About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Friday, January 28, 2011

[CERPEN] Aku Menulis Untuk Anakku

Ketika Romo menyuruhku menikahi Andri aku merasa nyeri. Hatiku terbelah menjadi dua, simpati yang membuatku ingin menolak dan rasa cintaku pada pemuda itu yang membuatku ingin menggenggam uluran tangannya erat.

Andri seorang pemuda yang kuat dan tegar. Aku tahu itu dan aku yakin itu. Selama ini Andri selalu menyambangiku dengan senyum manisnya. Tak pernah ia mengeluhkan tentang pekerjaannya yang berdiri seharian di depan kompor panas pabrik roti kering milik Pakdhe Tarjo. Padahal Andri biasa bangun pagi buta setiap hari, lalu selepas sholat subuh ia dan kawan-kawannya memulai pekerjaannya memanggang dan melipat roti yang tak jarang melepuhkan tangannya.Tak satu keluhan pun ia lontarkan, karena ia selalu menyukaiku tersenyum. Andri pun selalu penuh senyum kala bersamaku. Senyum yang tak pernah membuatku jemu.

Jam tujuh pagi dan jam satu siang, Andri dan kawan-kawan akan datang ke rumahku untuk makan masakan yang sudah aku dan Bunda siapkan. Saat-saat itulah yang membuat aku dan Andri kian dekat. Semua tahu dan semua turut bersukacita ketika kami jadian. Namun, menikahi Andri adalah hal terakhir yang terlintas di kepalaku.

Kebersamaanku dengan Andri semakin tak terhitung. Kami mulai tak terpisahkan. Itulah sebab Romo menyuruh kami meresmikan hubungan kami ke jenjang pernikahan.

"Kamu sudah cukup umur, Rani. Lagipula Andri itu Romo tahu luardalam... dia itu pemuda baik. Saudara kita di Wonosobo tahu sepak terjangnya." Kata Romo berusaha meyakinkan aku. Separuh hati aku percaya, namun separuh hati aku meragukan masa depanku di tangan Andri.
Mampukah Andri menjadi imam keluargaku? Mampukah kelak Andri mendidik anak-anak kami? Hatiku berkata tidak.
Aku menggeleng. "Tidak, Romo. Rani tak akan menikahi Andri." kataku tegas.

Romo secara tidak langsung menyampaikan penolakanku. Sejak itu Andri menarik diri dariku. Aku melihat duka di mata Andri namun tak bisa berbuat apa-apa ketika seminggu kemudian ia mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan Jogjakarta. Meninggalkanku.

Keanehan mulai kurasakan, klise. Aku merindukan Andri.  Kehadirannya setiap pagi dan siang di rumahku seolah sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa kuhilangkan dari ingatan. Ketika kini Andri sudah pulang di kampungnya, aku selalu menanyakan kabarnya dari saudara yang datang dan pergi. Meski beberapa pemuda karyawan pabrik roti Pakdhe Tarjo mengutarakan ketertarikan mereka padaku, aku tak pernah menganggap serius.

Andri mulai menjadi patokanku dalam mengena setiap pemuda. Si ini tidak secakap Andri, si Itu tak setrampil Andri... dan lain sebagainya. Setiap malam aku menangisi penyesalanku. Di sela do'aku aku selalu menyelipkan nama Andri. Sebagai seorang gadis, tak mungkin bagiku untuk memanggil Andri kembali. Aku hanya bisa berharap meskipun aku tahu harapanku hanya setipis lembaran kertas, namun aku ingin Andri tak pernah melupakanku. Seperti aku tak pernah melupakannya.

***

Suatu sore, ketika aku sedang mengantarkan jajan pasar dan beberapa gelas kopi panas untuk karyawan Pakdhe Tarjo, aku melihat Andri. Andri bukan bekerja lagi di pabrik roti Pakdhe, ia hanya ke Jogjakarta untuk mengantar roti-roti pesanan karena Mas Ali yang biasa bertugas jatuh sakit dan harus menginap opname di Rumah Sakit di Wonosobo.

Kabar yang dibawa oleh Andri membuat kami semua memutuskan untuk pergi ke Wonosobo, menjenguk Mas Ali. Susah payah aku merayu Romo dan Bunda agar aku diijinkan ikut. Perjalanan ini merupakan kesempatan kedua bagiku untuk mengambil kembali hati Andri. Hati yang telah kuobrak-abrik. Aku masih berpikir bahwa hanya akulah yang dapat mengobatinya.

Syukur Alhamdulillah dugaanku benar, Andri pun masih menaruh hati padaku. Singkat cerita aku dan Andri berhasil meluruskan masalah di antara kami. Ketika Andri melamarku langsung. Aku mengangguk.

Aku tahu akan berat sekali jalan yang harus aku lalui. Aku mulai banyak membaca dan diskusi dengan Bunda dan Romo akan bagaimana hidup baruku nanti. Namun kekuatan cinta membuatku tahu, kami bisa.

***

Kami menikah secara sederhana di antara kerabat dan handai taulan. Beberapa teman begitu terharu hingga tak dapat menahan airmata mereka. Aku? Aku ingin menangis. Namun jika aku menangis, aku takut keluargaku mengira aku tak bahagia. Jadi aku hanya bisa tersenyum. Seperti halnya Andri yang terus tersenyum. Seperti yang kubilang, senyum Andri tak membosankan.

Kehidupan baruku dimulai di Wonosobo. Rasa rindu dan sepi karena tinggal jauh dari keluarga kutumpahkan lewat tulisan. Semua tulisan-tulisanku aku kumpulkan dan aku bahas dengan Bu Siti, guruku yang mendirikan Rumah Baca di sini. Putri sulungnya, Ani pun menjadi sahabat baikku. Selain kertas dan pena, merekalah yang menjadi tempatku berbicara.

Di sela tugasku sebagai ibu rumah tangga, aku selalu menyempatkan diri untuk menulis. Kekuatan-kekuatan yang diberikan oleh Bu Siti membuatku tegar dalam menjalani hidupku ini. Apalagi setelah Adit, putraku dan Andri lahir. Kesepian semakin mendesakku untuk menulis. Bu Siti-lah yang membantuku mengirim karyaku keman-mana. Berkali-kali karyaku ditolak oleh penerbit, namun aku tak menyerah.

Aku yakin setiap kegagalan hanya akan membuatku lebih tegar dan akan membuatku menghargai setiap keberhasilan yang kan kudapat kelak.

Setiap aku menangis Andri memelukku, berusaha menghiburku dan menyemangatiku. Seperti yakinku, ia adalah suami yang sangat baik. Dan aku tak sedetikpun menyesal telah menikahinya. Tak putus suamiku memberiku dorongan untuk jangan menyerah. Karena niatku tulus, menghasilkan uang untuk membelikan Adit alat bantu pendengaran karena ia seperti bapaknya, Bisu dan Tuli.

***

*Based on true story
Nama telah diganti untuk menjaga privasi.

(Airmataku tak berhenti berderai menulis ini)

Thursday, January 27, 2011

[PUISI] PRIA KESEPIAN




Dia adalah pria kesepian
Ocehannya nggak karuan
Tertawanya dipaksakan

Kesepian di hati
karena sahabatnya pada pergi
tak dihargai
org sekitar dianggap tahi
salah ia sendiri
; aku nggak rugi

Dia adalah pria kesepian
menertawakan diri sendiri
yang mencari perhatian
yang tak didapatkan
sebagai buah dari kesombongan

Singapore nggrundhel, 27 januari 2011
langit nggrundhel...
penulisnya ikut nggrundhel

*apa bahasa Indonesianya Nggrundhel?

Tuesday, January 25, 2011

[PUISI] HILANG

Saat hati menjadi batu
kata menjadi duri
apa bisa duri menusuk batu?

saat maya menjadi kata
lena oleh puja
logika tiada
kejujuran hampa
langit tak bermakna

semua di sekitarnya
hilang...

Singapore, 25 januari 2011
utk sahabatku yang hilang


Monday, January 24, 2011

[PUISI] Setahun Kemarin


Di ujung hujan ini setahun kemarin
dengan ribuan sajak tercipta dari birunya hati
bersama angin laut menebar tepi
kurengkuh hati bernyanyi tentang sepi
jiwa yang menyalakan kobar di dua mata
menarik aku dengan kesederhanaan sebuah kata
: setia


kupuja engkau dan cara laut memujimu
bertukar bahasa hati tanpa berrahasia
menukar candatawa yang tak seharusnya milik kita
lalu biru pergi
temaram mengunci pintu hati
tak mungkin kebahagiaan ini kita miliki
jadi : sudahi saja.


Mungkin aku memberi kau luka
namun aku pun terluka sama dalamnya
di puncak pedih kukirim kata
: Kau dan aku tak tercipta satu
aku yakin di penghujung hujan kau dapati pelangimu

Itu,
Setahun kemarin.


Singapore, Jan 4,2011
Me and Memory of Rain

Don'T

[ANTOLOGI] Indonesia Memahami Kahlil Gibran



Gibran Sebagai Tonggak Kekuatan Dan Semangat Seorang Buruh Migran Indonesia.
By. Nessa Kartika*

Kahlil Gibran adalah salah satu sosok yang karya-karyanya begitu menginspirasi saya. Menyatu dengan jiwa saya dan mengajak saya untuk mengindahkan hidup yang pada kenyataannya tak indah. Sebagai seorang Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Singapura, saya tak mempunyai kehidupan pribadi. Semua hal pribadi sebatas imajinasi. Dunia maya pun akhirnya menjadi satu-satunya dunia saya berkreasi.

Semua karya Kahlil Gibran yang pernah saya baca memang tak terekam utuh dalam benak saya, tapi saya mengingatnya. Dan semua mengalir dalam imajinasi saya dengan cara saya sendiri... Saya menuliskannya dengan bahasa saya. Walaupun mungkin tidak dianggap sastra, tapi itulah karya saya. Karya yang lahir karena pengaruh seorang Kahlil Gibran yang karya-karyanya menjadi wacana masa muda saya. Saat ini memang saya tak bersanding dengan satupun buku Kahlil Gibran, hanya terkadang membaca karya-karyanya yang abadi di Internet. Karyanya yang mengulas tentang cinta, hidup, agama dan apa saja... membuat saya kagum. Pantas jika Kahlil Gibran menjadi satu tokoh yang menjadi sumber inspirasi dengan keindahan kata-katanya.

Saya Warga Negara Indonesia yang berada di Singapura. Meskipun karya-karya saya sederhana, jauh dari karya-karya Kahlil Gibran. Namun Kahlil Gibran selalu di hati saya... Beberapa tulisan Kahlil Gibran begitu tepat mengena dalam kehidupan nyata saya maupun dalam karya-karya saya, wajar jika saya sering menyelipkannya. antaranya di buku duet saya dengan kawan maya saya, Karin Maulana. "Karenina Singa Bauhinia" :

ada hal hal yg tidak ingin kita lepaskan
orang orang yg tidak ingin kita tinggalkan
tapi ingatlah melepaskan BUKAN akhir dari dunia
melainkan awal suatu kehidupan baru

-Kahlil Gibran/Karenina Singa Bauhinia hal.23-

Saat menulis ini, mungkin Gibran tak terpikir bahwa suatu hari nanti tulisan ini akan menjadi tonggak kekuatan dan semangat seorang buruh migran Indonesia yang tadinya berat meninggalkan keluarganya di Indonesia untuk mengadu nasib ke Luar negeri. Kata-kata itu membuat saya yakin bahwa untuk maju, saya harus mau berkorban. Saya yakin karya Kahlil Gibran bukan hanya menyemangati saya, tapi juga jutaan orang lainnya. Di Indonesia... dan di seluruh dunia.

Singapore, 24 januari 2011

Sunday, January 23, 2011

[ANTOLOGI] ~~ 100 TOPENG KEMATIAN ~~

Karena dunia adalah sebuah panggung (William Shakespeare), maka setiap manusia berusaha mengelola kesan (Erving Goffman), dengan menyembunyikan kesejatian diri kita (Sigmund Freud). Ini usulan perspektif teoretik bagi teman-teman yang hendak membuat catatan kritis terhadap buku ini. (Sakban Rosidi Saminoe)



KUMPULAN CERITA MISTERI DAN KRIMINAL
*copas dari notes bang aji


100 TOPENG KEMATIAN

Segenggam luka hanyut,
lalu muncul perih
Sepotong nyawa hilang,
lalu mendekam dalam bayang

Sinopsis Buku :

Topeng-topeng berbentuk wajah-wajah manusia sarat dengan berbagai macam ekspresi. Ada rona bahagia, tawa, sedih, sinis, marah dan ekspresi-ekspresi lainnya.
Topeng hanya menyimpan satu macam ekpresi. Topeng tidak akan pernah menyimpan keambiguan ekspresi. Tak ada manusia mana pun yang tak pernah memakai topeng. Manusia selalu mengganti topengnya sesuka hati, dan membuangnya begitu saja jika tidak dibutuhkan, dan manusia tidak memakai topeng sesuai yang dirasanya, sangat gombal dan pendusta.
100 Topeng Kematian, terlahir untuk menguak tabir di sebalik topeng pada diri manusia. Mengenali lebih dalam tentang kelicikan, kemunafikan, angkara nafsu dan kekejaman di sebalik topeng yang yang penuh ekspresi menawan, namun bisa mengakhiri riwayat hidup seseorang kepada kematian.
Judul buku ini terinspirasi dari salah satu cerita dari 12 cerita yang ditampilkan dalam buku ini yaitu karya Denny Herdy yang berjudul “Seratus Topeng dan Dua Wajah Marissa”.

PENULIS :

Nessa Kartika * Karin Maulana *
Itok K *  Israk Pedro
Tien Tarmorejo * Khoer Jurzani
Ade Anita * Agus Budiawan *
Denny Herdy * Jaladara
Ben Santoso * Dang Aji "UNSA"



[ANTOLOGI] KADO UNTUK INDONESIA

aslmualaikum wr. wb

tak terasa akhrnya hari yang dinantikan tiba juga, lomba KUI atau "KADO UNTUK INDONESIA" telah tiba di waktu yang dijanjikan yaitu pengumuman 100 naskah terpilih, yang dimana ide kecil saya ini ternyata disambut baik oleh kawan-kawan semua. dari support sampai dukungan doa, hingga awalnya saya hanya termenung melihat update peserta sedikit sekali, lalu saya buka google, info  lomba sayapun belum muncul, dengan bertanya sana-sini bagaimana saya bisa gratis mengiklankan lomba ini pada blog atau situs-situs lomba. dengan bantuan teman-teman, akhirnya lomba mulai disebar ke notes masing-masing, lalu ke blog-blog yang sangat perduli tehadap info lomba menulis, sampai saya harus ke luar kota untuk memprintkan naskah lomba lalu  memfotocopykan dan menyebaranya ke sekolah-sekolah. perjuangan ini ternyata tak sia-sia, di ujung deadline ternyata antusias peserta yang sampai target 100, membludak mencapai 200 lebih. maka harapan saya pada pihak yang TIDAK SETUJU denga lomba ini baik melalui SMS, EMAIL, dan komentar di FB, kiranya "JANGAN ikut lomba saya, TAPI doakan agar saya bisa berjalan lancar" namun yang namanya orang tidak suka, ya tetap saja tidak suka. entah apa karena iri atau karena memang tidak suka hingga mungkin saya pernah melukai pearasaanya tanpa saya ketahui dengan musabab.

dari awal saya bilang, lomba ini kenapa harus memakai uang 25.000,- ?
saya buat Nb. di info lomba bahwa uang itu untuk modal biaya penerbitan. hingga akhirnya saya dibuat haru, saya ditawarkan oleh mas Bayu Angora, dia siap menjadi Cover buku itu tanpa harus dibayar, karena ini adalah sebuah Kado untuk Indonesia, lalu muncul juga sastra Linggau bang Ferry A, dia menawarkan untuk hadiah lomba juara dia akan mengirimkan karya Novelnya, kamudian Mas Abdul Majid Kamaludin juga igin mengirimkan buku antalogi cerpen & puisi karya penyair muda untuk juara. kemudian saya menghubungi bang Yadhi Rusiadi Jashar untuk Jurinya. dan bang Yadhi pun sama dia tidak minta untuk di bayar, dia bilang, cukup karya ady saja yang dibukukan dan  paketkan ke alamat, karena buku karyamu lebih bermanfaat" dan walaupun sampai saat ini ada beberpa peserta yang belum mentrasnfer uang pendaftaran "_"

kawan-kawan dan peserta lomba KUI, ini semua saya tulis, demi perjuanga dan perjalanan dalam proses pembelajaran kita semua, agar kiranya "UNTUK SALING MENGHARGAI"

saya hanya ingin mengucapkan,terimakasih kepada:

1. Peserta
2. Dewan Juri bang Yadhi Rusmiadi Jashar
3. bang Ferry AM atas novelnya
4. Abdul Majid Kamaludin atas Antalogi KUMCER & PUISINYA
4. Para blog yan telah mengiklankan lomba ini

degan mengucap alhamdulillah lomba KUI saya tutup.
INILAH JAWARA KUI BERIKUT SKORNYA.

1. Datang Tak Dijemput Pulang Tak Diantar  OLEH : HUSNI HAMISI (total skor 174).
2. Indonesia dalam Naungan Doa Kami  OLEH:  MUHAMMAD HADDIY (total skor 171).
3. Pada Jantung yang Keropos  OLEH: HYLLA SHANE GERHANA    (total skor 166).
4. Kunyanyikan Lagu Paling Gula OLEH ARIF FITRA KURNIAWAN (total skor 165).
5. Jalan Menikung ke Limbur Mengkuang OLEH: JUMARDI PUTRA  (total skor 163).



sebelum membaca siapakah TOP 10 DAN JAWARA CIPTA PUISI "KUI", maka baca ini terlebih dahulu.

 SEPENGGAL CATATAN:
DI BALIK PENGUMUMAN TOP 10 DAN JAWARA CIPTA PUISI "KADO UNTUK INDONESIA"

oleh : Dewan Juri
Yadhi Rusmiadi Jashar

Assalamualaikum wr. wb.

Penghuni Rumah Puisi yang Terhormat,
Sungguh berat untuk menentukan sepuluh besar karya puisi para peserta cipta puisi "Kado untuk Indonesia", apalagi menentukan The Big Three dan jawaranya. Namun beban yag berat itu tetap diemban dengan mengenyampingkan unsur subyektifitas personal baik itu unsur perkawanan atau unsur perkawinan, perasaan atau perasanan (deal), dan kesilapan (kurang teliti) atau kesilauan (pada nama). Saya bersyukur, penyelenggara hanya memberikan puisi tanpa nama pemuisinya. Ini memudahkan otak bekerja tanpa terpengaruh hiruk-pikuk di luaran.
Saya pernah membaca bahwa keindahan sebuah puisi disebabkan beberapa hal, misalnya inovasi-inovasi dalam pengucapan, pemilihan teknik dan ketepatan ekspresinya, atau ekspresi yang dikandung dalam puisi itu sendiri yang banyak menggambarkan perasaan, pengalaman jiwa, ataupun tanggapan evaluatif penyair terhadap lingkungan di sekitarnya. jadi, ada benarnya perkataan Rifaterre bahwa puisi merupakan representasi dari realita kehidupan yang dipindahkan penyair ke dalam untaian kata indah. Dengan kata lain, puisi adalah tiruan (mimesis).
Membaca lebih dari 200 puisi peserta, beberapa catatan perlu dikemukakan di sini. Pertama, beberapa karya ada yang kuat di larik-larik pertama, namun mengendur di akhir puisi. Kedua, ada pula yang memaksakan diri berpanjang ria sehingga puisinya kehilangan fokus. Ketiga, sebaliknya ada puisi yang mengangkat ide besar yang hanya ditulis dalam dua atau tiga paragraf, dalam artian puisinya belum selesai, masih bisa dieksplorasi kemungkinan-kemungkinan mengembangkannya. Keempat, disayangkan sekali, ada puisi yang bagus tetapi kurang sesuai dengan tema. Kelima, terlalu boros menggunakan tanda baca, terutama tanda titik (.), tanda koma (,) tanda seru (!), dan tanda tanya (?). Keenam, gramatika (tatabahasa) dan eyd kurang diperhatikan. Walau, dalam puisi dikenal istilah penyimpangan gramatika dan Licencia Poetica, unsur ini tidak lantas harus diabaikan peserta (contoh yang paling nyata, peserta tidak mampu membedakan /di/ sebagai imbuhan; ditulis serangkai, dan /di/ sebagai kata depan; ditulis terpisah ). Ketujuh, Pemborosan ditemukan juga dalam pengulangan kata yang sudah disebutkan di muka atau mengulang menuliskan kata yang memiliki makna referens yang sama (contoh sederhana, klausa "aku berjanji pada diriku sendiri" dalam puisi cukup ditulis "aku berjanji pada diri", sebab kata /ku/ dan /sendiri/ sudah ada acuannya, yaitu "aku". Bukankah puisi adalah pemadatan?).

Penghuni Rumah Puisi yang Terkasih,
Untuk menambah wawasan kita, ada baiknya dikemukakan pendapat Rodman Phillbrick berkaitan dengan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses menulis kreatif puisi. Pertama, perencanaan. Walau ada beberapa penyair yang tidak butuh ini, tetap saja kita harus meluangkan waktu 5 atau 15 menit atau lebih untuk merencanakan menulis puisi. Mulailah menulis, misalnya menulis sesuatu yang menarik perhatian. Bisa hujan yang turun, daun kuning yang luruh, air sungai yang mengalir, malam yang hening, Gayus yang plesiran, atau momen lain yang menarik perhatian. Kedua, memastikan bahwa objek yang ditulis penting artinya untuk dipuisikan. Ini sangat relatif. Ketiga, jika tiba-tiba sumbu-sumbu imajinasi di otak tersumbat, ide tidak mengalir, melakukan relaksasi penting. Berjalan-jalan sambil meregangkan otot di pekarangan rumah, melihat lalu lintas kendaraan, memberi makan peliharaan, merupakan bentuk-bentuk relaksasi yang justru ketika kembali akam muncul ide-ide segar yang memperkaya puisi kita. Keempat, liarkan imajinasi. Jangan terpaku kepada satu pengalaman jiwa. Cobalah mengaitkannya dengan pengalaman lain yang satu warna dengan apa yang hendak ditulis. Hal ini akan membuat puisi kita lebih kaya. Kelima, gunakan metafor. Dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan gunakan kata yang tepat. Hindari berpuas diri sampai kita merasa yakin kata yang digunakan sesuai dengan apa yang ingin diungkapkan.
Hal yang tidak kalah penting adalah melakukan revisi setelah kita selesai melakukan proses kreatif menulis puisi. Dalam tahap ini kita bisa melakukan perbaikan terhadap hal-hal yang kurang tepat dan kurang sesuai, dengan tujuan memadatkan. Kita bisa minta pendapat para sahabat atau melaukan peer-review terhadap puisi yang telah kita tulis.

Penghuni Rumah Puisi yang Tercinta,
Karya puisi yang masuk ke meja penilaian dinilai dengan indikator; kesesuaian tema (bobot 10%), kekuatan metafora/diksi (bobot 30%), keindahan puisi (bobot 25%), kekuatan pesan/makna (bobot 25%), dan pemilihan judul (bobot 10%). Karya-karya yang masuk, semuanya layak untuk menjadi pemenang. Hanya saja tidak mungkin seluruh peserta tertampung di dalam satu buku mengingat keterbatasan jumlah lembar. Bagi yang belum berhasil kali ini, tentunya kesempatan di lain waktu telah menunggu. Apalagi kabarnya dalam waktu dekat Rumah Puisi akan membukukan karya para penghuni Rumah Puisi. Kesempatan ini jangan disia-siakan. Hal yang terpenting, ajang ini telah merangsang kreatifitas kita untuk menulis. Kata kuncinya adalah menulis. Menulis dan menulis. Abaikan dulu penilaian. Sebab boleh jadi di tangan penilai lain, puisi Andalah yang terbaik. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, saya haturkan maaf bila karena saya puisi Anda belum terbukukan. Dan, dengan mengucap bismillah, berikut ini ditetapkan "sepuluh puisi terbaik" dan jawaranya yang pada waktunya akan diumumkan Ady Azzumar sebagai penyelenggara cipta puisi "Kado untuk Indonesia". Demikianlah.

Salam hangat selalu dari YRJ.
Wassalamualaikum wr. wb.

Dan inilah:
DAFTAR SEPULUH BESAR (NOMOR URUT BUKAN PEMERINGKATAN)


  1.  Metafora dalam Bingkisan Air Mata : OLEH : FAKHIRA AKASIA
  2.  Pada Jantung yang Keropos OLEH: HYLLA SHANE GERHANA   
  3.  Datang tak Dijemput Pulang tak Diantar OLEH : HUSNI HAMISI
  4.  Kunyanyikan Lagu Paling Gula  OLEH ARIF FITRA KURNIAWAN
  5.  Indonesia dalam Naungan Doa Kami OLEH:  MUHAMMAD HADDIY
  6. Yth Yang Mulia: Mr. Rich  OLEH : FIYAN ARJUN
  7.  Dang Sendang Kopi Malam, untuk Indonesiaku OLEH: ARKITAN JS SANISTA
  8. Kau Aku untuk Negeri OLEH:  DALASARI PERA
  9. Luka Tanpa Nama OLEH : RADITYA USRA...
  10. Jalan Menikung Ke Limbur Mengkuang OLEH: JUMARDI PUTRA
DAFTAR TOP 1-50 CIPTA PUISI "KADO UNTUK INDONESIA"
(URUTAN TIDAK MENUNJUKKAN PEMERINGKATAN)

1.      METAFOR DALAM BINGKISAN AIR MATA OLEH : FAKHIRA AKASIA
2.      KAUM SRITI OLEH: GIA AYU MUHDIANTI (ARGYA DAIFFANA)
3.      PADA JANTUNG YANG KEROPOS OLEH: HYLLA SHANE GERHANA  
4.      DATANG TAK DI JEMPUT PULANG TAK DI ANTAR OLEH : HUSNI HAMISI
5.      KUNYANYIKAN LAGU PALING GULA: INDONESIA RAYA OLEH ARIF FITRA KURNIAWAN
6.      MENJEMPUT FAJAR OLEH: HAMLIATI MUSTA
7.      IRAMA TEROMPET TAHUN BARU UNTUK BANGSAKU  OLEH : DANG AJI SIDIK
8.      KESAKSIAN TIANG GANTUNGAN OLEH: ADHY SELALU PUNYA IRA  
9.      HARI INI, MERAH. OLEH: UNGGUL SAGENA
10.  MANTRA PEMBEBASAN “MANTRA PEMBEBASAN” OLEH : YULLY RISWATI
11.  KERIPUT MERAH PUTIH DI UJUNG BESI  OLEH:  CEK MILA NEGARAWAN
12.  MERANGKAI PELANGI DI BUMI PERTIWI OLEH: YANDIGSA
13.  DIALOG DOA DI NEGERI AFASIA OLEH: DESWITA 
14.  KUNJUNGAN JIBRIL OLEH:  WAMDI
15.  HANYA UNTUK INDONESIA OLEH: ARIF WICAKSANA
16.  NEGERI KU SEGITIGA, PETAK, BULAT  OLEH: MEE LEEYA EGA  
17.  DEMI KHARISMA PERTIWI OLEH : BUDHI SETYAWAN PENYAIR PURWOREJO 
18.  INDONESIA DALAM NAUNGAN DOA KAMI  OLEH:  MUHAMMAD HADDIY
19.  ADA PINTA UNTUK INDONESIA   OLEH: FAHRUR ROZI ATMA 
20.  MALAM DI SUDUT KOTA :UNTUK ANAS NASRUDIN  OLEH: ABDUL SALAM HS 
21.  KUSANGKA INI ADZAB OLEH: AURA MELATI
22.  DEWI NASIB KARYA: YOLLA MIRANDA
23.  PERTIWI TAK AKAN MENANGIS LAGI  OLEH RAFIF AMIR AHNAF
24.  SAJAK KOTAK-KOTAK OLEH: VERRA OKTI PURWANANTI 
25.  PADA JAM 00.00 – INDONESIA  OLEH: PUNGKIT WIJAYA
26.  ADEMPAUZE OLEH;  AN
27.  HIJAU ZAMRUD OLEH : MIENY ANGEL
28.  SYAIR TANAH LAHIR OLEH: RUDY RAMDANI
29.  AN NUUR DALAM SECAWAN MIMPI  OLEH : AJAISKOR
30.  UNTUKMU OLEH NESSA KARTIKA
31.  UNTUKMU NEGERIKU OLEH ASNI A SUEB AAN
32.  MONOLOG PRESIDEN   KARYA: HADI SANTOSA
33.  YTH YANG MULIA: MR. RICH  OLEH FIYAN ARJUN
34.  DANG SENDANG KOPI MALAM, UNTUK INDONESIAKU OLEH: ARKITAN JS SANISTA
35.  KAU AKU UNTUK NEGERI OLEH DALASARI PERA
36.  KEPALA KATA TANPA KEPALA  OLEH DHA NIEZA
37.                         AKHIR SENJA TANAH AIR BETA  OLEH: RAHWIKU TITAHWENING MAHANANI
38.                         NEGERI SYAITAN OLEH MUHAMMAD ISA A, S.PD 
39.  JALAN MENIKUNG KE LIMBUR MENGKUANG  OLEH: JUMARDI PUTRA 
40.  BALADA IBU PERTIWI OLEH: HAYA ALIYA ZAKI
41.  KADO SEMANGAT MERAH PUTIH  OLEH:MUHAMMAD HADI
42.  LUKA TANPA NAMA OLEH : RADITYA USRA...
43.  ADA CINTA UNTUKMU INDONESIA  OLEH MUHAMMAD RASYID RIDHO
44.  UPACARA IBU OLEH:  FAJRI ADHARI
45.  PERIUK BELANGA OLEH:  IKA YANTI Y. A.
46.  DRAMA SEORANG IBU OLEH: SEDAMAI LAZUARDI
47.  SENYUM DI KACA ITU OLEH: RAKHMAT ARI NUGROHO
48.  SEKOTAK PENSIL WARNA OLEH: SUCI RACHMAWATI
49.  BANGKIT, UNTUKMU INDONESIA OLEH: Ignatius Wijayatmo
50.  MOZAIK KEBERSAMAAN  OLEH: TENA ASTIR W


DAFTAR TOP 51 s/d 100 CIPTA PUISI "KADO UNTUK INDONESIA"
(Urutan Tidak Menunjukkan Pemeringkatan) dan 100 Naskah Terbaik (1-50 dan 51-100) akan dibukukan dalam antalogi puisi “Kado untuk Indonesia”

51.        KEPADA YANG TERHORMAT BAPAK GAYUS TAMBUNAN Oleh:  Tuditea Masditok
52.        INDONESIA BUKAN ILUSI  Oleh: Jundillahi Ishlah
53.        SEKEDAR SENYUM UNTUK INDONESIA  Oleh : Aisyah
54.        PESAN LANGIT UNTUK BUMI Oleh: Kamilatun Nuha
55.        SEBUAH SAJAK UNTUK IBU PERTIWI  Oleh: Apriansyah
56.        KADO DESEMBER  Oleh: Retno Adjie
57.        PARADOKS NEGERIKU oleh : Tawang
58.        UNTUKMU GARUDAKU Oleh: Wahyu Wibowo 
59.        INDONESIA, NEGERIKU! Oleh: Samsul Zakaria 
60.        SECUIL PERSEMBAHAN TERBAIK Oleh: Esha Amanita  
61.        MELUKIS NEGERI ( SEBUAH KADO INDAH BAGI PULAU KOMODO ) Oleh: Endang Ssn
62.        VI (SURAT UNTUK SAHABAT KECIL Oleh: Arie Yuni
63.        JERAMI UNTUK SANG GARUDA YANG TERTATIH Oleh : Lamtiur Junita
64.       SERENADE KELEMBUTAN : Oleh: Yuli Azzahra 
65.      CERITA NEGERIKU  Oleh:  Fadila Hanum
66.        PENGAKUAN SEORANG PEJABAT & SESEORANG SAHABAT  Oleh: Alis Muntono
67.      KADO ISTIMEWAKU UNTUK TANAH AIR TERCINTA oleh :  'Ainun Kurnia
68.      AKU MENGENALI SEBUAH NEGERI Oleh: Adriana Tjandra Dewi    
69.        SEBUAH KADO REFLEKSI MENYAMBUT INDONESIA BARU  oleh : Ana Fidha
70.      IRONI, NEGERI INI Oleh: Anton Widiono 
71.      KEMBALI NEGERIKU        oleh : Reza Irwansyah 
72.      JANJI UNTUK INDONESIA Karya: Andari Jamalina Pratami 
73.      DUKA INDONESIA  Oleh : Zulfa Sania Dasairy 
74.        INILAH NEGERI KITA Oleh: Lela Munzar
75.        NEGERI ASAP Oleh: Royandi Siahaan 
76.        BINGKIS HARAP BERPITA EMAS   Oleh: Okti Li 
77.        KADO HARAPAN MERAH PUTIH Oleh : wulandari
78.        NEGERI GARUDA  oleh: Rahmi Hattani
79.        BUMI PERTIWI DAN CINTA PEREMPUAN Oleh: : Maryam Zakaria
80.        SURAT UNTUK PAK TANI (KEPADA PETANI-PETANI INDONES ) Oleh: Fitri Amaliyah Batubara
81.      DIARY DIARY BULAN KE SEBELAS-DUA BELAS (MEMOAR DAN DOA UNTUK KAWANKU YANG TERLALU GAGAH UNTUK MENYERAH)  By : Erny Ratna Wati
82.        MBANG    oleh Marwie Ocol

83.        DIPUNGGUNGMU,TITIP RINDU TANAH PERTIWI  oleh: yayang akhyar
84.        SEBENTUK RINDU UNTUK NEGERIKU Oleh; Andi Olha Mappasosory  
85.        MELIHAT INDONESIA DI DESEMBER 2010  Karya : Ardhian Nurhadi.
86.        AKU BANGKIT UNTUK INDONESIAKU Oleh: Rika Januarita H
87.        HARAP PERTIWI SELALU DI HATI oleh: Tri Astuty Yuliandari
88.        TUAK, KEMBALIKAN INDONESIAKU Oleh: Siti Fatimah
89.        INSPIRASI MEMBANGUN NEGERI oleh; Rosella Asy-syams
90.        MEMELUK PELANGI SENYUM Oleh:Astin Ramadari
91.        MENERJEMAHKAN IGAU BENCANA Oleh:Dina Khairiyati
92.        INI SALAH SIAPA  Oleh:Elsa Silvira
93.        SAYAP SAYAP GARUDA  karya: elki prades
94.        PURNAMA ITU, UNTUKMU :INDONESIA  oleh: Fathromi Ramdlon.
95.        PAKET UNTUK NEGERIKU oleh: Titik Sudarwati
96.        SENANDUNG GADIS KECIL BERBAJU MERAH PUTIH  Linda Astri Dwi Wulandari 
97.        MERENDA CINTA PERTIWI oleh: Sri sudewi widanarti
98.        NYANYIAN NEGRI..  oleh: Siami-rachmawati Merinduimu
99.        INI NEGERI, 1000 MIMPI oleh:  Abdul Majid Kamaludin
100.     Negeriku Bukan dongeng oleh: Green Like Green



Selamat buat kamu yang terpilih.



CATATAN KECIL PENILAIAN CIPTA PUISI “KADO UNTUK INDONESIA” oleh Dewan Juri di RUMAH PUISI
Apa kabar semua peserta lomba Cipta Puisi "Kado untuk Indonesia"
hari ini saya akan mempublish Dewan Juri Puisi Kado untuk Indonesia.
dan di bawah ini ada catatan kecil serta cuplikan-cuplikan Dewan Juri di Group Rumah Puisi.

Dewan Juri:
Yadhi Rusmiadi Jashar
 CATATAN KECIL PENILAIAN CIPTA PUISI “KADO UNTUK INDONESIA” RUMAH PUISI
oleh: Yadhi Rusmiadi Jashar
 Assalamualaikum wr. wb.
 Penghuni Rumah Puisi yang saya hormati,
Baik atau tidaknya sebuah karya sastra, erat kaitannya dengan unsur subyektifitas pembaca (penilai). Ada beberapa patokan yang dikemukakan para ahli bahwa karya yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut; karya tersebut bisa mengkristal, mempunyai sistem yang bulat berkaitan dengan keutuhan (unity), keseimbangan (balance), keselarasan (harmony), dan tekanan (right emphasys), mengungkapkan isi jiwa pengarang dengan baik, menafsirkan kehidupan dan mengungkapkan hakikat kehidupan, tidak bersifat menggurui, universal, tidak melodramatis yang berkesan diatur-atur, dan harus menunjukkan kebaruan, keindividualan, dan keaslian.
Penghuni Rumah Puisi yang cantik dan ganteng,
Tidak selalu karya puisi yang panjang menunjukkan kualitas yang lebih baik dari karya puisi yang pendek. Begitu juga sebaliknya, puisi pendek belum tentu lebih berkualitas dari puisi panjang. Banyak indikator yang menjadi alat untuk menilai baik atau tidaknya sebuah karya. Salah satu hal yang penting adalah soal pemilihan kata. Dalam penulisan puisi, unsur pemilihan kata berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Penulis harus cermat memilih kata karena berkaitan dengan keberadaan bahasa dalam puisi yang kaya makna simbolik, konotatif, asosiatif, dan sugestif.
Sebagian besar karya peserta cipta puisi "Kado untuk Indonesia" kurang memperhatikan soal pemilihan kata ini. Beberapa peserta masih boros dalam menggunakan kata. Mubazir. Selain itu, beberapa peserta masih bermain di wilayah permukaan tanpa berusaha menyelam lebih dalam ke palung makna puisi yang dibuatnya. Puisi yang tercipta lebih berupa potret peristiwa tanpa sublimasi dan pengendapan sebelumnya. Disamping hal itu, konsepsi licencia poetica juga kurang dioptimalkan. Ada beberapa karya yang tidak cermat dalam penggunaan tanda baca. Perlu diingat, jika tanda baca itu tak memaknakan apa-apa, selayaknya tidak perlu dituliskan. Di luar itu, saya merasa bangga terhadap beberapa puisi peserta yang menunjukkan kualitas luar biasa.

Penghuni Rumah Puisi yang selau bersemangat dan kreatif,
Berkaitan dengan penilaian puisi para peserta, saya merasa beban ini terlalu berat mengingat keterbatasan kemampuan dan keilmuan saya. Saya sangat beruntung mempunyai istri yang kebetulan memiliki kompetensi di bidang ini dan mau berbagi pendapat berkaitan dengan penilaian karya peserta. Perlu pula dicatat bahwa penilaian ini bersifat subyektif. Artinya puisi peserta yang belum masuk Top 100 bukan berarti puisinya tidak baik. Ada beberapa hal yang menyebabkan puisi-puisi itu tersingkir. Ini berkaitan dengan persyaratan yang sudah dikemukakan penyelenggara sebelumnya yang berkaitan dengan variabel penilaian. Ada baiknya pula kita camkan pendapat Jonathan Culler bahwa dalam konvensi pembacaan, pembaca (penilai) yang berbeda akan menghasilkan penafsiran dan penilaian yang berbeda pula.
 Penghuni Rumah Puisi yang tersayang,
Akhirnya, setelah melalui seleksi yang ketat atas karya-karya puisi yang masuk dengan variabel penilaian yang meliputi kesesuaian tema, kekuatan metafora dan diksi, keindahan puisi, kekuatan pesan dan pemilihan judul maka dengan mengucapkan bismillah, nominasi cipta puisi "Kado untuk Indonesia" yang diselenggarakan oleh Rumah Puisi sudah saya susun dan akan diumumkan oleh penyelengara pada waktunya. Dalam kaitan ini, saya tidak berhak membocorkan nama-nama nominasi pemenang. Dengan demikian, atas segala kekurangan saya dan kekurangpuasan peserta, saya mohon maaf karena tak ada gading yang tak retak. Mari kita terus belajar meningkatkan kemampuan agar di masa yang datang karya kita akan lebih baik lagi. Kepada Sang Pemilik Pena, yang atas kuasaNya kita dapat terus berkarya, saya mohon ampunan atas segala kekurangan saya.
 Wassalamualaikum wr. wb.

 * * *
Subhanallah, ini adalah ilmu untuk ikta bersama. dan sebenarnya benar apa yang dikatakan oleh bang Yadhi selaku Dewan Juri dalam "kado untuk Indonesia". karena sesungguhnya, saya sendiri menulis puisi itu tidak sekali langsung jadi. dan har...us beberapakali pengeditan, apakah kata-kata yang dipilih itu bermakna dan sepadan, atau benar malah "pemubaziran kata". ingat, 1 kata dalam puisi itu sejuta makna, berbeda dengan satu kata dlam menulis cerpen. dan buat keluarga besar "Rumah Puisi" setiap ada even lomba menulis baik puisi atau yang lainya, satu kata saja: kita jangan pernah grasah-grusuh dalam mengirimkan karya kita. baiknya, kita perlu teliti, baca berulangkali.bila bathin merasa puas, maka berarti karya sudah pas. dan buat keluarga besar Rumah Puisi terus semangat dalam berkarya "_" keep writing. (Ady Azzumar)
 * * *

Yadhi Rusmiadi Jashar:
Penghuni Rumah Puisi: Keterangan tambahan dari Ady Azzumar sangat bergizi. Sebagai contoh, kita cuplik sebuah puisi "Menjual Sajak". Di bagian /1/ penyair menulis 99 kali kata "proses". Mubazirkah itu? Sama sekali tidak, bahkan menguatkan makna bahwa proses kreatif penulisan sebuah puisi itu tidak mudah dan berkali-kali. Cobalah buat frase atau klausa atau kalimat pengganti ke 99 kata "Proses" yang acuan maknanya sama, misalnya klausa berikut, "proses itu berulang tiada pernah berhenti meletik di tempurung kepala" atau sebaris kalimat lain. Pasti nilai rasa dan nadanya akan jauh berkurang. Inilah hebatnya sang penyair, mampu memilih dan mengatur kata dengan tepat. Gracias. Lalu kenapa harus 99? tidak 10, seribu, atau sejuta? semua orang tahu acuan 99 itu ke mana. Penyair ingin mengatakan bahwa dalam proses melahirkan puisi tidaklah bisa dilepaskan dari campur tangan Allah. Simpulnya, dalam puisi, tanda titik (.) pun harusnya memiliki makna. Coba perhatikan puisi berikut ini:
DALAM DIAM KEPADAMU KUSERAHKAN
SELAPIS NYAWA INI UNTUK KAU TAUTKAN PADA SIAPA SAJA BIDADARI PILIHAN
 ...
Amin

Tanda tiga titik (.) dalam puisi di atas bukan pemerlengkap semata, tetapi memiliki makna antara lain doa seseorang yang diucapkan dalam hati.
 Salam pagi yang hangat. Semoga tidak merasa digurui. Saya hanya ingin berbagi kepada parasahabat agar bisa lebih baik lagi ke depan.


* * *
contoh Puisi yang dimaksud:
Karya : Ady Azzumar
Menjual Sajak-Sajak
01/Mei/2010
           
            Proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, Proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses, proses.

            99 x Aku beproses mengetik kata
yang berserakan di dinding imajinasi
menjadikanya sajak yang tersirat atau tersurat.

Sajakku:
sajak akhir
sajak awal
sajak mutlak
sajak pasangan atau sajak kembar
sajak peluk
sajak putus atau sajak retak dan sajak pecah
sajak silang atau sajak sengkelang
sajak sempurna
sajak tegak
sajak tengah
dan sajak rangkai

1
Selama empat tahun aku menulis dan menjual sajak-sajak
entah siapa yang membaca sajak-sajak itu
entah berapa yang bersinggah di media cetak
entah berapa sajak yang ditolak.

2
tuts, tuts, tuts,
tuts, tuts, tuts, tuts, tuts,
tuts…

Di balik keyboard, mesin tik, atau kertas:
(Akulah, lelaki yang selalu melahirkanmu
disaat kata harus berbicara)

3
Palembang, 1 Mei 2010
Kepada:
Sang penentu naskah
Redaktur kolom sastra
Media cetak, Koran Harian

Salam sastra salam budaya.

Dengan hormat, bersama sajak-sajak ini saya kabarkan pada diksi yang tertulis dengan pilihan-pilihan kata, saya telah menyelesaikan sebuah fablian hari ini dengan meluangkan waktu, ide dan berimajinasi. Semoga sajak ini kembali hadir di ruang kolom budaya.

Terimakasih,

4
padamu kulayarkan sebuah sajak indah
bukan sajak W.S Rendra
tapi sajak yang kubangun dari batu pualam
mulakala sepoci air teh hangat yang tersugu di samping meja kerja
memukau sebuah protes-protes yang terpendam
seekor anjing di luar kaca menegak, sambil menggonggong
ssst…
listrik padam dan sajakku hilang
ketika sebelum di save.

5
proses, proses, poses…
tuts, tuts, tuts…

(Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan 2010, dibukukan bersama 310 penyair)

Hadiah Pemenang Lomba :
  1. 100 Naskah Terbaik akan dibukukan dalam antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” dan terbit Februari 2011, dan berhak mendapatkan buku “Kado untuk Indonesia”
  2. 50 naskah terpilih akan mendapatkan buku antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” + buku puisi “Ruh dalam Maksiat” karya Ady Azzumar (Literer Khatulistiwa, November 2010)
  3. 10 Naskah terpilih mendapatkan buku antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” + buku puisi “Ruh dalam Maksiat” karya Ady Azzumar (Literer Khatulistiwa, November 2010) + Sertifikat penghargaan.
  4. Juara 1: Uang tunai 200.000,- mendapatkan buku antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” + buku puisi “Ruh dalam Maksiat” karya Ady Azzumar (Literer Khatulistiwa, November 2010) + Sertifikat penghargaan + Novel “Ranah Sriwijaya” karya Fery Am penerbut El~Syarif (dari: Sastra Linggau) + buku antalogi “Puisi dan Cerpen” penulis Muda Indonesia (Phatasy Poetica ~ Imazonation) dari: Bpk. Abdul Majid Kamaludin
  5. Juara 2: Uang tunai 150.000,- mendapatkan buku antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” + buku puisi “Ruh dalam Maksiat” karya Ady Azzumar (Literer Khatulistiwa, November 2010) + Sertifikat penghargaan. + Novel “Ranah Sriwijaya” karya Fery Am penerbut El~Syarif (dari: Sastra Linggau) + buku antalogi “Puisi dan Cerpen” penulis Muda Indonesia (Phatasy Poetica ~ Imazonation) dari: Bpk. Abdul Majid Kamaludin
  6. Juara 3: Uang tunai 100.000,- mendapatkan buku antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” + buku puisi “Ruh dalam Maksiat” karya Ady Azzumar (Literer Khatulistiwa, November 2010) + Sertifikat penghargaan + Novel “Ranah Sriwijaya” karya Fery Am penerbut El~Syarif (dari: Sastra Linggau) + buku antalogi “Puisi dan Cerpen” penulis Muda Indonesia (Phatasy Poetica ~ Imazonation) dari: Bpk. Abdul Majid Kamaludin
  7. Juara 4: Uang tunai 50.000,- mendapatkan buku antalogi puisi “Kado untuk Indonesia” + buku puisi “Ruh dalam Maksiat” karya Ady Azzumar (Literer Khatulistiwa, November 2010) + Sertifikat penghargaan. + Novel “Ranah Sriwijaya” karya Fery Am penerbut El~Syarif (dari: Sastra Linggau) + buku antalogi “Puisi dan Cerpen” penulis Muda Indonesia (Phatasy Poetica ~ Imazonation) dari: Bpk. Abdul Majid Kamaludin

WARNING!
buatyang masuk 100 ini segera kirimkan biodata kamu ke INBOK saya ya, dang JUARA 1- 4 uang dan haidahnya 2 minggu paling lama saya kirim. dan untuk 100 peserta, hehe bukunya kan belum masuk ke penerbit. karena biodata belum lengkap dan puisi baru mulai disusun. jadi, penerbit paling cepat 1 bulan selesai mencetak bukunya. jadi BUKU KADO UNTUK INDONESIA doakan Maret telah selesai berbentuk buku. amin ya rabb

Selamat Buat 10 Naskah Terbaik.

Saturday, January 22, 2011

[PUISI] Bila Kita Berpisah Nanti

Bila kita berpisah nanti
ku ingin ada satu menit di hidupmu
kau gunakan untuk mengingatkku
mungkin tak perlu setiap hari
karena kaupun tak mengingatku setiap hari
masa ini

simpan semua pesan-pesan itu
kan kujilidkan menjadi buku
kusimpan rapi di lemari hati
hingga saat
kau bawa terbang ragamu padaku
kan kubuka lagi
agar dapat kubaca
dan kupahami
adakah kau merindukanku

Bila kita berpisah nanti
hentikan semua petualanganmu
karena tidak ada lagi aku
yang menunggumu pulang
sewaktu-waktu

Bila kita berpisah nanti
mungkin barulah akan kau sadari
ketika kau kehilangan aku
kau tak akan lagi menyayangi seseorang
seperti caraku
tapi,
itulah yang terbaik bagiku


Singapore, 22 januari (2011)
Kita berjanji...

Friday, January 21, 2011

[CERPEN] SELEPAS HUJAN

By. Nessa Kartika



"Hujan lagi..." Bisik Sky tak sadar pada diri sendiri. Gadis ini menatap rinai hujan membasahi alam. Hadiah yang dilimpah Tuhan dari langit untuk makhlukNya. Suara nyanyian hujan yang berdansa dengan angin di luar jendela perpustakaan membuat Sky terpekur, tak lagi menikmati buku yang sedang dibacanya. Sky tak bergeming. Hujan hari ini membuatnya gelisah. Ia pun tak mengerti apa sebabnya.

"Sky..." panggil Jin pelan, menggeser laptopnya ke samping.
Sky menoleh.
"Kamu bosan?" tanya kekasihnya itu.
"Ah, nggak kok... cuma menikmati suara hujan. " kata Sky tersenyum.
Jin membalas senyumnya. Dia menengok jam tangan di pergelangan tangan Sky. “Jam lima lebih... Kamu lapar?"

Sky mengangguk, ia baru menyadari kalau ia lapar sekali gara-gara tadi siang ia lupa makan. Pulang kuliah mereka langsung masuk perpustakaan. Ternyata tahu-tahu sekarang sudah waktunya makan malam.

"Ayo pergi..." Ajak Jin.
Mereka mengumpulkan barang-barangnya lalu keluar dari perpustakaan.

Sky lebih dahulu keluar ke loby. Berusaha meregangkan persendiannya yang pegal karena duduk terlalu lama. Tiba-tiba ia melihat sekitarnya berubah warna menjadi kekuningan. Sky tercekat. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya. Hanya desah terpatah. Ia terhuyung meraih pilar loby.

"Kenapa Sky?" tanya kekasihnya.

Sky menggeleng. "tak ada apa-apa." Sky mengerjap-ngerjapkan matanya. Semua kembali seperti semula.
Sky merasa aneh, namun Sky tak merasa perlu mengatakannya pada Jin.

Jin memandanginya khawatir.

Sky tersenyum, berusaha menunjukkan pada Jin bahwa ia baik-baik saja. Jin menatapnya, lalu menawarkan lengannya yang langsung digandeng oleh Sky. Jin sudah membuka payung untuk mereka.

Mereka melangkah ke arah rumah makan di sebelah gedung perpustakaan. Tapi di tengah jalan kembali Sky melihat dunianya menguning, lalu kelabu. Ia mencekal lengan Jin lebih erat. Jin yang memfokuskan pandangannya pada jalan becek yang tercipta karena genangan air hujan tak menyadari bahwa langkah Sky tak terkendali.

Sky mengandalkan lengan Jin menuntun langkahnya. Hatinya berbisik, "Sayang, 'ketika aku memelukmu. Tidakkah kau tahu aku mengandalkanmu? menjadikan lenganmu sebagai tongkat dan desah nafasmu adalah pelita mataku yang tiba-tiba gelap?" Batin Sky. "Tidakkah kau merasakan hal yang sama? Melihat kebutaan aneh yang tiba-tiba menyergapku?"

 Anehnya kebutaan Sky hanya berlangsung selama beberapa menit. Sky sangat ketakutan. Saat mereka tiba di warung itu penglihatan Sky kembali normal. Sky buru-buru duduk. Badannya gemetaran. Sky tak bisa berkata-kata.

"Dingin?" Tanya Jin. Menyangka Sky gemetar karena hujan.

Sky mengangguk. Meski gemetarnya adalah karena cemas yang melandanya tanpa ampun.
Dalam hujan bulan desember dingin itu, otak Sky berusaha membahas semua ini. Kesadarannya butuh waktu yang lama untuk mengerti apa sebab semua ini. Anehnya Sky tak merasa sakit, ia mencoba untuk membunuh rasa khawatir.

***

Beberapa bulan berlalu. berkali-kali pandangan Sky meredup dan gelap. Ada yang aneh di mata gadis muda berbola mata hitam yang selalu memantulkan warna kebiruan ini. Sky mencoba menahan diri untuk tak mengadu pada mama tentang penderitaannya.

Namun suatu sore saat Sky terbangun dan menatap sekelilingnya. Dan seperti pernah terjadi sebelumnya ia merasa hilang dalam gelap gulita.

Sky mendengar suara hujan dan dapat membaui lembabnya. Namun Sky tak melihat apa-apa. Rinai nyanyian hujan terdengar gemeretak riuh namun jiwanya sepi. Dari dua bola mata Sky yang tak dapat melihat apa-apa menitik manik air.

"Tuhan... Kutukan apakah yang menimpaku?" Ratapnya lirih. Tetes demi tetes berubah menjadi aliran air seperti hujan yang tetesan-tetesannya menjadi air terjun dari ujung atap. Sky mendengar gerujuknya, namun semua hanya irama. Ia mengandalkan nalurinya untuk berimaji. Indra penglihatannya yang selalu tiba-tiba hilang membuat indra lainnya menolong jiwa nelangsanya. Sky tak tahu sampai kapan kegelapan ini akan menemaninya. Yang diinginkan Sky seseorang yang menemaninya dan menuntun langkahnya menerobos gulita ini.

Kring... kring... kring...

Sky mendengar hapenya berdering entah dimana. Sky memaksa dirinya sendiri untuk bangkit namun tak dapat. Ia meraba-raba mencoba mengingat letak meja kamarnya hingga  ia mendapati hapenya yang berdering dan bergetar.

Jin, nama itu tertera di LCD... namun Sky tak dapat melihatnya.

Tiba-tiba ia kembali diserang rasa berat dan gelap. Hape itu terpental ke lantai.

Sky merasa kelu untuk bersuara, ia ingin memanggil Mama namun gelombang demi gelombang menghempaskannya ke dalam pusaran angin dan badai. Mencabut kesadarannya dengan sempurna. Sky terkapar di lantai.

***

Kepala Sky berdenyut-denyut. "Kenapa aku berbaring disini...? kenapa aku tak bisa melakukan apa-apa? Apa lagi yang terjadi padaku?" Batin Sky. Pikirannya kosong, namun ada sesuatu yang membuat kepalanya mau meledak. Sky dapat melihat semuanya. Ia melihat sinar mentari menerobos hangat ke jendela ruang rawatnya. Sky tahu ia berada di rumah sakit saat melihat Mamanya masuk bersama seorang wanita berjas putih. Sky ingin menyapa mereka namun kesadaran seolah berada terlalu jauh dari raganya.

Sky hanya mendengar percakapan Mama dengan dr.Any, dokter itu, di sampingnya.
"Dokter, sebenarnya ada apa dengan anak saya?" tanya Mama, mewakili apa yang ingin diucapkan Sky.
"Leukimia..." kata dr.Any dengan hati-hati sekali. Namun efeknya tetap sama, tetap sakit, tetap membingungkan. "mungkin ia akan mengalami kebutaan. Andai tak segera ditolong akan sangat membahayakan nyawa putri ibu juga..."
Mama menangis. Sky terlalu sadar untuk menangis...
"Apakah ada obat untuk menyembuhkan, Dok? Tolong, dok… Dia putri saya satu-satunya…" ratap Mama.

Dokter Any menggeleng, "Obatnya hanya satu, sumsum tulang belakang yang cocok... Namun itu harus melalui daftar tunggu, dan untuk menemukan donor yang cocok sangat susah."

Dari tatapan Mama, Sky tau. Mama akan rela menukar badannya sendiri untuk menanggung derita Sky. Namun Sky bahkan tak tau, apakah dia menderita...

Sky tahu tak mungkin ia akan merelakan mama menghadapi apa yang telah dilaluinya. Kegelapan itu membunuh Sky pelan-pelan. Sky tak ingin mama tahu, tapi sekarang mama telah mengetahui semuanya. Sky yakin ia pasti pingsan kemarin sore.

Sky tak mampu lagi mencerna keadaan di sekitarnya. Tiba-tiba di otaknya yang ada hanya kata 'Leukimia'. Berdengung, ribut seperti suara badai hujan... meneror seluruh indra hingga ke setiap hela nafasnya.

Apakah itu leukimia? Sky pun tak mengerti.

Meski begitu kata-kata dr.Any telah menjawab pertanyaannya selama ini. Menjawab keanehan-keanehan yang dirasakan oleh raganya, hilangnya indra penglihatan Sky.

Mendung hadir di kedua mata Sky. Kata Leukimia bagai kilat dan membuat pandangannya kembali berkelebat gelap. Petir itu menggelegar tanpa siapapun bersiap. Sky hanya bisa berdoa, berdoa dan berdoa. Kesadaran memukul dadanya yang sesak oleh airmata yang tercekat. Kesabarannya meragu, Kecemasannya membadai.

Satu pertanyaan baru muncul di benaknya, "sejak kapan?"

"Sky...?"

Suara Mama memanggil Sky kembali ke alam sadar. Membangunkan Sky dari mimpi dan angan-angan. Wanita yang melahirkannya ke dunia ini ada di ujung sana dalam terowongan gelap gulita. Sky tak melihatnya namun suara mama menuntunnya, menariknya kembali ke dunia nyata. Membuatnya makin menyadari, ini bukan mimpi... ini nyata...

Satu bagian hati Sky berharap kesadaranya ini hanya terjadi dalam mimpi. Berharap dia tak akan pernah bangun... berharap tidak tahu bahwa tubuh yang ditinggali oleh jiwanya ini ternyata tak akan sempurna lagi selamanya.

Andai punya pilihan Sky ingin mati tanpa tahu apa-apa.

"Sky?" panggil Mama lagi.
"Ma..." Sky membenci suaranya yang lemah. Ia telah koma selama beberapa hari ini, jadi mungkin itulah yang telah melumpuhkan perbendaharaan kosakatanya.
Mama menggenggam tangan Sky. "Sky, kamu pulang Nak.."
"Sky kenapa, Ma?"
Mama geleng-geleng kepala, "kamu tidur panjang, Nak... Bagaimana perasaanmu pagi ini?"

Sky tertegun. "Begitukah?" Ia bahkan tak bisa lagi membedakan antara pagi, siang dan malam. Selama ini ia begitu kehilangan warna cerianya... ia merindukan warna dan udara bebas.

Sky menatap keluar jendela, "langit mendung, Ma..."  Sky melihat awan kelabu menjanjikan warna sepi. Langit mengarak pedih, bersiap menumpahkan airmata. Seperti juga dirinya.

"Sky... Bagi mama, kamu langit biru yang bebas... itulah kenapa nama kamu Sky..." bisik Mama tersenyum tapi matanya berkaca-kaca. Sky melihat hujan disana, memantulkan wajah Sky dalam genangannya. "Ada orang bilang, mendung tak berarti hujan kan?" kata Mama lagi.

Sky tertawa kecil. Hatinya menangis.

"Dan dibalik hujan ada pelangi. Pelangi itu hanya menunggu waktu yang tepat..." kata Mama lagi sambil menyuapkan sesendok air ke mulut Sky. Sky meneguknya namun rasa pahit membuat kerongkongannya tak dapat mengalirkan cairan bening itu dengan sempurna ke dalam pencernaannya, ia berdehem. Berusaha melancarkan tenggorokannya. Mama menyeka mulut Sky dengan selembar tissue. "Semua hal ada takdirnya masing-masing. Tuhan telah menentukan semuanya untuk kita. Sehat, sakit, mati... Jodoh..." Kata beliau lagi, arif.

"Sky belum mengerti maksud Mama," sahut Sky lirih.
"Kita pasti mendapatkannya,Sky..." kata Mama optimis.

Sky kembali redup. Kita, Mama mengucapkan kita seolah mereka berdua sama-sama mengidap penyakit ini. Sky tahu begitu berat bagi Mama mendapati putrinya seperti ini. Seandainya Mama belum tahu, ingin rasanya Sky menutupi semua ini dan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Menanggungnya sendiri. Namun sampai saat ini, Mama telah turut menganggung kesedihan Sky, membagi cerianya untuk meringankan rasa sakit Sky.

Sky berusaha memutar ulang rekaman otaknya, semalam ia mendengar mama dan dokter berbicara tentang donor bone-marrow...

Ya... mungkin itulah pelangi yang dimaksud oleh Mama.

Pelangi itu adalah harapan baginya. Dalam enam bulan ini, RS akan berusaha mendapat pendonor bone marrow untuk Sky. Itulah satu-satunya harapan bagi Sky. Namun Sky tahu harapannya tipis, Ia memang masuk daftar tunggu untuk menerima donor, namun hanya Tuhan yang tahu, Berapa, Kapan dan Siapa?

Sky tahu dia boleh berharap. Namun apa gunanya? Kini hal pertama yang akan dilakukannya begitu keluar dari RS adalah menemui Jin. Satu-satunya orang yang menguasai hatinya namun juga satu-satunya orang yang Sky tak ingin ia mengetahui penyakit Sky.
        
"Ya, Allah. Tetap bergunakah kepergian mendung untuk kembali menerangi langit, bila ternyata yang dihadapi langit adalah gelapnya malam? bukan pelangi seperti yang diharapkan?".

***

Jin menatap Sky pahit. "Sky... Aku tak mengerti mengapa kamu terus menghindari aku... Kenapa kamu tak pernah kuliah? Aku tahu kamu mencintai aku..." bisik Jin gemetar.

Sky membalas tatapan cowok yang tulus dicintainya itu dengan teguh hati. "Maafkan aku kalau aku memaksamu untuk melepaskan aku. Aku tak perlu alasan untuk memilih hidupku sendiri 'kan, Jin?"      Kata Sky berusaha tampak tenang, meski hatinya tertawa sinis. Hidup? andai Sky bisa terus hidup... Selama ini Ia begitu yakin Jin adalah jodoh yang dikirim Tuhan untuknya. Calon imamnya. Namun sekarang ia tak yakin lagi. Ia tak ingin Jin menderita karenanya. Ia akan segera buta, Sky tak mau Jin menghabiskan waktu dengan wanita buta sepertinya. Ia ingin Jin bahagia... ia hanya bisa pasrah.

"Sky, tak bisakah kita berbagi kehidupan kita seperti yang kita lakukan selama ini?" Jin membuang rokoknya, frustasi... diinjak-injaknya benda itu hingga lumat rata dengan lantai.

"Maaf, Jin... tapi aku ingin sendiri..."
"Kamu mencintaiku 'kan?"
Sky terdiam, "Aku cinta padamu... "
"Lalu kenapa?!" Jin berteriak. Pada langit, pada matahari, pada awan-awan kelabu yang berarak.

Sky memejamkan mata, "Jin, mengertilah... Kamu harus melupakan aku... Kamu harus membagi hidupmu dengan kehidupan lain yang lebih layak menerima cintamu... Jangan memaksaku untuk mengatakan apa yang tak ingin kau dengar... Kita tak berjodoh, Jin"

"Sky, bukan kamu yang menentukan jodoh... tapi Tuhan Yang Berkuasa... Kalau di hatimu yakin kita berjodoh, kita pasti akan dapat mengatasi semuanya Sky... Ceritakan padaku masalahmu, Sky..."

Sky tak bersuara. Ia merasakan gelombang itu lagi, gelombang hitam yang seolah akan menelannya bulat-bulat. Ia ingin segera pergi dari sana. "Jin, please... Relakan aku..." Setetes airmata bergulir di pipi Sky.

"Sky..."

Sky cepat-cepat menghapusnya sebelum derainya memusnahkan kekuatan yang mati-matian dihimpunnya selama ini.

"Jin, lupakan aku..." Sky cepat-cepat pergi, meninggalkan Jin yang masih tertegun oleh airmata Sky. "Jangan pernah mencariku lagi." Sky berlari keluar dari rumah Jin. Di luar hujan mulai turun, meluruhkan langit. Seperti luruhnya Sky. Segala kekuatan telah luntur bersama kata-kata yang telah disusunnya. Namun Sky merasa lega telah melepaskan Jin. Meski ia merasa berat akan kehilangan pria itu, seperti halnya ia merasa kehilangan waktu.

Sky berjanji pada dirinya sendiri, tak akan ada lagi tangis. Tangis hanya akan menyadarkannya akan kehilangan yang lebih parah lagi.

***

Ini pertama kalinya Sky menangis di hadapan Jin. Selama ini Sky yang yang dikenal Jin adalah Sky si pemberani. Teman berpetualang dan kekasih yang tercintanya. Sky selalu manjadi penghidup di kelompok Pecinta Alam mereka.  Sky seolah telah menjadi maskot bagi kelompok mereka. Hal itu pulalah yang membuat Jin jatuh cinta padanya. Belum pernah Jin merasakan cinta yang menantang seperti mencintai seorang Sky. Sungguh sulit menaklukan Sky yang mandiri dan seolah tak pernah membutuhkan lelaki untuk melindunginya. Semakin Jin mengenalnya, semakin tenggelam Jin dalam pesona Sky. Sampai akhirnya pada suatu pendakian, Sky terluka. Jinlah yang selalu ada di sampingnya... saat itulah Sky mengetahui tentang pesona Jin, dan Jatuh cinta padanya.

Bagi Jin, Sky adalah Cinta sejatinya.
Bagi Sky, Jin adalah Cinta pertamanya.

Masa-masa yang mereka lewati bersama begitu indah. Sampai sebulan yang lalu, Jin mulai merasa ada yang tak beres dengan Sky yang mulai mengabaikan panggilan-panggilan telepon dan smsnya. Kuliah tak pernah lagi dihadiri oleh Sky, Rumahpun selalu kosong jika Jin kesana. Akun fesbuk Sky juga deactivated. Dan sore ini Sky mengajaknya bertemu lalu menyampaikan keinginannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Putus.

Jin begitu tulus mencintai Sky. Terlalu mencintai untuk melepaskan Sky. Pun meski Sky telah mendeklarasikan perpisahan mereka. Bahkan saat Jin tak mengerti mengapa tiba-tiba Sky memutuskan hubungan mereka. Jin masih mencintai Sky.

Di sisi lain, Sky yakin Jin akan tetap berada di sampingnya bahkan bila ia jujur akan keadaannya sekalipun. Namun, adilkah ini bagi Jin?

Jin tak perlu tahu.
Sky berharap, Jin tak akan pernah tahu selamanya.

***

Sebulan kemudian

Drrrt... Drrrt...

Handphone Sky di atas meja belajarnya bergetar. Sky yang sedang duduk di ranjang rumah sakit membaca sebuah buku favorite nya berusaha meraih hape itu. Namun Sky tiba-tiba tak mampu bergerak. Tubuh Sky lumpuh. Yang dirasakannya hanya gelombang kegelapan itu... tanpa cahaya, tanpa jalan keluar...

Sky masih bisa mendengar... ia mendengar kedatangan Mama.
“Sky.. ada telepon...?" tanya Mama.
Sky sadar, ia telah membuka matanya lebar-lebar dan lagi-lagi  tak dapat melihat apa-apa.

"Mama angkat ya, Sky..."

Sky berusaha menggeleng mencegah Mama. Namun Sky sendiri tak yakin ia bisa melakukannya. Terlalu gelap. Sky menangis dalam hati. "Ya Allah... dokter bilang aku punya waktu beberapa bulan untuk menunggu donor itu... Tapi aku pasrah ya Allah, kalau memang Kau ingin menjemputku sekarang..."

Sky berusaha menggapai Mama. Namun Mama tak melihatnya, karena ia sedang melihat layar hp Sky.
"Dari Jin..."
"Jangan diangkat, Ma..."
"Kenapa, nak?"
"Sky sudah putus dengan Jin, Ma"
Mama tertegun, "Nak, Kenapa?"
"Ini masalah Sky dan Jin, Ma"
"Sky..."

Sky menghela nafas dalam, "Sky sakit, Ma... Sky buta. Sky tak ingin Jin bersusah payah hidup bersama Sky. Jin akan mendapatkan jodohnya. Seseorang yang lebih baik dan lebih sempurna daripada Sky." Sky berusaha menoleh ke arah suara Mama.

Mama tahu yang dirasakan Sky,  wanita itu meletakkan tangannya di tangan Sky. Menggenggamnya. Lalu berbisik lirih, "Nak, Jodoh itu di tangan Tuhan..."

"Ma..." Sky meremas tangan mamanya. Berpegang. Ia tak melihat namun ia bisa membayangkan wajah mamanya sekarang. Mamanya terisak. Sky membawa tangan ibunya ke pipinya yang ternyata telah basah pula oleh airmata.

Telepon berdering lagi. Mama menatap Sky. Lalu tanpa menghiraukan protes Sky, Mama meraih telepon.

Sky ingin berteriak, mencegah Mama. Namun lagi-lagi gelombang gulita itu meluluh lantakkan indranya. Sky lunglai di ranjang rumah sakit itu, tak punya kekuatan untuk berpegang lagi. Mama menjerit dan segera menekan bel untuk kasus darurat yang terletak di sisi ranjang. Beberapa saat kemudian dokter dan para perawat sibuk memeriksa Sky.

Di luar kamar, Mama panic menekan nomor telpon Jin.
"Assalamualaikum, Jin..."

***

"Sky, kamu bangun?"

Sky mengerjap, silau oleh sinaran. Tak lagi gelap. Air menitis dari hijau dedaunan yang menjuntai diluar jendela kamar perawatan. Sky masih di situ, tak bergerak. Kesejukan di sana membangunkan indranya. Keindahan warna-warna mencekamnya. Sky tahu tadi hujan lebat. Namun semua basah justru membersihkan semua warna ke asalnya. Sky menikmati saat ini.

"Ini di rumah sakit lagi?" tanya Sky separo heran, separo kesal.
Sky mendengar tawa itu. Sky mengenal tawa itu... Saat pelan-pelan pandangannya terfokus, ia mengenali Jin.
"Jin... Apa yang kamu lakukan disini?"
Jin tersenyum. "Aku pernah bilang aku bersedia membagi hidupku untukmu, Sky..."
Sky tak mengerti.

"Ada orang bilang, bila kita menyelamatkan nyawa seseorang, kita bertanggung jawab atas hidup orang itu selamanya. Seumur hidupnya... Dan aku tahu itu benar, Selamanya kamu adalah bagian hidupku, Sky."

Sky tersenyum kecut, "Kamu ngomong apa?"
Jin hanya tersenyum, mencium tangan Sky. Nafas Jin begitu hangat dan lembut menyentuh kulitnya.

Sky tiba-tiba sadar, ia tak merasa sakit lagi. Gelap itu sudah hilang. Ia kembali dapat merasakan kehangatan yang nyata. "Apakah aku sudah mati? kenapa sekarang terasa begitu ringan? kemanakah kegelapan itu? kenapa sinar itu kembali?"

Tirai biru muda pintu pemisah bilik Sky tersibak.  Mama berdiri disana, menangis tapi matanya tersenyum. "Sky... Ya Allah, Terima kasih Kau telah kembalikan Sky padaku."

"Sky... belum mati?" tanya Sky membuat airmata Mama semakin berderai.

"Jin tak kan membiarkan Sky mati. Ia telah membagi separuh nyawanya untukkmu, Sky. Sebulan yang lalu engkau terbawa koma, Nak. Mama menghubungi Jin. Jin langsung memaksa dokter untuk menjalankan pemeriksaan kecocokan tulang sungsum kalian. Ajaib… Semua sesuai." Kata Mama.

Sky memandang Mama dan Jin bergantian.

"Siapa yang menyangka bone marrow Jin begitu sempurna untukmu... Tuhan telah mengirim Jin untukmu. Mama yakin ia pulalah yang akan menjagamu selamanya."

Sky menatap Jin, "Jin... benarkah?"
Jin hanya mengecup tangan Sky.
"Jin...."
"Aku mencintaimu, Sayang... "
"Jin..."

"Berjanjilah untuk tak pernah lagi menyembunyikan apapun dariku, teruslah disisiku... Kalau di masa depan ada cobaan lagi, berjanjilah kita akan menghadapinya bersama... Jangan pernah meninggalkan aku..." kata Jin tak memberi kesempatan pada Sky untuk mencegah.

"Jin..."
"Jangan pernah mengabaikan aku, Sky."
"Stop!" Seru Sky.
"Ya, Sayang..."

"Kupikir, Selepas hujan seperti langit dan matahari, kamu adalah sepuluh matahari yang selalu menerangiku dan menciptakan pelangiku." Sky tersenyum.

Jin bergetar. Airmata kelegaan dan kebahagiaan menggenang di sepasang mata elangnya tak berani ditumpahkannya. "Ya, Sky... Semua untuk langitku."

***

Singapore, after midnight...

Buat seseorang bertitel Jin,
 "Aku pinjam namamu... thx dah nemenin aku nyelesein cerita ini."
 Nov 20'07

Re-Write : 21 Januari 2011

Thursday, January 20, 2011

[CERPEN] DUA NAMA SATU JIWA YANG TERLAHIR DARI RAHIM UNSA

by Karin Maulana on Thursday, January 20, 2011 at 3:08pm


Sekali...dua kali hingga kelima kali nya sebuah pesan yang sama kukirimkan pada orang yang berbeda.Pada sosok-sosok yang belum pernah kujumpai di dunia nyata tapi sudah kukagumi melalui karya-karyanya. Di antara kelima sosok itu hanya dua orang yang bersedia membalas pesan yang kukirimkan melalui inbox di sebuah jejaring sosial bernama facebook.. Itupun dengan jawaban yang jauh dari yang aku harapkan.

Hingga akupun berhenti mengirimkan pesan-pesan itu pada sosok lain yang kukagumi dan bertanya-tanya dalam hati apakah memang seperti itu sikap orang-orang yang merasa sudah mampu menghasilkan karya hebat dan dikenal khalayak ramai?

Namun aku segera menepis pikiran buruk dalam hati yang menganggap mereka sombong dan tinggi hati. Aku mencoba berpikir positif. Mungkin mereka sibuk dan terlalu sibuk untuk membalas email tidak penting dari seseorang yang tidak di kena sama sekali.


                                                  -=**=-

Musim panas hampir berakhir. Daun-daun luruh beterbangan ditiup angin. Bunga-bungapun berubah menjadi abu-abu, pertanda musim gugur telah datang menggantikan musim panas yang telah berlalu..
Pada hari kelima purnama pertama musim gugur tahun lalu, di suatu malam aku duduk menatap LCD netbook ku. Terpaku pada sosok yang mencuri perhatianku lewat rangkaian kalimat-kalimatnya. Terpukau pada untaian sajak-sajaknya. Terhanyut dalam kisah-kisah nyatanya dan terlena dalam narasi-narasi romantisnya.

Entah kekuatan darimana yang membuatku memberanikan diri untuk kembali mengirimkan sebuah pesan seperti yang pernah kulakukan pada sosok-sosok yang ku kagumi sebelumnya.


“Assalamualaikum...mohon maaf kalau sekiranya pesan saya mengganggu.  Jujur, saya mengagumi karya-karya anda. Kalau tidak keberatan mohon saya di ijinkan untuk belajar menulis dari anda. Terimakasih sebelumnya...”

5 menit kemudian...

“Terimakasih, aku merasa tersanjung. Di dunia tulis menulis aku bukan siapa-siapa. Kita bisa belajar bersama...”

Aku melonjak kegirangan. Tak kusangka akan mendapat balasan secepat itu dan disertai dengan kesan yang sangat rendah hati pula. Apalagi setelah dia mulai meninggalkan komen-komen nya di status-statusku, di catatan-catatan amburadulku bahkan di foto-foto narsis ku.

“I love Your eyes...”  komen pertama dia di salah satu fotoku yang tak terlupa sampai kini. Komen singkat tapi sangat membahagiakan. Bukan karena komennya yang mengatakan bahwa dia menyukai mataku. Karena jelas tak ada keindahan sedikitpun pada mataku hingga akupun tak tahu alasan apa yang membuat dia menyukainya. Mungkin dia hanya berbasa-basi. Aku tak peduli. Tapi siapa sih yang tidak bahagia mendapat komentar dari orang yang di kagumi?


                                                         -=***=-

Musim gugur selalu memiliki eksotika tersendiri bagiku. Kuncup-kuncup bunga  yang terbelai angin, getir meresah lalu jatuh ke tanah adalah satu suasana yang paling ku suka diantara empat musim yang ada.

Kembali aku menjelajah dunia maya. Masuk ke dunia tanpa batas. Tempat aku mengenal orang-orang di belahan bumi yang berbeda.
Tiba-tiba hatiku menderas harap ketika malam itu membaca pesan masuk darinya.

“Mau nulis sama aku ga? ini ada lomba menulis kolaborasi cinta UNSA”

Deg! menulis? kolaborasi? segera aku meluncur ke rumah UNTUK SAHABAT, sebuah grup yang di dirikan oleh bang Aji Sidik, wadah yang di peruntukkan bagi semua orang yang ingin menjalin persahabatan dan berkarya yang sebelumnya sudah dia perkenalkan padaku. Meneliti halaman rumah itu, lalu masuk dan menemukan catatan tentang lomba menulis kolaborasi yang dia maksud. Oh...jadi ini yang dia maksud. Mengajak aku untuk menjadi pasangannya? bisa aja dia bercanda. Pikirku.

“Mbak bisa aja bercandanya. Melamar saya menjadi pasangan cinta di event UNSA sama saja bunuh diri mbak.”

“Aku serius”  balasnya terakhir kali sebelum aku menerima tawarannya beberapa hari kemudian.


“YANG TAK KAN BERAKHIR” adalah tulisan pertama ku dengannya yang kami ikutkan dalam lomba UNSA dengan memakai nama KARENINA (Karin Maulana & Nessa Kartika). Saat itu yang ada dalam hatiku hanya sebuah ketakutan bahwa aku akan mengecewakan dia mengingat dia sudah sangat berpengalaman dan menghasilkan banyak karya. Sebuah anugrah sekaligus beban buatku.

Penjurian pun dimulai. Dan pada babak kedua KARENINA tereliminasi. Kecewa? mungkin tidak karena aku sadar sekali dengan kualitas tulisanku sendiri yang masih sangat tidak pantas untuk sekedar disebut layak. Sedih? iya. tapi bukan karena tulisanku tersingkir yang membuatku sedih. Tapi aku merasa tidak bisa menjadi pasangan yang baik baginya. Aku merasa bersalah dan perasaan bersalah ini tak kan hilang begitu saja.

Ketika aku masih dirundung rasa bersalah tiba-tiba ada berita yang mengejutkan bahwasanya ada seseorang yang tertarik untuk menerbitkan tulisan kami yang tersingkir  dalam bentuk buku.

                                                 -=***=-

Waktu terus berputar,musim pun sudah tertukar. Tahun jugaberganti. 2010 menghilang, 2011 datang menjelang. Januari yang indah, Januari penuh berkah. Bersama ulang tahun UNSA buku KARENINA pun lahir dan sampai ke tangan pembaca. Menjadi hadiah terindah musim dingin kali ini. Bahagia, rasanya seperti melayang. Seperti kupu-kupu bersayap indah yang terbang melintasi beranda, ranting pepohonan hingga menuju angkasa.

Hujan turun bersama luruhnya senja menuju malam. Aku berdiri di dekat jendela. Menikmati butiran-butiran air nya yang jatuh dari langit. Menikmati dari buramnya kaca jendela. Menghadap ke dermaga belakang apartement. Menghela nafas, menghirup udara beku di pertengahan musim dingin. Kembali ingatanku melayang pada dia yang jauh berada di negeri Singa. Dia yang telah membuatku merasa berharga. Dia yang telah menuntunku ketika aku merasa tersesat di sebuah hutan belantara. Dia yang telah mengajakku menjadi bagian dari indahnya lautan mimpi.

Udara semakin dingin. Aku kembali ke kamar. Mengganti jaket tebalku dengan piyama yang hampir menutup seluruh tubuhku. Duduk di depan netbook ku. Melihat tanggal dan jam yang tertera disudut kanan bawahnya. Beberapa hari lagi adalah tepat hari jadi UNSA. Ku gerakkan jari-jariku yang kaku di atas keyboard hitam di hadapanku. Mencoba merangkai kata meskipun tak indah.

Selamat ulang tahun UNSA...
Semoga keberadaanmu bisa menjadi contoh mampu terbentuknya sebuah persahabatan yang sejati.
Semoga dari rahim mu akan lahir para pejuang-pejuang pena, demi semakin tegak dan semaraknya dunia sastra Indonesia.
Semoga engkau senantiasa Istiqomah dengan niat  semula.
Semoga wangimu semakin menyebar di belantara maya hingga nyata.
Bukan hanya sesaat tapi wangi yang terus tumbuh dan menyebar.
Melahirkan bibit-bibit unggul yang patut dibanggakan.


                                                 -=***=-

Bulan sabit rebah ke barat, menuntun malam berlari menuju dini hari. Ku ambil air wudlu, membasuh mukaku diantara udara yang menggigil. Ku rentangkan sajadahku. Kuselipkan namanya dalam do’a malamku.

Sejenak ku lihat hpku seusai sholat. Sebuah sms yang membuatku mengharu biru di ambang subuh.

“Karin, biarkan kekasihmu pergi.
Teruskan mimpi yang pernah tertunda.
Ku percayakan langkah bersamamu.
Tak kuragukan berbagi denganmu.
Kita temukan tempat yang layak sahabatku”


Airmataku menetes. Tak sanggup lagi menahan tangis. Untuk kau perempuan multi talenta, pekerja tangguh di negeri singa. Seorang Ibu hebat penyanyang keluarga. Mbak Nessa Kartika,tak akan sanggup aku membayar semua yang telah kau berikan untukku. Aku mencintaimu.


                                                    -=***=-