About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Wednesday, December 15, 2010

[ANTOLOGI] SUAMI TEMAN


(KISAH NYATA) SUAMI TEMAN
Oleh. Nessa Kartika

Tahun 2005. Saya bekerja sebagai sekertaris di kantor sebuah perusahaan kecil-kecilan. Perusahaan yang bergerak di bidang marketing ini dulu mempunyai sebuah kantor mungil di Bekas Terminal Sapen Wonosobo.

Suatu sore atasan saya, Pak Haris menelpon ke kantor selepas jam makan siang. "Nes, nanti jangan pulang dulu. Ada temanku yang mau pinjam komputer kantor." Katanya. Saya cuma menyetujui saja.

Meskipun akhirnya saya terpaksa menunggu dan ini membuat saya bosan setengah mati. Saat itu belum ada yang namanya Facebook. Saya habiskan sore itu dengan main games di komputer kantor.
Suami pun berkali-kali mengirim sms, "Ma, sudah bisa dijemput sekarang?" tanyanya.
"Belum, orangnya belum datang." Jawab sms saya. Dalam hati bertanya-tanya kok lama sekali tuh orang.

Hujan lebat mengguyur kota Wonosobo sepanjang sore itu. Saya benar-benar bosan dan lapar... haha. Menyesal saya tadi menolak tawaran suami. Saya sms dia lagi. "Mas, jemput sekarang. Mama udah lapar." pesan saya. suami menjawab dengan dua huruf O.K.

Sore merambat petang. Adzan maghrib berkumandang. Saya pun berniat pergi wudhu ke WC umum di sudut kompleks. Saat itulah datang seorang pria seumuran saya, mengendarai motornya. Basah kuyup.

"Assalamualaikum, mbak." Sapanya di pintu kantor."Saya temennya pak Haris. Tadi pak Haris sudah kasih tau Mbak Nessa saya mau datang 'kan?" tanyanya.
Saya tersenyum lega. "Oh iya, Mas... Bapak udah telpon kok. Jadi gimana? Mau saya tungguin atau saya tinggali kuncinya saja?" tanya saya.

Pria itu terlihat sungkan. "Tinggali kunci saja, Mbak. Karena saya mau pulang dulu. Basah kuyup begini, mau duduk pun sungkan." Katanya sambil tersenyum simpul. Benar juga ya...?

"Oh ya udah... Silahkan." Kata saya sambil mengulurkan kunci kantor yang sudah saya copot dari teman-temannya, kunci lemari file dan kunci loker. Waspada itu perlu. Meskipun dia teman atasan saya. Kalau nanti terjadi apa-apa, saya juga yang bakal disalahkan. "Rumah Mas dimana?" Bukannya bermaksud SKSD. Tanya saja kan boleh.

Pria itu menyebut nama sebuah kampung di dekat kantor.

Ingatan saya langsung tertuju pada kawan sekolah SMA saya yang cantik, Rena. Yang juga tinggal disana. Saya dan Rena memang berkawan akrab. Beberapa kali Rena main ke rumah saya, seperti seringnya saya main ke rumah dia. Namun kontak kami putus setelah hari kelulusan.

"Saya ada teman yang tinggal di situ lho, Mas." Kata saya lagi, SKSD? Biarlah...
"Siapa, Mbak?"
"Rena. Kenal nggak Mas?"
Pria itu tertawa kecil, "Coba Mbak yang tanya sama Mbak Rena, Kenal Purwanto apa nggak."
Dahi saya berkerut, "Purwanto siapa, Mas?"
"Saya."
"Owalah..." Saya merenges."Iya deh, nanti kapan-kapan saya tanya. Sejak lulus sekolah, saya tak pernah ketemu sama Rena." Kata saya sambil mengumpulkan barang-barang saya, mau pulang. Kebetulan suami saya juga sudah datang. Perut saya sudah protes kelaparan. "Saya sudah dijemput. saya pulang dulu. Kunci kantor kasihkan pak Haris saja, besok pagi saya ambil tempat beliau."

"Iya, Mbak." jawabnya mengiringi kepergian saya.

Selanjutnya setelah mengunci kantor. Saya serahkan kunci itu padanya. Saya membonceng suami pulang ke selatan. Pria bernama Purwanto ini melarikan motornya ke arah sebaliknya.

Sejak hari itu saya tak pernah melihatnya lagi. Nama Purwanto hilang dari ingatan saya.

***

Tahun 2006. Di suatu akhir pekan. Saya mendapat sms dari salah satu kawan karib di  SMA saya, Ema. Dia mengundang saya dalam acara syukuran rumah barunya. Ema bilang, beberapa kawan akrab kami yang lain pun akan datang.

Dengan semangat 45 hari minggu saya meluncur ke rumah Ema. Maklum, sejak lulus sekolah di tahun 2002, kami benar-benar menjalani hidup kami masing-masing. Apalagi sejak satu-persatu dari kami menikah dan punya anak. Kami sibuk dengan rumah tangga kami masing-masing. Sangat jarang kami berkumpul kembali. Dan saat reuni seperti inilah jiwa muda saya selalu bergetar. Merindukan masa-masa sekolah yang indah.

Di rumah Ema, hadir pula beberapa kawan karib saya waktu SMK. Salah satunya adalah Rena. Ngobrol punya ngobrol kami tiba di topik pekerjaan.

"Aku kerja di perusahaan asuransi. Capeknya bukan main, tiap hari harus keliling nyari nasabah..." Kata Rena mengeluh. "Enakan kamu, Nes... Jadi sekertaris. Duduk aja manis di kantor..." Kata Rena lagi, kali ini pada saya.
Saya terperanjat. "Kok kamu tahu?" Jelas aja saya heran. Saya belum sempat cerita pada mereka tempat kerja saya, kok Rena sudah tahu.
Rena tersenyum usil. "Itu hari suamiku kan ke kantor kamu. Di rumah dia bilang, 'Mah, tadi aku ketemu teman kamu, Nessa.' gitu..."
Kening saya berkerut. Heran. "Siapa suami kamu?" Maklum, tempat kerja saya bergerak di bidang marketing ini dan itu. Jadi tiap hari saya ketemu banyak orang. Tapi meskipun begitu. Kalau salah satunya ada mengenalkan diri sebagai suami sahabat saya, Saya nggak bakalan lupa.
"Masa kamu lupa? Kamu kan ketemu dia sekali taun lalu..." Kata Rena sambil cengar-cengir, "Dia datang ke kantor kamu pinjam komputer... Sore-sore... Hujan-hujan..."
Taun lalu?? Ingatan saya langsung sibuk... "Purwanto?" Gumam saya nggak yakin saat menemukan sosok pria muda itu di sela otak saya.
Rena terpingkal-pingkal...
"Jadi dia suami kamu???" Saya jadi keki. Sudah tak diundang ke pernikahan mereka, Dikerjain pula...
Saya masih keki saat akhirnya kami berpisah, pulang ke rumah masing-masing. Dan kembali ke kehidupan kami masing-masing.

***

Akhir tahun 2006.

Biiip!

Handphone saya berkedip. sms.
"Ness, mau ikut takziah tempat Rena tak? Suaminya meninggal."
Membaca sms dari Nura salah satu teman SMA saya itu kaki saya langsung lemas. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.

Saya mengenang kembali sosok Purwanto, suami Rena. Saya benar-benar tak percaya. Siapa yang menduga bahwa pertemuan saya yang pertama dengannya akan menjadi pertemuan yang terakhir pula? Teringat pula bagaimana tawa bahagia Rena. Bagaimana nasib Rena dan putri mereka kelak? Saya sungguh tak kuasa membendung airmata dukacita.

Hanya Allah yang Maha Mengetahui umur makhlukNya. Kita tidak tahu kapan kita akan mati. Tapi dengan berusaha hidup sehat dan berfikiran positif tentu hidup lebih berarti.

"Setiap yang hidup akan merasai mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cobaan; dan kepada Kamilah kamu akan kembali." (Surah al-Anbiya' ayat 35)

***
(nama tokoh sudah disamarkan/DIGANTI untuk menjaga privasi)


No comments:

Post a Comment