Membincang Karya TKI
Bilik Sastra mengudara mulai Minggu, 16 Januari 2011 pukul 13.05 sd 14.00 WIB. Siarannya melalui live streaming VOI, http://id.voi.co.id/. Siaran kedua yang merupakan launching secara resmi dilaksanakan 23 Januari 2011, langsung dari Pusat Dokumentasi Sastra HB Yasin Taman Ismail Marzuki.
Program
Bilik Sastra VOI RRI, ditujukan untuk membincang karya mereka yang
sedang berada di mancanegara. Setiap hari Minggu pukul 13.00 – 14.00,
kru VOI RRI Bilik Sastra mengudara, membacakan dua cerpen yang masuk.
Kemudian kedua cerpen itu akan dibincang oleh Pipiet Senja melalui
sambungan telepon atau Skype.
Sejak
terlibat dengan Bilik Sastra ini, sebagai pembincang bertambahlah
aktivitasku alias urusannya. Jika sedang di rumah, tidak masalah bisa
dilakukan melalui Skype. Bahkan saya acapkali sengaja hadir
menyemarakkan kru VOI RRI Bilik Sastra di studio, jalan Merdeka Barat.
Jumpa dengan rekan-rekan, para angkasawan dan angkasawati; Mas Prapto,
Mas Rizal dkk. Mereka yang selalu bersemangat dan, aku bergabung
membincang karya secara langsung.
Masalah akan timbul jika aku sedang bepergian dan itu acapkali terjadi. Karena kebanyakan urusan undangan seminar atau workshop kepenulisan ke luar daerah atau mancanegara adalah akhir pekan, termasuk hari Minggu.
Ketika
aku berada di kawasan pedalaman Sumatera, umpamanya. Tak ada sinyal,
tak bisa akses telepon apalagi internet. Jadi, aku menyempatkan lari
dulu, tepatnya dilarikan oleh seorang panitia ke kawasan kota. Barulah
aku bisa Skype-an atau telepon, bincang karya yang ditampilkan pekan
itu.
Demikian
pula ketika aku berada di Singapura. Mereka sama sekali tak bisa
menghubungiku, bahkan aku lupa telah mengganti simcard M3 dengan kartu
lokal. Dasar Manini, alamak, maafkan ya, Bilik Sastra!
Ketika
berada di Malaysia, aku sedang makan siang bersama keluarga Aninda
Lokeswari di sebuah rumah makan. Aku minta izin dulu, menunda acara
makannya, kemudian bergegas mencari sudut aman agar bisa dihubungi kru
Bilik Sastra.
Pernah
juga di tengah Tol, sinyal tidak tertangkap, jadi kendaraan yang
kutumpangi minggir lebih dahulu. Sampai aku selesai membincang karya,
kemudian barulah kami melanjutkan perjalanan.
Aktivitas
yang sangat unik ini menyenangkan hatiku menjelang usia senjaku. Kadang
jadi terkenang, seperti bernostalgia, ketika remaja pernah menjadi
seorang penyiar di Cimahi.
Dulu,
aku pun sering mengikuti acara yang disebut Pelangi Budaya dari RRI
Jakarta. Beberapa kali pula aku mengirimkan puisi remaja, kadang
dibacakan, tapi lebih banyak dilupakan alias dibuang, barangkali,
entahlah!
Pada
Bilik Sastra ini sama sekali tak ada istilah karya yang diabaikan
apalagi dibuang. Semua karya yang masuk akan dibincang, kemudian
diagendakan untuk dibukukan pada saatnya kelak.
Sesungguhnya
tidak hanya karya dari TKI saja yang berdatangan melainkan juga non TKI
lainnya seperti; mahasiswa, ibu rumah tangga, dan dosen luar biasa di
mancanegara, seperti Nostalgiawan dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Hanya saja, jika dihitung, ternyata TKI paling gencar menyerbu Bilik Sastra. Luar Biasa!
Sukaduka di Balik Wawancara Dengan TKI
Tak
kurang hebohnya, ada kisah lucu, dramatik dan mengharukan ketika kru
Bilik Sastra berusaha menghubungi TKI yang karyanya sedang dibincang.
Umpamanya,
di tengah wawancara tiba-tiba terdengar suara;”Aduuuuh!” Seruan itu
sungguh mengagetkan kami, para kru di studio. Sebelum kami bertanya,
tiba-tiba hubungan terputus total!
Belakangan
ketika ditelisik, TKI tersebut mengaku bahwa tiba-tiba kepalanya
digetok oleh cucu majikan lansia yang dirawatnya. Karena sang anak tidak
suka melihatnya bertelepon agak lama.
Nessa
Kartika, minta waktu kepada majikannya untuk ngumpet di kamar mandi,
kemudian barulah bisa tenang dihubungi kru Bilik Sastra. Tan Bahend
ketika dihubungi kru Bilik Sastra, hanya bisa melakukan wawancara sambil
mencuci pakaian di lantai atas, tepatnya di atap apartemen majikannya.
Mega
Vristian juga sengaja mengunci diri di kamarnya. Nyata terdengar
isaknya yang tertahan. Karena cerpennya berupa kisah nyata, tentang anak
asuh yang dirawatnya sejak bayi dan saat itu sedang berulang tahun
ke-17.
Dan banyak lagi kisah lucu, sekaligus mengharukan yang patut dibukukan. Demikianlah perjuangan para BMI kita di mancanegara!
Dewan Penjurian Cerpen
Sejak
sebulan yang silam, ada ide dari Bapak Kabul Budiono, karya yang masuk
sampai akhir bulan Juli akan diseleksi, dipilih dan dinobatkan sebagai
Cerpen Terbaik versi Bilik Sastra.
Rapat
pertama memutuskan bagaimana kriteria penjurian dan siapa saja yang
akan menjadi Dewan Juri. Rapat kedua, aku berada di Jogja jadi tak bisa
hadir. Akhirnya pada rapat terakhir, Jumat, 29 Juli 2011, terpilihlah
dua cerpen terbaik, dan berhak mendapatkan hadiah sbb; tiket
Jakarta-Hong Kong pp untuk pemenangnya dari Hong Kong, yakni Nadia
Cahyani, seorang BMI HK yang sedang berada di Ngawi. Tiket
Jakarta-Singapura pp untuk Nessa Kartika, BMI Singapura.
Hadiah
lainnya selain didatangkan dari tempat mereka berada adalah menginap di
hotel berbintang selama 3 malam, dan diikutsertakan pada acara Hari
Kemerdekaan RI ke-66 di Istana Merdeka.
Karena
sponsornya hanya untuk TKI, jadi tahun ini terpaksa karya-karya penulis
non TKI tidak diikutsertakan. Insya Allah untuk tahun depan
direncanakan untuk dinilai seluruhnya. Janjinya Pak Kabul Budiono loh,
hehe!
Demikian
pula cerpen yang pernah dibincang yang diambil dari buku antologi Surat
Berdarah Untuk Presiden, tidak diikutsertakan sebagai karya yang akan
dinilai. Menimbang bahwa karya-karya tersebut memang telah dibukukan,
terkait dengan poin perjanjian bersama penerbit.
Rapat
Penjuriannya lumayan alot, karena masing-masing juri berusaha
mempertahankan argumen atas pilihan karya terbaiknya. Jurinya terdiri
dari saya sebagai pembicang dan sastrawan, dari Pusat Pengajaran Bahasa,
Atmajaya; Paulina Chandrasari Kusuma, M.Hum. Satu lagi dari pihak
BNP2TKI, Nana, sebagai pendamping agar memudahkan izin cuti 3 hari untuk
dua pemenang tersebut.
Dari
12 cerpen yang dirating teratas, akhirnya terpilihlah karya Nadia
Cahyani dengan cerpen Silhuet Pahlawan. Satu lagi karya Nessa Kartika
dengan cerpen Kelereng Putih.
Kepada
Nadia Cahyani, BMI Hong Kong dan Nessa Kartika BMI Singapura, saya
mengucapkan; Selamat, ya, semoga kemenangan ini akan menambah daya lecut
yang hebat, agar kalian melahirkan karya-karya dahsyat di kemudian
hari!
@@@
No comments:
Post a Comment