About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Tuesday, February 14, 2012

[CERPEN VALENTINE] LOVAHOLIC

Duet Lonyenk Rap & Nessa Kartika

Karin hampir saja meraih gelas jus jeruk yang begitu menggoda di hadapannya. Bukan untuk diminum di hari yang memang teramat gerah ini. Tapi untuk disiramkan ke kepala Nia sahabatnya.

Ugh… Kenapa sih sahabatnya ini ga kapok juga?
“Karin… gue harus gimana dong?”
“Gimana apanya? Putusin aja…!”
“Ga bisa… aku ga mau jomblo di hari valentine…” Nia berkata dengan mimik memelas. Seolah jadi seorang jomblowati itu dosa besar.

Karin kesal, kenapa Nia tak pernah ingat juga bahwa Karin seumur hidup jomblowati. Nia kepikir nggak bahwa menyebut valentine di hadapan Karin adalah pamali. Harus dihindari!

“Aku cinta banget sama Randy…”
Karin menahan geram. Pingin banget menyadarkan Nia dengan menyiramkan es jeruk itu, bahwa Randy itu bukan orang yang pantas ditangisin sampai seperti itu.
“Ni… kamu kan tahu Randy jalan sama Linda di belakangmu… Juga sama Sheila… sama Angela… sama…”
“Stoooop…”

“Aku hanya mengingatkanmu betapa panjang daftar cewek si Randy…”
“Tapi Randy bilang lebih menyukai aku daripada mereka…”

Karin menggelengkan kepala. “Sadar dong, Ni… Randy itu cuma main-main sama kamu…!” Karin berkata kesal. Tapi tangannya meraih selembar tisu dari box yang tersedia di atas meja dan menyodorkannya pada sahabatnya itu.
“Iya sih… tapi…”
“Percaya deh sama aku… cowok macam Randy seharusnya dibuang aja ke laut…”
“Tapi…”
“Apa lagi sih?”

Nia menangis lagi. “Aku ga mau jomblo di hari valentine…,” rengeknya.
Karin kesal juga lama kelamaan.
“Ni… aku aja yang setiap tahun jomblo di hari valentine ga ada masalah apa-apa… Ga ada valentine partner dunia ga bakal berakhir…!”
Nia menoyor lengan Karin pelan. “Aku beda sama kamu… Hidupku ga akan bahagia tanpa cinta.”
“Halah… cinta itu ga harus hari valentine kaliii…”

Nia menatap Karin dongkol.
“Oke… aku akan melupakan Randy! Melupakan valentine! Tapi sebagai gantinya, aku pingin menyibukkan diri dengan SESUATU.” Nia berkata mantap dengan penekanan kata ‘sesuatu”.

Karin merasa ada yang tidak beres dengan resolusi Nia. Tak biasanya sahabatnya ini mudah menyerah. Meskipun tahu dirinya salah, Nia biasanya merengek minta dukungan.
“Kenapa aku merasa terancam?”
Nia nyengir, “karena tahun ini aku ingin melihat sahabatku merayakan valentine!”
Gubrak!
***

“Valentine? Gila…! Apa sih yang dipikirkan Nia? Udah tau juga aku ga punya pacar… Kenapa jadi aku yang harus berkorban demi membuat Nia bahagia melupakan valentine-nya??”pikir Karin.

Gadis manis berambut pendek dan asli berpenampilan tomboy itu menatap sekelilingnya. Memasuki bulan Februari seluruh kota seolah berubah warna menjadi pink. Setiap toko dijual baju dan pernak-pernik serba pink. Setiap tempat makan atau café telah dihias sedemikian rupa dengan ornament warna-warni pink. Dari pink tua, pink muda, pink semu, pink ungu… pokoknya pink.

Satu hal yang membuat Karin makin bergidik, sebuah baliho dari sebuah mall bertuliskan “Valentine Soulmate Contest”. Membayangkan pink saja sudah membuat Karin jengah, ditambah soulmate… Hal itu mengingatkannya pada tantangan Nia. Tiba-tiba Karin pusing.

Karin memarkirkan motornya di pelataran parkir bank swasta. Dia butuh mengambil uang di ATM. Dengan sabar dia menunggu seseorang yang berada di dalam box anjungan untuk keluar.

Karin mengamati orang di dalam box kaca itu. Tinggi, tegap… potongannya yang cowok banget membuatnya berdebar. Karin memang tak pernah punya pacar, tapi bukan berarti dia tak punya rasa pada semua makhluk berjenis kelamin cowok. Cowok-cowok itu aja yang tak pernah tertarik padanya.

Karin tanpa sadar berkaca di kaca box ATM. Rambutnya yang cepak, alisnya yang tebal dan bertaut, pakaiannya yang selalu tomboy—kaos hitam dan jeans atau celana gunung, ga ada manis-manisnya… Pantas saja cowok-cowok selalu memilih cewek yang seperti Nia, feminine, suka memakai rok dan bando. Apalagi gaya bicara Nia yang selalu manja… Cowok mana yang tak tersentuh hatinya?

“Ah, tapi… cewek kayak Nia terlalu lemah dan akhirnya jadi korban makhluk playboy seperti Randy!” Lamunan Karin berubah menjadi geraman.
“Udah ngacanya?”

Suara cowok di hadapannya membuat Karin tersentak.
Cowok dalam box ATM itu kini berada di hadapannya. Tampan, tinggi dengan matanya yang cemerlang dan telah membuat banyak cewek jatuh cinta. Randy!

“Randy…”
“Dasar cewek nyentrik! Cewek lain tuh ngaca pake cermin… Eh, kamu ngaca pake box ATM…” Randy tergelak.
Karin merasa wajahnya merah padam.
“Sialan…! Dasar cowok playboy ga berperasaan… Minggir kamu!” Karin mendorong Randy dengan kasar, lalu menerobos masuk ke box ATM.

Karin diam saja ketika Randy mengikutinya masuk.
“Sebenarnya kamu tuh manis juga… Apalagi kalau lagi marah.” Randy berkata santai. Ia bersandar tepat di samping Karin, berdiri dengan cueknya dengan kedua tangan di saku celana.
Karin geram. “Diem kamu, Playboy!” Dia melanjutkan tujuannya semula, mengambil uang tunai.

“Kenapa kamu bilang aku Playboy?”
“Sudah berapa cewek yang kamu sakiti coba? Daftar kamu panjang…! Jauh lebih panjang dari struk ATM!”
“Hey… aku selalu memutuskan mereka baik-baik, Okay?”
“Oh ya? Tapi tanpa menunggu persetujuan mereka kan? Semua keputusan ada di pihak kamu…! Tau-tau kamu udah ngegandeng cewek baru…! Dasar Playboy!” gertak Karin lagi lalu sengaja menabrak tubuh Randy ketika keluar dari box ATM yang memang sempit itu.

“Hmmm…” Randy mengerling. “Tau dari mana?”
“Baruuu aja Nia curhat kamu duain dia terang-terangan….” Karin melangkah menuju ke arah motornya diparkir. “Apa sih yang bisa bikin kamu berhenti jadi makhluk Playboy?”
“Kamu ingin tahu?”

Karin mendongak, menatap Randy dengan tatapan menantang.
“Okay… aku akan berhenti asal kamu jadi pasangan valentine aku tanggal 14 Februari nanti.”
“What??!”
“Kamu kan pembela mereka… Kalau kamu ingin aku berhenti bermain-main dengan mereka, setujui syaratku. Gampang kan?” Randy meninggalkan Karin menuju motornya sendiri.

Karin terbengong-bengong di tempat.
Ketika membawa motornya pergi, Randy melewati Karin sekali lagi. “Gimana?”
Karin geram. Tanpa pikir panjang dia menyahut ketus. “Siapa takut!”
***

Dilema. Karin benar-benar bingung. Dia kini sibuk mengutuki dirinya habis-habisan karena menyanggupi tantangan Randy. Masalahnya bukan karena tantangan itu. Tapi Randy. Seisi dunia juga tahu kalau cowok itu masih pacar Nia. Sahabatnya. Orang yang selama ini selalu baik padanya, yang selalu dibujuknya untuk meninggalkan Randy. Tapi sekarang apa? Dia yang malah memerangkapkan dirinya ke dalam jebakan Randy. Menyerahkan diri diatas altar untuk menjadi tumbal.

Benar-benar dungu, rutuk Karin pada dirinya.
Memang ini hanya persyaratan Randy, agar tak lagi jadi playboy. Tapi siapa peduli?.Bagaimana kalau ini hanya akal-akalan Randy? Bagaimana kalau dia malah naksir Randy? Kemarin Nia memang menantangnya untuk merayakan valentine. Tapi yang pasti bukan dengan Randy.

Nia masih waras. Dia akan murka jika tahu permainan Karin dibelakangnya. Dasar pengkhianat!
Dan benar saja. Setelah dua kali pertemuan, yang dilakukan tanpa sepengetahuan Nia, Karin merasa tertarik pada cowok jangkung itu. Randy memang magnetis. Sebagai cowok dia punya sejuta pesona yang bisa membuat cewek manapun lupa, kalau mereka bukan boneka. Tampan, atletis dan tajir. Apalagi? Tak heran dengan semua atribut yang disandangnya Randy bisa berganti pacar setiap minggu. Semudah dia membeli sepatu di Distro. Dari yang lembut seperti Nia, sampai yang tomboy seperti Karin sukses masuk kedalam perangkapnya. Amazing!

Dulu Karin sering mengejek Nia. Penghamba Cinta, julukan yang kerap disematkannya pada Nia. Tapi sekarang apa? Lovacholic itu kini melandanya. Membuatnya mabuk hingga lupa, kalau Randy punya sejuta chance untuk membuatnya terluka, jika dia menggantungkan harapan terlalu tinggi. Tapi Karin sepertinya tak peduli. Bahkan sepertinya kini dia sudah lupa, kalau Randy masih kekasih Nia.
***

Malam ini Karin sudah rapi. Seperti jutaan gadis remaja di belahan bumi lain, dia pun merayakannya. Hari kasih sayang. Valentine emang dahsyat. Dalam sekejap ia mampu merubah sosok Karin yang amburadul menjadi lebih beradab. Rambutnya memang mash pendek tapi sudah dipotong dengan model yang lebih manis. T-Shirt dan jeans yang dulu menjadi pakaian kebesarannya, malam ini sudah berganti menjadi mini dress berwarna lembut. Dan Nia-lah orang yang membuat penampilan Karin beda. Nia begitu surprised ketika mendengar sahabatnya yang ‘anti cowok’ itu mau merayakan valentine.

“Really?” hampir keluar bola mata Nia mendengar Karin akan segera ngedate.
Karin hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Diam-diam ada rasa berdosa menyelusup dalam hatinya. Tahukah Nia, siapa yang menjadi valentine-nya nanti?
“Ayo! Kita nggak punya banyak waktu. Kamu harus segera di make-over!”

Mulailah mereka bergerilya. Dari masuk salon sampai mengunjungi beberapa butik mereka lakukan. Nia begitu tulus dan sabar meladeni Karin. Kini Karin baru sadar kalau dia adalah penghianat. Jatuh cinta pada cowok sahabatnya sendiri. Ada perasaan bersalah dalam hatinya. Tapi sudah terlanjur. Cinta memang selalu buta.

“A-apa kamu nggak merayakan valentine sama... Randy?” kegugupan Karin terpeta jelas disana. Kalau Nia jeli, betapa pucatnya wajah Karin ketika menanyakan itu.
Nia menggeleng. “Aku dan Randy sepakat, nggak ada malam valentine kali ini.”
Duh, kalau saja Nia tahu...
***

Tepat pukul tujuh Randy menjemputnya di rumah.
Ketika pamit, seantero warga rumah pangling melihat perubahan Karin. Mama, Papa dan Neo terpana. Yang paling heboh siapa lagi kalau buka Neo. Adik Karin yang baru kelas satu SMP itu sampai tak berkedip melihat penampilan Karin.

“Wuih! Rapi amat? Mau nonton layar tancap dimana, Kak?” godanya sambil terkikik.
Yang terpana bukan hanya orang rumah. Randy juga.
“Kamu cantik banget malam ini,” ucapnya, sambil menatap mata Karin dengan mesra.

Karin tersipu malu mendengarnya.
Apa seperti ini perlakuan Randy pada semua cewek yang menjadi kencannya? Selalu manis? Tapi Karin tak punya waktu untuk memikirkan itu. Karena selanjutnya dia terhipnotis pada perlakuan Randy. Gayanya. Sikapnya. Tutur katannya. Randy benar-benar gallant.

Lihat saja! Ketika mereka ngobrol, di sela-sela makan, mata Randy tak pernah lepas menatap matanya selama bicara. Karin tak menyangka kalau ternyata Randy bisa segentle itu. Cowok itu tak cuma tampan tapi juga memesona. Tak ada kesan tengil apalagi playboy disana. Atau, apa Karin yang telah buta?

Di dalam bioskop, ketika film sedang seru-serunya, tangan Randy menggenggam erat jemari Karin dengan hangat. Melingkarkan tangannya pada bahu Karin, lembut. Karin melayang. Melambung. Diam-diam dia menitip harap setelah ini. Karin lupa, kalau ini hanya untuk sementara. Lupa kalau dia membawa misi perdamaian dunia. Agar tak ada lagi cewek cewek yang terluka karena Randy.

Sampai mereka pulang, Randy memang tak berkata apapun mengenai kelanjutan ‘hubungan’ mereka, selain ucapan terima kasih dan seuntai senyum menawan pada Karin. Tapi Karin yakin, kalau Randy akan menyatakan cinta padanya suatu hari nanti.
***

Besoknya di sekolah, Nia sudah menunggu Karin di pintu kelas.“Bagaimana? Sukses valentinenya?”
Karin tak menanggapi pertanyaan Nia. Dia malah ngeloyor masuk sambil tersenyum lebar. Membuat Nia tambah penasaran.

“Lho, kok malah senyum?” tanya Nia heran. “Cowok itu menciummu?”
Karin melotot. Sorot matanya berbinar. Sekarang dia tahu, seperti apa rasanya jatuh cinta itu. “Dia benar-benar romantis,” pekiknya, tertahan.

“So sweet! Trus, kalian kemana, aja? Ngapain, aja?”
“Malam itu kami...”
Karin tak sempat meneruskan kalimatnya. Ponsel Nia tiba-tiba berbunyi. Call dari Randy.

Setelah beberapa menit bicara, Nia kemudian menutup telponnya.“Karin, aku juga punya kabar bahagia! Randy mengajakku dinner ntar malam. Dan dia juga berjanji nggak akan bikin aku nangis lagi,” cerita Nia separo histeris.

Tubuh Karin membeku. Dunia seperti berhenti berputar. Asa itu perlahan sirna dari hatinya. Dia tahu ini akan terjadi. Tapi tidak secepat ini.

Melihat senyum kebahagiaan Nia dia tahu kalau dirinya pecundang. Diam-diam Karin membatin sedih. Dia memang tak akan membuatmu menangis lagi, Nia. Karena sekarang akulah yang dibuatnya menangis.

*** Selesai ***