About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Monday, February 21, 2011

[ARTIKEL KORAN JAKARTA] jadi berita lagi

 by. Ririn Handayani
Mbak Bayu Insani Sani, Karin Maulana dan Nessa MetaKartika, ada nama kalian dalam artikel ini, "Songsong Nol Penempatan TKI" di Rubrik Gagasan Koran Jakarta hari ini. I'm so proud of you.....:) Selengkapnya lihat di sini ya http://koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=75826
Songsong Nol Penempatan TKI




Senin, 21 Februari 2011

oleh: Ririn Handayani

Kompleksnya persoalan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi yang tidak menemui titik temu akhirnya memaksa pemerintah bertindak tegas dengan melakukan pengetatan pengiriman TKI ke negara tersebut. Kebijakan yang berlangsung selama tiga bulan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sistem penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi sekaligus membenahi titik lemahnya. Komisi Rekrutmen Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arab Saudi pada 14 Februari lalu juga telah mengumumkan penghentian sementara penerimaan TKI.

Agen-agen perekrutan disarankan untuk tidak menerima visa kerja TKI. Jika ternyata langkah tersebut tak cukup efektif mereduksi masalah, bukan tidak mungkin pemerintah akan mengambil kebijakan yang lebih ekstrem yakni moratorium atau zero placement (penempatan nol). Jika akhirnya kebijakan ini terpaksa diambil, zero placement ke Arab Saudi patut diapresiasi karena sejak lama masyarakat sudah meminta pemerintah memberlakukan moratorium atau penghentian pengiriman dan penempatan TKI ke negara tersebut. Di negara yang menjadi pengimpor pembantu rumah tangga (PRT) terbesar dari Indonesia ini, diperkirakan sekitar 3,3 juta TKI bekerja sebagai PRT atau sekitar 70 persen dari total TKI yang bekerja sebagai PRT di seluruh negara tujuan.

Ironisnya, di negara ini pula Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat, sepanjang 2010 hingga 1 November, dari total 3.835 kasus penganiayaan yang menimpa TKI terbanyak terjadi di Arab Saudi, yakni sebanyak 55 persen. Begitu juga dengan pelecehan seksual yang mencapai 68 persen. Tak hanya itu, TKI yang pulang dalam kondisi cacat, pulang dalam kondisi hamil atau membawa anak hasil hubungan gelap atau karena ulah majikan, TKI yang bekerja bertahuntahun tanpa digaji, bahkan pulang tinggal nama, terbanyak juga dari Arab Saudi. Berbagai catatan memilukan ini lebih dari cukup untuk menyambut gembira kebijakan penempatan nol ke negara tersebut.

Namun, sejumlah persoalan juga akan muncul jika kebijakan benar-benar dilaksanakan. Setelah penghentian pengiriman tenaga kerja, pemulangan TKI yang overstay atau telah habis masa kerjanya dan pulangnya para TKI yang akan segera habis masa kontraknya, bisa dipastikan jumlah pengangguran di dalam negeri akan bertambah signifi kan. Bukan tidak mungkin, tanpa langkah antisipatif yang konkret dan tepat sasaran, pengangguran baru tersebut akan menambah deret panjang daftar orang miskin di negeri ini. Sejumlah persoalan lain dipastikan akan segera menyusul dan semakin kompleks.

Masih Menjadi Pilihan

Ketidakmampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi warga negara membuat bekerja sebagai TKI menjadi alternatif terbaik bahkan lapangan kerja favorit masyarakat saat ini. Meski sejumlah kasus yang menimpa TKI terus mencuat, animo masyarakat justru meningkat. Ketika kebijakan moratorium ke Arab Saudi diberlakukan, maka sejumlah negara lain akan menjadi tujuan berikutnya. Beberapa negara yang menjadi “surga” bagi para TKI yang bekerja sebagai PRT antara lain adalah Singapura, Hong Kong dan Taiwan.

Cukup bertolak belakang dengan kehidupan PRT di Arab Saudi yang acap mengalami penyiksaan dan penindasan, para buruh migran di tiga negara tersebut justru bisa bermetamorfosis secara dinamis untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik sekembalinya ke tanah air. Dengan perlindungan hukum yang jelas dari negara tempatnya bekerja, selain memperoleh gaji dan perlakuan yang layak, mereka juga memperoleh kesempatan untuk beraktualisasi dan mengembangkan potensi diri. Sejumlah TKI mempergunakan kesempatan tersebut untuk melanjutkan studi bahkan hingga jenjang perguruan tinggi (salah satunya melalui Universitas Terbuka).

Ada pula yang menjadi penulis bahkan merambah dunia perfi lman seperti Bayu Insani Sani, Karin Maulana , Nessa MetaKartika dan kawan-kawan. Buruh migran di tiga negara tersebut juga sangat familiar dengan internet. Beberapa bahkan mendapat fasilitas ini langsung dari majikannya. Bandingkan dengan PRT di Arab Saudi yang telepon seluler saja tidak boleh membawa apalagi meminta fasilitas tersebut pada majikannya. Pemerintah setempat bahkan melarang pemerintah Indonesia yang beberapa waktu lalu berencana memfasilitasi TKI di sana dengan telepon seluler.

Agar persoalan di Arab Saudi tidak terulang, pemerintah harus melakukan sejumlah langkah strategis mengingat gelombang pengiriman TKI ke negara lain diperkirakan akan meningkat jika kebijakan penempatan nol tersebut benar-benar diberlakukan. Apalagi, permintaan TKI di luar negeri seperti Malaysia masih sangat tinggi. Indonesia patutnya mencontoh Filipina, yang profesionalitas managemen pengiriman TKI mereka ditingkatkan. Sejak persiapan pemberangkatan, selama bekerja di negara tujuan hingga kembali ke tanah air. Calon TKI harus benar-benar siap untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta memahami aspek perlindungan terhadap diri sendiri.

Ini akan meningkatkan posisi tawar TKI itu sendiri. Sudah selayaknya warga negara yang memilih bekerja sebagai TKI mendapat perlindungan dan dukungan optimal dari negara. Mereka sudah mengurangi beban pemerintah bahkan justru membantu melalui remittance yang jumlahnya sangat signifi kan. Pemerintah juga harus bersikap kooperatif dan memiliki peraturan yang lebih konkret tentang TKI mengingat negara-negara seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan memiliki undang-undang yang secara tegas mengatur dan melindungi para tenaga kerja asing yang bekerja di negaranya termasuk mereka yang bekerja di sektor informal sebagai PRT. Jika mereka saja yang hanya menampung tenaga kerja kita sangat bertanggung jawab, negaranya sendiri seharusnya lebih bertanggung jawab.
Ririn Handayani
 

No comments:

Post a Comment