About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Monday, January 10, 2011

[FF] Ke Surabaya



By. Nessa Kartika

“Apa? kalian ingin Andin pergi ke Surabaya sendirian?” Tanya Andin pada orangtuanya. Mereka sangat menyayangi Nenek, itu sebabnya Andin heran orangtuanya beralasan sibuk dengan toko hingga tak bisa ke Surabaya menengok Nenek yang sedang sakit.

Orangtuanya mengangguk. Andin terpaksa setuju. Toh ia sudah dewasa, sudah duapuluhlima tahun dan ini bukan pertama kalinya ia bepergian sendirian.

***

“Sudah dibawa semua? Tak ada yang ketinggalan?” Tanya Bapak ketika mengantar Andin ke teras saat mobil jemputan dari perusahaan travel sudah datang.

“Insyaallah sudah, Pak.. Andin berangkat ya.” Pamitnya meraih tangan Bapak dan menciumnya.
“Salam buat Pakdhe sekeluarga. Telpon ke rumah kalau sudah sampai.” Seru Bapak. Andin mengangguk. Mobil travel itu pun melaju pergi.

***

“Cuma saya seorang ya, Pak Wal?” Tanya Andin pada sopir travel yang bernama Pak Wal. Sopir cadangannya bernama Pak Yun. Andin agak khawatir karena ia seorang wanita lajang. Namun ditepiskannya ketakutannya. Meskipun orang asing, dua orang sopir ini sudah pasti bisa dipercaya. Perjalanan ke Surabaya minimal limabelas jam, mereka harus mempercayai satu sama lain.

“Kita jemput penumpang lainnya dulu, Mbak Andin.” Kata Pak Yun. Membuat Andin lega.

Mobil berhenti satu jam kemudian di kota sebelah. Seorang lelaki yang umurnya sedikit lebih tua dari Andin bergabung. Andin tersenyum padanya untuk menghindari rasa canggung. Pria ini membalasnya dan mengenalkan diri. “Saya Pramono, Mbak. Ada acara keluarga di Surabaya. Mau ke mana, Mbak?”

Andin mengenalkan diri. Tak lama kemudian mereka sudah terlibat pembicaraan dari mulai basa-basi kawan perjalanan sampai cerita tentang tempat tujuan hingga ke hal-hal pribadi.

Meskipun baru mengenal, anehnya mereka serasa seperti kawan lama. Keakraban segera terjalin di antara mereka. Andai istilah ‘cinta lokasi’ berlaku pula untuk perjalanan mereka ke Surabaya… maka, itulah dia.

Tiba di Surabaya, limabelas jam kemudian. Pramono mengulurkan secarik kertas berisi nomor telepon sebelum turun dari mobil ketika tiba di tempat tujuannya. “Hubungi saya.” Katanya.

Andin menerimanya. Namun Andin tak yakin apakah ia akan pernah menghubungi Pramono nanti. Mobil melaju lagi, kali ini Andin merasa sendirian. Ada lobang yang tercipta di hatinya.

***

“Minggu depan ada tamu datang melamarmu, Nak.” Kata Bapak sebulan setelah Andin kembali ke rumah. Andin gamang. Hatinya senang namun juga sedih. Senang karena akhirnya ada laki-laki yang bersedia memperistrinya, sedih karena ia masih memikirkan Pramono.

Andin memang akhirnya tak pernah menghubungi nomor yang diberikan oleh Pramono karena takut tertipu. Bagaimanapun ia tak mengenal Pramono sebelum perjalanan itu. Lagipula Andin malu, Limabelas jam ke Surabaya mungkin saja tak berarti apa-apa bagi Pramono.

***

Tamu sudah datang,  Andin masih belum disuruh keluar. Ia menunggu dengan tak sabar, sesekali ditajamkan telinganya berusaha menangkap pembicaraan. Bagaimanapun ia ingin tahu seperti apa calon suaminya. Dalam hati Andin hanya bisa berdoa semoga diberi jodoh yang terbaik untuknya.

“Kemari, Nak…” Ibunya datang memanggilnya. Wajah ibunya tampak sangat gembira. Andin lega ia tak menolak perjodohan ini.

Betapa kaget ketika Andin mendapati Pramono duduk di sana.

“Andin, ini Pramono, anak Pak Santoso kawan lama Bapak. Kami sudah menerima lamaran mereka sejak lama, namun kami ingin kalian saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu hingga muncul ide untuk mengirim kalian ke Surabaya.”

***

Tamat

*Pas 500 kata

(For my Bezt Fren, Andin Firdausa... Moga cpt dapet ya, Non)

No comments:

Post a Comment