya."


Kupikir aku akan mendengar lebih tentang bagaimana sastrawangi yang dimaksud, namun panel banyak berisi candaan dari Djenar yang membuatku makin bingung.


Terutama saat salah seorang penulis pria dari Iran yang hadir, bertanya tentang kebiasaan Djenar (dan ditunjukkannya saat itu) minum, merokok dan keluar malam.


Djenar mengaku ia nyaman menjadi dirinya. Bahkan hal ini ia tegaskan pula pada -mantan- suaminya. Bagaimana Djenar tidak suka dia dilarang-larang. Itu sebabnya mereka berpisah. *maaf aku jadi ngegosip.

"So, I ask you. If your husband drunk and come home late, are you going to allow him?" tanya penulis dari Iran itu.

Djenar mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. "Of course!"


"All the best!" sahut si Penulis Iran, mendoakan Djenar.


Aku nyengir aja. Semua hadirin bertepuk tangan.

Aku suka saat Djenar mengatakan bahwa dia malah senang kalau karya-karyanya dibicarakan (dikecam) karena bagaimanapun efek sampingnya adalah publikasi terhadap buku-bukunya. Iya juga yah… Pinter dia. :D

Aku jadi makin penasaran dengan apa yang ditulisnya selama ini. Aku menunggu karyanya berikutnya. 

Saat ada yang bertanya apa yang sedang dia tulis sekarang? 

Djenar dengan enteng menjawab, "tergantung siapa yang saya tiduri." Setelah itu ia mengaku ia sedang menulis dua scenario dan satu novel berjudul “Ranjang”. 

Di bagian ini, Djenar agak curhat dengan bercanda.

"Novel ini sudah saya kerjakan selama 5 tahun, namun mentok. Mungkin karena selama ini saya hanya tidur dengan satu orang saja... Setelah event ini, saya akan tidur dengan lebih banyak orang biar novel saya cepat selesai." katanya.


(Kamu percaya?)

Hmmmm… 
Mungkin selama aku belum baca, aku hanya akan menganggap Djenar menulis tentang itu-itu aja. Hehehe…

Aku seneng banget ketika kesempatan untuk ngobrol dan berfoto ria muncul juga. 


"Mbak Djenar, makasih ya udah menginspirasi saya..." kataku dengan Pede-nya tapi Djenar malah dengan ramah menyambutku. Bahkan tak sungkan memelukku. Ah... satu lagi yang harus kulakukan kalau aku jadi penulis tenar seperti Djenar. TETAP RENDAH HATI.

-oOo-


Kesampaian sudah keinginanku yang terakhir di acara UWRF ini. Aku akhirnya dapat meninggalkan Ubud dengan tenang. (Apalagi Pak Agung udah menunggu dengan was-was di depan Indus, kuatir aku ketinggalan pesawat. Untung aja ga sampai ketinggalan pesawat… Wuih…)

Kutinggalkan Ubud saat panel Andrea Hirata dimulai. Sayang sekali yah? Tapi minimal aku udah cukup banyak kali ketemu dan ngobrol ma Mas Andre… :D *jangan pada iri yah…?

UWRF coooool… Moga tahun depan diundang lagi. Hehehe… Padahal nulis aja masih tertatih niiiihhh… Tunggu karyaku… Siapa tau aku bisa sekeren Djenar.

 Ayo Djenar, tahun depan ngomongnya pakai bahasa Inggris yah! Aku tau kamu bisa…! :)

UBUD WRITERS AND READERS FESTIVAL ~ Ga Bisa Jalan-jalan

Bali... Sejak zaman dahulu kala aku sudah terpesaona. (tepatnya kapan, itu buat rahasia :))

Saat Buku Karenina Singa Bauhinia meledak, bahkan pemberitaan di Luar negeri dan dalam negeri terus mengalir. Ada rasa takut... takut bahwa karyaku dibicarakan karena keanehannya. Seorang Babu melahirkan buku. Itu sudah sangat aneh di mata orang-orang.
Namun lama-kelamaan aku menikmati. Secara tidak langsung buku ini terpublikasi dengan baik. Bahkan banyak orang -- bukan hanya BMI, mulai mencari. Terakhir aku mengirimkan buku ini pada Profesor Makoto Ito, seorang peneliti BMI di Jepang. Dengan begitu bertambah panjanglah daftar negara yang sudah terdapat penggemar Karenina. (cieee...)

Selain Hongkong dan Singapore. Juga Korea, Taiwan,  Amerika, Inggris Raya, Nederland, Philipina, Mesir dsb. (Di Ubud seseorang dari Australia menemuiku dan membeli buku ini langsung. Luarbiasa.)

Kemudian suatu ketika di bulan Maret 2011, Janet DeNefee, founder UWRF mengirim pesan via inbox. Ia melihat berita tentangku dan buku KSB di The Jakarta Post. Menanyakan kesediaanku untuk hadir di Festival di Ubud Bali ini. Aku langsung mengiyakan. Dan mengalirlah email demi email dari panitia. 

Tiket Garuda PP Yogyakarta-Denpasar telah disediakan panitia. Begitu juga Akomodasi. Aku mendapat jatah penginapan di Villa  SOULSHINE  di Lod Tunduh, Ubud.

Tanggal 5, jam 1 pagi aku berkendaraan motor menuju Bandara Adi Soetjipto, mengejar penerbangan jam 8 pagi. Tiba di Bali 1 jam kemudian... jam 10 pagi. (ada perbedaan waktu 1 jam antara Jogja dan Bali). Di Bandara Ngurah Rai, aku dijemput oleh Pak Parma. Yang langsung mengantarkan aku ke Villa yang ternyata milik seorang penyanyi USA, Michael Franti. Seorang penyanyi aliran Reggae yang lirik lagunya mayoritas tentang kemanusiaan.

Villa yang terletak jauh menjorok ke dalam ini susananya tenang banget. Sengaja tidak disediakan televisi di kamar. Hiburan satu-satunya hanya suara gemericik air gunung yang mengalir ke sungai di bawah Villa. Alirannya kecil tapi konsisten. Ada terus.

Ada Wi-Fi di cafe tapi aku lebih memilih ngadem di kamar memakai modem. Kamar dengan double bed ini aku tempati sendiri. Aku kadang melihat penghuni hotel lain tapi benar-benar tak sempat menyapa karena aku harus berlari-lari mengejar jam panel dan diskusi.

Main venue ada di Jalan Sanggingan. sekitar 15 menit naik motor sewaan dari Lod Tunduh. Yep. Aku memang terpaksa menyewa motor karena di Ubud ga ada angkutan umum. Kalaupun ada, itu berupa Taxi. Tapi jangan mencari taxi yang berupa mobil berplang TAXI di atasnya. Taxi di sini adalah mobil-mobil pribadi yang ditawarkan oleh 'yang punya' untuk transport tamu. Tapi karena kantongku cekak,.. ga mampu bayar Rp. 50.000/trip jarak jauh dekat sekitar Ubud. Aku memilih menyewa motor yang murah meriah. Rp. 35.000 udah bisa jalan sehari-semalam. 

Festival ini Luarbiasa keren! Saking padatnya acara panel diskusi sampai benar-benar ga ada waktu untuk Shopping. Boro-boro jalan-jalan... huuuuh.... Padahal udah di Bali. Tapi karena niat kedatangan kali ini adalah menuntut ilmu. Maka terpaksa menerima kenyataan... :'(

Bahkan ada rasa beraaaaaaaaaat saat tanggal 9 harus meninggalkan Ubud... Meninggalkan Bali... Diantar oleh Pak Agung (provide dari Villa) ke Bandara Ngurah Rai. Mengejar penerbangan Garuda Indonesia jam 3.15 ke Jogja.

Lain kali pasti ke Bali lagi untuk wisata.

-oOo-

Saturday, October 8, 2011

UBUD WRITERS AND READERS FESTIVAL ~ Semua Buleeeee

Sabtu, 8 Oktober 2011. Jam 12 30. Jadwalku ngomong. 3 hari sebelumnya, aku udah gugup. ><

Kacau... kacau... kacau. 

Sabtu pagi aku terbangun dengan perasaan ga karuan. Ingin rasanya peluk Mbak Dela Bungavenus yang kusuruh nemenin nginep di hotelku. Tapi orangnya masih OTW. Belum nyampe Ubud. Huaaaahhh... I need as much support as posible. Secara event kali ini lain daripada yang lain. Meskipun Bali itu Indonesia, tapi UWRF semua panel dalam bahasa Inggris.

Sempat was-was dan sengaja menyemangati diri sendiri. Ayo Nessa... Kamu bisa! Kalau sukses aku traktir kamu bakso malang! Hahahahaha...

Aku yakin bakal ada yang nerjemahin sih... (Kalo bukan Mbak Idha Maryam ya Pak Panji) Tapi aku BMI Singapore gitu loh... masa ngomong Bahasa Inggris perlu penerjemah. Bisa diketawain semua BMI Singapura.

Penulis 'dari' Singapura ada dua orang. (Kesalahan teknis tuh... aku penulis Indonesia... >< bukan Penulis Singapura). Aku sama O Thiam Chin. Tapi entah kenapa O ga muncul di panelku padahal aku butuh banget support dia. Beruntung aku ketemu Pak Jamie (Jamie James- Penulis Rimbaud in Java). Aku curhatin semua-muanya... Dia kasih aku suntikan semangat.

Pak Jamie kurang lebih ngomong gini : (dalam bahasa Indonesia yang fasih)
"Ayolah kamu bisa. Anggap saja kamu ngomong sama teman. Kamu omongkan aja apa yang kamu rasakan. Nanti juga bisa. Pasti bisa."

Terima kasih banyak Pak Jamie... :D

Kira-kira sepuluh menit kemudian Mbak Dela muncul di Leftbank. Syukurlah.... Aku langsung merasakan semangatku naik ke titik 95%. I need it!

30 menit sebelum panel, aku, mbak Rida, Mas Sandy dan Jaladara udah ngumpul dan briefing dikit sama Mbak Rosa yang jadi moderator acara kali ini. Agak deg-degan tapi setelah aku duduk di depan mimbar, semua smooth-smooth aja. Ga ada lagi rasa takut, bahkan aku bisa ceplas-ceplos ngomong dalam bahasa Inggris dengan lancar tanpa ada yang ngetawain (kecuali pas aku ngebanyol) :D

Selama acara berlangsung semua orang serius mendengarkan, bahkan muncul pertanyaan-pertanyaan --yang untungnya ga susah dijawab. Huwaaaahh... KEREN!

Setelah acara banyak yang ngajakin ngobrol. Sampai bingung mengingat siapa aja, Paul, Tony, Uthaya, Dian FLP Bali, dll... Big Thanks! 

Karena acara sukses... Aku dapat traktiran BEBEK BENGIL dari Mbak Dela Bungavenus. Oh Yeeeaaaaahhh! Thanks Sist!

Aku ceritain tentang UNDER THE RUG di note lain yah... Keep Writing! :D

-oOo-