About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Saturday, February 26, 2011

Intermezo :)

Bertemu penulis yang pekerja domestik

by Fredy Setiawan on Saturday, February 26, 2011 at 11:53pm

Saya tidak tau benar. Tapi salah satu alasan kenapa dia dipublikasikan di surat kabar adalah krn profesinya pekerja domestik buruh migran, namun mampu berkarya sastra dalam buku cetakan. Mungkin juga alasan yang sama bagi penerbit buku adalah latar belakang profesinya yang "menjual". Bagi saya setelah bertemu dia, menulis dan juara sebelum bekerja di negeri tetangga membuktikan dia adalah penulis. Penulis yang kebetulan bekerja di negri orang sebagai buruh migran.

Hari itu saya kebetulan membeli sebuah surat kabar nasional. Dalam satu slot pemberitaan daerah jawa tengah, saya mendapatinya. Seorang wanita 27 thn yang mendapatkan kesempatan baik memakai komputer dan akses internet majikannya, seorang etnis tionghoa singapura. Saat waktu tengah hari sehabis pekerjaan rutin beres, hingga matahari mulai terbenam, itulah saat yang tepat berhubungan dengan dunia. Menulis tidak harus saat di depan layar komputer. Dicorat-coretnya di kertas kapanpun ada asa dan gairah. Lalu diketikkan di saat senggang. Maka jadilah buku itu buku ketiganya yang naik cetak.

Ternyata menjadi seorang penulis tidak harus sempurna, tidak harus sulit, tidak harus sekomplek yang orang bayangkan. Hari ini tulisan spontan kita bisa serta merta melanglang buana hingga ke lain benua, karena informasi teknologi memasuki eranya. Dengan murah dan mudah, kita bisa menyebarkan, istilah nya  mem-broadcast sendiri hasil karnya kita. Tulisan, yang bisa dilengkapi foto atau video, dibumbui komentar2 pembaca agar lebih hangat dan hidup. Maka kini banyak tulisan harian , blog maupun note, lalu naik cetak  dipajang di toko buku. Antologi, kisah buku kumpulan tulisan banyak penulis contohnya, seperti pengalaman Nessa, nama penulis buku diatas. Buku ketiganya merupakan buku dimana separuhnya berisi cerpen karangannya, separuhnya lagi ditulis seorang pekerja domestik di hongkong.

Hari dimana saya ada di negri singa, saya bertemu dengannya, setelah hari sebelumnya berkenalan singkat lewat facebook. Jejaring sosial memang mendekatkan dan memudahkan orang, dari koran bisa ketemu darat. Saat awal naik bus no.190 dari orchard road, saya kelabakan. Diguyur hujan dan dibatasi waktu yang mepet, ternyata saya salah arah. Untung saya tanya ibu ibu sebelah saya di dalam bus. "wrong way.." duh!
Segeralah saya turun dan menyeberang mencari arah berlawanan dengan nomor bus yang sama. Lalu saya turun di cho chu kang, pemberhentian bus dekat klenteng/ kuil.

Setelah bertemu, disambi momong bocah usia 2 tahunan, kalwin namanya, kami ngobrol santai di kopitiam, sebutan kedai dalam keseharian di singapura. Roti prata, makanan khas india berupa telur dan tepung dengan bumbu khas, minumnya kopi susu. Sore itu , nessa yang traktir saya, to my surprise n thanks..:)

Sekilas saya melihat bukunya, yang belum dicetak di indonesia. Sehari sebelumnya dirinya muncul di koran singapura, strats times, yang saya lihat di dalam blognya pula. Setelah berfoto sejenak untuk saling mengabadikan teman baru dalam momen pemunculan buku, saya segera pamit melanjutkan perjalanan.

Memiliki teman baru di negara lain, tentu menyenangkan. Di singapura, yang letak negri pulau ini masih dalam rangkaian kepulauan nusantara, situasinya lebih kurang mirip dengan kota di indonesia. Suhu udara, budaya, mirip2 saja, juga banyak sekali orang indonesia.Hanya saja bangunannya lebih mewah, bersih, pekerjanya bekerja lebih keras dan kompetitif. Good luck for her job n have a lovely writing as her hobby!
Semua punya kesempatan berkarya kan? seperti kisah nyata alumni SMK 1 wonosobo  ini.

nb: judul bukunya: Karenina singa bauhinia (sulit dieja ya.. kayak bahasa argentina :)

fredys, kedu, feb`11


Friday, February 25, 2011

[PUISI] TAWA

on Friday, February 25, 2011 at 7:32pm
 
 
 
Kutatap ia dengan caranya berdiri
Mengangkangi gelombang pecah
Terkirimkan mimpi-mimpi patah
Aku disini terduduk oleh kenyataan
Tak ada hati yang memiliki
Hanya sebentuk arti
Seberapa jauh tangan menggapai
tak akan mencapai

Dihalau angin yang tak hantar tawanya
Pada gendang telinga
Merambat ke otak hadirkan tanya
Masihkah bersuara sama?

Terseret kuhadir
menelan pahitnya sepi yang memeluk pinggangku
Pertanyaannya tetap sama
Tak berbeda
Meski yang kuraba hanya kedalaman dua mata




Ku pernah hadir di hatinya
dan seyakinnya masih di sana
Haruskah kuberjalan saja
dan berdoa agar tak terlihat
atau berubah haluan
merindukan ketidaksengajaan berikutnya

Jika aku mendekat
; masihkah ia tertawa ?



Singapore, feb 25,2011
Terbahak menertawakan surya tenggelam
 

[BUKU] IBUKU ADALAH SEGALANYA

IBUKU ADALAH SEGALANYA [NESSA KARTIKA]

by Jazim Naira Chand on Friday, February 25, 2011 at 5:19pm
 
 
Mbak Nessa Kartika, UNSA telah menyatukan kami dan....aku masih penasaran dgn ”singa” milikinya he he... Tak diragukan lagi cintanya pada UNSA di tengah kesibukannya bekerja di negeri orang. Selalu menjadi teman yang menyenangkan bagi sahabat lain. Tidak ada event kepenulisan tanpa hadirnya.
  
Beberapa karyanya telah dibukukan dan tulisannya banyak menghiasi media yg berani menyuarakan haknya dengan benar. Aku jadi ingat bahwa ”tulisan itu bisa teriak tanpa suara, tetapi menggerakkan” dan itu telah dilakukan mbak Nessa.
  
Dalam antologi ini dia hadir dengan karya yg berjudul Ibuku adalah Segalanya.

Mbak Nessa memberikan puisi sebagai ungkapan cinta pada ibunya, Maria Boniok.
 

”Ibu, selalu menjadi penegas segala keraguanku.

Menjadi orang pertama yang memujiku.

Ibu adalah tempat ku pulang.

I love U, Ibu”

 
Bagaimana? Penasaran ungkapan hati mbak Nessa kepada ibunya secara lengkap?


Beli Bukunya yaaaaa....!! ^^



 

Wednesday, February 23, 2011

[FF] LONG DISTANCE LOVE

IJINKAN AKU MENULISKAN ITU

Biar keluh berantai dari gelap kepada terang, dari gelisah kepada luka, dari jiwa kepada airmata. Yang kuinginkan hanya menuliskan tentang itu.  Tentang hati yang terlalu, tentang kamu yang berlalu, tentang aku yang tak menentu.

Masa hanya penguji kepedihanku. Pena tak terhantar. Kata terlantar. Sajak demi sajak pun tak tersampaikan.

Tak kusebut kekecewaan hanya sedikit kepercayaan dan ketegaran yang tak lagi sabar.

Di sini, aku hanya bisa menuliskan tentang itu. Di antara kebingungan-kebingungan hari ini.

***

* 78 kata berikut judulnya.

Tuesday, February 22, 2011

[ARTIKEL STRAITS TIMES] Maid pens stories with drama, spice and real life


Singapore. In between working for a family who lives in a four-room flat in Choa Chu Kang, Indonesian maid Nessa Kartika squeezed in the time to write short stories.

She worked on them in the afternoons, using her employers' computer with their permission, while keeping a watchful eye on their toddler.

The stories and others by fellow maid Karin Maulana, who works in Hong Kong, were published last month. Both women are 27.

The book's title Karenina Singa Bauhinia combines the authors' names and two icons of Singapore and Hong Kong - the Merlion and Golden Bauhinia Square, an open space with a gold sculpture of the bauhinia, Hong Kong's floral emblem.

The 18 stories in Bahasa Indonesia are about the trials and tribulations of a maid's life and the book was put out by Dragon Family Publisher in Hong Kong.

Nessa wrote half the stories and her friend Karin wrote the rest.

Nessa told The Straits Times that she began writing the stories after she came here to work three years ago.

The stories were inspired by her personal experiences, tales from other maids and even Singapore Press Holdings' citizen journalism website Stomp, where she once saw photographs of a maid making out with a man on a rooftop.

She said: "I put in drama and spice it up a little so it is more interesting to read."

One of her stories, Love Is Not Impossible, is about a young Indonesian maid in Singapore who falls in love with her employer's dashing son.

The plots are thick with fantasy and imagination, and maids who have read the book said they found the stories gripping and believable, and that the tales offered perspective to those in similar situations.

Siti Aisah, 29, said: "When I read the book, I know it is not only me who is sad. And I feel that at least, I am better off than them.

"Sometimes, people think they will surely succeed overseas. If they read the book, they will know more about what it's like overseas."

Ms Nessa said there are no plans to sell the book here yet, although she has lent it to some friends. Those interested in the book can contact her at nessakartika.blogspot.com.

[ARTIKEL JAKARTA GLOBE] MAID TALES

 
 
Maid Tales: Short Fiction From an Indonesian Maid in Singapore
Teh Joo Lin & Melissa Kok - Straits Times Indonesia | February 22, 2011

Singapore. In between working for a family who lives in a four-room flat in Choa Chu Kang, Indonesian maid Nessa Kartika squeezed in the time to write short stories.

She worked on them in the afternoons, using her employers' computer with their permission, while keeping a watchful eye on their toddler.

The stories and others by fellow maid Karin Maulana, who works in Hong Kong, were published last month and 10 books were printed. Both women are 27.

The book's title Karenina Singa Bauhinia combines the authors' names and two icons of Singapore and Hong Kong - the Merlion and Golden Bauhinia Square, an open space with a gold sculpture of the bauhinia, Hong Kong's floral emblem.

The 18 stories in Bahasa Indonesia are about the trials and tribulations of a maid's life and the book was put out by Dragon Family Publisher in Hong Kong.

Nessa wrote half the stories and her friend Karin wrote the rest.

Nessa told The Straits Times that she began writing the stories after she came here to work three years ago.

The stories were inspired by her personal experiences, tales from other maids and even Singapore Press Holdings' citizen journalism website Stomp, where she once saw photographs of a maid making out with a man on a rooftop.

She said: "I put in drama and spice it up a little so it is more interesting to read."

One of her stories, Love Is Not Impossible, is about a young Indonesian maid in Singapore who falls in love with her employer's dashing son.

The plots are thick with fantasy and imagination, and maids who have read the book said they found the stories gripping and believable, and that the tales offered perspective to those in similar situations.

Siti Aisah, 29, said: "When I read the book, I know it is not only me who is sad. And I feel that at least, I am better off than them.

"Sometimes, people think they will surely succeed overseas. If they read the book, they will know more about what it's like overseas."

Ms Nessa said there are no plans to sell the book here yet, although she has lent it to some friends. Those interested in the book can contact her at nessakartika.blogspot.com.


http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/maid-tales-short-fiction-from-an-indonesian-maid-in-singapore/424093

[KREATO] Mereka yang belum pernah dan ingin ku jumpai :)


MGI Writer's my best teacher ever



Separuh jiwaku...
(karin)

[BUKU] IBU ADALAH ...




Telah terbit di LeutikaPrio!!!


Judul : Ibuku Adalah.... (Antologi Kisah Kasih Ibu)
Penulis : Jazim Naira Chand, dkk
Tebal : vi + 148 hlm
Harga : Rp 36.000,-


Ibuku Adalah Batas Logikaku
Ibuku Adalah Buku Kehidupan
Ibuku Adalah Perempuan Tertangguh
Ibuku Adalah Cawan Cinta Yang Tak Habis Kureguk
Ibuku Adalah Setiap Tarikan Nafasku
Ibuku Adalah Pembelajar Kehidupan Ulung

Ibuku Adalah... Dia Tak Terdefinisikan !

Buku ini ditulis oleh 37 orang penulis, yang masing-masing menceritakan kisah nyata tentang suka, duka juga nesatapa perjalanan hidup seorang wanita bergelar Ibu, dan wanita itu adalah Ibu kandung mereka sendiri.

Melalui buku ini juga, anda akan diajak untuk memahami dan menghayati tentang bagaimana peran sosok seorang Ibu dalam memperjuangkan kehidupan keluarganya.

37 Penulis itu adalah:
1.Ibuku Adalah Perempuan Tertangguh, Anita Ba’daturohman
2.Ibuku Adalah Batas Logikaku, Mutaminah Sang Penulis
3.Ibuku Adalah Buku Kehidupan, Endang Ssn
4.Ibuku Adalah Sumber Pengampunan, Mytha Nugroho
5.Cawan Cinta Yang Tak Habis Kureguk, Fitri Gita Cinta
6.Ibuku Adalah Surga Bagi Keluarga, Eric Shandy Admadinata
7.Ibuku Adalah Permata Jiwaku, Asni A Sueb Aan
8.Ibuku Adalah Nafas Hidupku, Mieny Angel
9.Ibuku Adalah….She’s My Real Hero, Karin Maulana
10.Selembar Surat Untuk Ibu (Happy Mother Day), Inggar Saputra
11.Bait-Bait Curahan Hati Untuk Ibu, Visya Blue
12.Ibuku Perempuan Yang Kupanggil Mamak, Dwi Endah Septyani
13.Ibuku Adalah Segalanya, Mas Adi
14.Ibuku Adalah Bidadari Surga, Yully Riswati
15.Ibuku Adalah Bintang Hidupku, Vera Yudita
16.Ibuku Adalah Sosok Tangguh Nan Bersahaja, Tri Lego Indah
17.Ibuku Adalah Setiap Tarikan Nafasku, Sanchia Yorftberth
18.Ibuku Adalah Pembagi Cinta, Rossy Meilani
19.Ibuku Adalah... Dia Tak Terdefinisikan, Robin Wijaya
20.Ibuku Adalah Pembelajar Kehidupan Ulung, Phoenix Wibowo
21.Ibu Adalah Segalanya, Nessa Kartika
22.Ibuku Adalah Mamak Super Tangguh, Lin Lanisa Jingga
23.Ibuku Selalu Dihati Dan Dinanti, Kiki Masduki
24.Ibuku Adalah Kunci Surgaku, Hendy Lazuardy Hg
25.Ibu Adalah Super Heroku, Ragil Kuning
26.Ibuku Adalah Pengukir Sejarah Terhebat, Fauziah Harsyah
27.Cukup, Ibuku Adalah Bumi Bagiku, Dyah InsyaAllah Bisa
28.Ibuku Adalah Pelita Hidupku, Deva Del Amor
29.Pencipta Kacang Telur “Ridho”, Mohammad Rasyid Ridho
30.Ibuku Adalah Kerinduan Yang Tak Terbatas, Eros Rosita
31.Ibuku Adalah Bidadariku, Oksa Puko Yuza
32.Ibuku Adalah Segalanya Bagi Hidupku, Fernando
33.Sms Dari Anak-Anak Ibuku, Annas Tupank
34.Ibuku Adalah Irreplaceable Mom, Mega Anindyawati
35.Aku Mencintaimu Lebih dari yang Kutahu, Fiyan Arjun
36.Tentang Cap Jempol Ummi , Dang Aji
37.Senyum Cinta Perempuan Hebat dalam Hidupku, Jazim Naira Chand

Ps: Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via inbox Fb dengan subjek PESAN IBUKU ADALAH. Ongkir untuk wilayah jawa 10rb, untuk luar jawa 15rb. Untuk Pembelian di atas 90rb, GRATIS ONGKIR. Met Order all

Monday, February 21, 2011

[BUKU] IBUKU ADALAH ...


Buku Antologi ini, adalah persembahanku untukmu Ibu....




Sepuluh Matahari, 22 February 2011


anakku minta uang Rp.2000,- buat kulakan jajan, katanya, ma ibuku dikasih modal jajan 30biji dijual keliling kampung sekarang tinggal 5biji... ibuku liatin Axl masukin uang hasil pnjualan ke celengan sambil nangis... :'(

Ibuku adalah... ibu bagiku dan bagi anakku



BUNDA
By. Nessa Kartika

Kuiring senyum di antara doa yang kutawarkan pada langit
berharap langit ijinkan angin hembuskan salamku
Untuk Bunda, pemilik rindu-rinduku
pengiring jiwa mentahku menyatu dengan hidup dan kehidupan

Kutiupkan ciuman untukmu, Bunda
agar kau rasakan aku di sini mengadu
menanti kepulanganku pada pelukanmu hingga dapat kudengar lagi petuahmu
penjaga hati mimpiku agar tak keluar dari ayat-ayatNya
Ajarkanku selalu akan ketabahan dan bahasa dunia
Meski kau pun tertikam penat.

Singapore, 19 Desember 2010

[ARTIKEL KORAN JAKARTA] jadi berita lagi

 by. Ririn Handayani
Mbak Bayu Insani Sani, Karin Maulana dan Nessa MetaKartika, ada nama kalian dalam artikel ini, "Songsong Nol Penempatan TKI" di Rubrik Gagasan Koran Jakarta hari ini. I'm so proud of you.....:) Selengkapnya lihat di sini ya http://koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=75826
Songsong Nol Penempatan TKI




Senin, 21 Februari 2011

oleh: Ririn Handayani

Kompleksnya persoalan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi yang tidak menemui titik temu akhirnya memaksa pemerintah bertindak tegas dengan melakukan pengetatan pengiriman TKI ke negara tersebut. Kebijakan yang berlangsung selama tiga bulan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sistem penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi sekaligus membenahi titik lemahnya. Komisi Rekrutmen Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Arab Saudi pada 14 Februari lalu juga telah mengumumkan penghentian sementara penerimaan TKI.

Agen-agen perekrutan disarankan untuk tidak menerima visa kerja TKI. Jika ternyata langkah tersebut tak cukup efektif mereduksi masalah, bukan tidak mungkin pemerintah akan mengambil kebijakan yang lebih ekstrem yakni moratorium atau zero placement (penempatan nol). Jika akhirnya kebijakan ini terpaksa diambil, zero placement ke Arab Saudi patut diapresiasi karena sejak lama masyarakat sudah meminta pemerintah memberlakukan moratorium atau penghentian pengiriman dan penempatan TKI ke negara tersebut. Di negara yang menjadi pengimpor pembantu rumah tangga (PRT) terbesar dari Indonesia ini, diperkirakan sekitar 3,3 juta TKI bekerja sebagai PRT atau sekitar 70 persen dari total TKI yang bekerja sebagai PRT di seluruh negara tujuan.

Ironisnya, di negara ini pula Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat, sepanjang 2010 hingga 1 November, dari total 3.835 kasus penganiayaan yang menimpa TKI terbanyak terjadi di Arab Saudi, yakni sebanyak 55 persen. Begitu juga dengan pelecehan seksual yang mencapai 68 persen. Tak hanya itu, TKI yang pulang dalam kondisi cacat, pulang dalam kondisi hamil atau membawa anak hasil hubungan gelap atau karena ulah majikan, TKI yang bekerja bertahuntahun tanpa digaji, bahkan pulang tinggal nama, terbanyak juga dari Arab Saudi. Berbagai catatan memilukan ini lebih dari cukup untuk menyambut gembira kebijakan penempatan nol ke negara tersebut.

Namun, sejumlah persoalan juga akan muncul jika kebijakan benar-benar dilaksanakan. Setelah penghentian pengiriman tenaga kerja, pemulangan TKI yang overstay atau telah habis masa kerjanya dan pulangnya para TKI yang akan segera habis masa kontraknya, bisa dipastikan jumlah pengangguran di dalam negeri akan bertambah signifi kan. Bukan tidak mungkin, tanpa langkah antisipatif yang konkret dan tepat sasaran, pengangguran baru tersebut akan menambah deret panjang daftar orang miskin di negeri ini. Sejumlah persoalan lain dipastikan akan segera menyusul dan semakin kompleks.

Masih Menjadi Pilihan

Ketidakmampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi warga negara membuat bekerja sebagai TKI menjadi alternatif terbaik bahkan lapangan kerja favorit masyarakat saat ini. Meski sejumlah kasus yang menimpa TKI terus mencuat, animo masyarakat justru meningkat. Ketika kebijakan moratorium ke Arab Saudi diberlakukan, maka sejumlah negara lain akan menjadi tujuan berikutnya. Beberapa negara yang menjadi “surga” bagi para TKI yang bekerja sebagai PRT antara lain adalah Singapura, Hong Kong dan Taiwan.

Cukup bertolak belakang dengan kehidupan PRT di Arab Saudi yang acap mengalami penyiksaan dan penindasan, para buruh migran di tiga negara tersebut justru bisa bermetamorfosis secara dinamis untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik sekembalinya ke tanah air. Dengan perlindungan hukum yang jelas dari negara tempatnya bekerja, selain memperoleh gaji dan perlakuan yang layak, mereka juga memperoleh kesempatan untuk beraktualisasi dan mengembangkan potensi diri. Sejumlah TKI mempergunakan kesempatan tersebut untuk melanjutkan studi bahkan hingga jenjang perguruan tinggi (salah satunya melalui Universitas Terbuka).

Ada pula yang menjadi penulis bahkan merambah dunia perfi lman seperti Bayu Insani Sani, Karin Maulana , Nessa MetaKartika dan kawan-kawan. Buruh migran di tiga negara tersebut juga sangat familiar dengan internet. Beberapa bahkan mendapat fasilitas ini langsung dari majikannya. Bandingkan dengan PRT di Arab Saudi yang telepon seluler saja tidak boleh membawa apalagi meminta fasilitas tersebut pada majikannya. Pemerintah setempat bahkan melarang pemerintah Indonesia yang beberapa waktu lalu berencana memfasilitasi TKI di sana dengan telepon seluler.

Agar persoalan di Arab Saudi tidak terulang, pemerintah harus melakukan sejumlah langkah strategis mengingat gelombang pengiriman TKI ke negara lain diperkirakan akan meningkat jika kebijakan penempatan nol tersebut benar-benar diberlakukan. Apalagi, permintaan TKI di luar negeri seperti Malaysia masih sangat tinggi. Indonesia patutnya mencontoh Filipina, yang profesionalitas managemen pengiriman TKI mereka ditingkatkan. Sejak persiapan pemberangkatan, selama bekerja di negara tujuan hingga kembali ke tanah air. Calon TKI harus benar-benar siap untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta memahami aspek perlindungan terhadap diri sendiri.

Ini akan meningkatkan posisi tawar TKI itu sendiri. Sudah selayaknya warga negara yang memilih bekerja sebagai TKI mendapat perlindungan dan dukungan optimal dari negara. Mereka sudah mengurangi beban pemerintah bahkan justru membantu melalui remittance yang jumlahnya sangat signifi kan. Pemerintah juga harus bersikap kooperatif dan memiliki peraturan yang lebih konkret tentang TKI mengingat negara-negara seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan memiliki undang-undang yang secara tegas mengatur dan melindungi para tenaga kerja asing yang bekerja di negaranya termasuk mereka yang bekerja di sektor informal sebagai PRT. Jika mereka saja yang hanya menampung tenaga kerja kita sangat bertanggung jawab, negaranya sendiri seharusnya lebih bertanggung jawab.
Ririn Handayani
 

Saturday, February 19, 2011

[ARTIKEL RADAR KEDU] Tak Ingin Sekedar "Babu", Sering Menang Lomba.



Melakukan wawancara dengan Anissa dibutuhkan kesabaran. Maklum, ia tengah bekerja berada di negeri jiran, Singapura. Tidak banyak waktu longgarnya. Komunikasi dengan penulis dilakukan melalui pesan di jejaring sosial.

Perempuan yang berasal dari dukuh Pasunten Desa Lipursari Kec Leksono Kab Wonosobo itu awalnya adalah TKI di Hongkong. Pada tahun 2003, ia berangkat ke Negara tersebut melalui sebuah PJTKI. Setelah tiga bulan di penampungan Cengkareng, Jakarta, ia berangkat bulan agustus.

“Tetapi baru kerja 15 bulan, tepatnya bulan mei 2004, saya minta pulang. Karena bos saya usahanya bangkrut sehingga stress dan sering mukulin istrinya dan saya,” terang gadis yang akrab disapa Anik.
Setelah pulang ke Wonosobo, akhirnya ia memilih menikah dengan pria idamannya yang tidak lain adalah tetangganya. Pernikahannya dikaruniai seorang anak. Tetapi karena berbagai pertimbangan dan seijin suami, akhirnya pada tahun 2007, ia memutuskan kembali menjadi TKI. Kali ini ia memilih Singapura melalui sebuah PJTKI di Karangayu, Semarang.

Rupanya kali ini dewi fortuna memihak kepadanya. Ia mendapatkan bos yang baik hati. Diantaranya, gadis lulusan SMKN 1 Wonosobo ini bisa menggunakan komputer bosnya surfing didunia maya.
“Kalo hari senin sampai jumat, Saya pakai komputer bos. Mereka ijinkan saya asal kerjaan rumah sudah beres. Hari Sabtu dan Minggu saya sibuk. Kalo mau ngecek fesbuknya pake hape. tapi mahal sehingga libur fesbukannya,” ujarnya.

Awalnya, FB digunakannya untuk berkomunikasi dengan keluarga, suami serta anaknya yang sudah berusia 6 tahun. Perempuan 27 tahun yang tinggal di Teck Whye Avenue. Singapura ini menggunakan FB untuk menghapus rasa kangen terhadap keluarganya.

“Tetapi dari FB, ternyata punya banyak kenalan dan akhirnya terdorong untuk berlatih menulis. Gurunya adalah semua kawan FB yang biasa menulis. Kadang kadang menulis buat dibaca sendiri atau buat lomba. Dan beberapa kali menang lomba,” terang Anik.

Kemampuannya menulis diperolehnya dengan cara otodidak melalui FB. Ia rajin mencari informasi adanya lomba menulis dan akhirnya terdorong untuk ikutan. Diantaranya aktif belajar lewat grup ‘Untuk Sahabat’ di fesbuk. “Di forum itu, banyak penulis top yang rendah hati dan mau berbagi dan penulis pemula seperti saya yang sama - sama belajar. Grup ini dibuat oleh Abang Dang Aji Sidik dari Surabaya,” papar dia.

Saat ini, saya berusaha mengumpulkan TKI Singapura di FB. Awalnya untuk menampung mereka yang suka bidang sastra dan tulis menulis. Namun akhirnya justru berkembang menjadi tempat curhat.
Kini, setidaknya sudah ada 7 buku, 1 ebook dan 4 buku karyanya yang segera terbit. Sistem penjualannya dilakukan secara online.

Pembeli harus pesan ke FB penerbitnya. Kecuali yang ebook gratis. “Insya Allah, 20 feb 2011 ini akan launching buku "Karenina : Singa Bauhinia" di Singapura. Karya bersama teman FB saya, Karin
Maulana yang kerja jadi TKW di Hongkong,” terang dia.

Dipaparkan dia, buku ini bukan buku hasil menang lomba, tapi buku yang sengaja dibuat untuk Indonesia. Ia berharap agar bangsa tahu seluk-beluk dan suka-duka kehidupan Buruh Migran Indonesia (BMI / sebutan lain untuk TKI). “Tidak asal mengecap BMI sebatas 'babu' saja. Perjuangan menjadi seorang BMI sangat berat,” aku dia.

Anik mengungkapkan jika menulis juga merupakan cara untuk melarikan diri dari stress di tempat kerja. Sebagai TKI yang terbebani dengan pekerjaan yang tidak habis habis, ia selalu menulis curhatan dan dari situlah ia mulai berani mengirim karya kesana – kemari.

‘Jangan berhenti bermimpi’ adalah kalimat favorit Anik yang akan selalu diucapkan kepada siapa saja. “Siapa yang menyangka, saya yang cuma TKI ini bisa menelorkan buku - buku. Semua serasa mimpi,” kata dia.(*)

Thursday, February 17, 2011

Teman Yang Tak Tersentuh

by Eno Dee on Thursday, February 17, 2011 at 1:57pm


Berawal dari iseng aku buat akun  facebook. Hanya karena tak ingin dibilang gaptek. Semula yang aku lakukan hanyalah add sana – sini ataupun konfirm pertemanan dari dia dan juga dia. Tak pernah aku menulis status, memberi komen di status yang teman tulis ataupun sekedar beri jempol atas status teman yang aku suka. Hingga peristiwa itu datang membuat hatiku tergelitik untuk lebih tahu sebuah teknologi yang bernama facebook. Share foto dan link video musik kesukaanku, semula itu yang aku lakukan. Kemudian berlanjut dengan aku mulai menulis status di dinding tentang apa yang ada dalam pikiranku. Aku merasa seperti menemukan persembunyian rahasia tempat dimana aku bisa berteriak untuk melegakan hati.


Seiring berjalannya waktu teman dunia mayaku bertambah. Aku pun mulai mengenal banyak orang hebat. Orang – orang hebat yang berkaraker kuat. Lewat tulisan yang mereka buat aku belajar banyak hal. Entah berupa status di dinding facebook atau tulisan – tulisan mereka di notes. Aku belajar tentang semangat hidup juga tentang persahabatan. Mereka tak tahu bahwa tulisan mereka mampu membangkitkan lagi semangat hidup yang sempat meredup dalam hatiku. Mereka tak tahu bahwa tulisan mereka menjadi pengobat lukaku. Dan mereka juga tak tahu bahwa tulisan mereka telah mendatangkan kebahagiaan dalam hidupku yang semula kukira telah pergi. Bukankah sahabat akan beri kebahagiaan pada kita?


Aku memang tak punya sahabat jiwa yang kutemukan di dunia maya. Karena sungguh aku tak berani berharap dan aku terlalu takut untuk itu. Cukuplah dengan aku diterima menjadi bagian dari mereka itu sudah melegakanku. Sungguh menjadi temanmu adalah indah, para teman facebook-ku. Kukagumi kalian dari lubuk hatiku terdalam dan dengan ketulusan jiwa. Lewat kalian aku membuktikan bahwa memang benar adanya sebuah persahabatan tak kan pernah bisa dibatasi oleh ruang dan waktu. Persahabatan adalah persahabatan, yang hanya akan melahirkan hal – hal hebat juga indah. Seperti yang aku lihat dari Nessa Metakartika dan Karin Maulana penulis buku Karenina Singa Bauhinia. Mereka mampu berkolaborasi menelurkan sebuah karya hebat dengan tidak berada di satu tempat yang berdekatan. Mereka dibatasi oleh jarak yang terentang jauh tapi itu tak menghalangi duet indah mereka.


Memang tak terbantahkan kebahagiaan yang aku peroleh dari para teman jauhku. Juga pelajaran hidup yang aku terima. Sungguh aku menyayangi kalian dan itu kukatakan dengan jujur dari hati. Semoga kalian, para teman facebook-ku, selalu diliputi oleh kebahagiaan hari ini dan hari – hari mendatang seperti kebahagiaan yang telah kalian beri ke aku. Semoga pertemanan yang telah terjalin akan selalu indah di hari ini dan hari – hari mendatang. Aku mencintai kalian, para teman jauhku. Terima kasih kalian telah menerimaku menjadi teman kalian.


Wednesday, February 16, 2011

[BUKU] Sakban Rosidi Saminoe, Suka-Duka Merawat Cinta

Suka-Duka Merawat Cinta[1]

by Sakban Rosidi Saminoe on Wednesday, February 16, 2011 at 11:35pm



Sakban Rosidi[2]
Ketika membina kelas Australian Society and Culture di sebuah perguruan tinggi bahasa dan sastra asing, saya menganjurkan para peserta kuliah membaca tak hanya sejumlah bahan bacaan wajib, tetapi juga menganjurkan paling tidak dua bacaan penyegar, antara lain karya Ratih Hardjono[3], dan karya Ruhan Tagar.[4]
Setelah perkuliahan selesai, peserta kuliah lebih banyak mengingat berbagai persoalan perjumpaan lintas budaya melalui buku berpendekatan populer ketimbang monograf akademik. Walhasil, mahasiswa muslim memahami dengan baik bagaimana ibadah Bulan Ramadhan dan perayaan Iedul Fitri bisa menimbulkan persoalan tersendiri bagi muslim Indonesia yang bermukim di luar negeri, termasuk di Australia.
Kesamaan dan kebersamaan muslim Indonesia di tanah air --- yang tak jarang muncul sebagai bentuk kendali sosial --- menjadikan ibadah Bulan Ramadhan dan perayaan Iedul Fitri sebagai hajat bersama. Demikian pun, informasi mengenai kapan mulai berpuasa dan kapan merayakan Iedul Fitri, akan dengan mudah didapatkan di tanah air.
Jam segini kok belum ada konfirmasi. Kalau di Indonesia pasti sudah takbiran. Aku cemas.
"Terus gimana dong…"
"Telepon aja lagi, entar…"
Tak ada jalan lain. Jam setengah sepuluh malam, aku sudah sangat mengantuk. Sebelum tidur aku menelepon ke Konsulat. Jawabnya, "Masih belum ada konfirmasi."
Ya sudah, akhirnya aku tidur. Mungkin lebarannya esok lusa.
Ketika keesokan hari aku bangun, aku tak jadi libur. Aku masuk kerja, dan bilang kepada bos supaya mengundurkan liburku sehari.
"Kenapa?"
"Karena alasan teknis yang susah dijelaskan, dan kami tidak memakai kalender internasional, tapi kalender Islam."
Selesai kerja, aku segera menelepon Konsulat.
"Bagaimana Pak, lebarannya kapan?"
"Hari ini. Tadi pagi sudah diselenggarakan sembahyang Ied di Manchville."
"Ya, ampun. Jadi saya masih puasa di hari Lebaran."
"Tapi enggak apa-apa. Kamu masih bisa merayakan bersama orang-orang Arab. Mereka merayakan Lebaran besok pagi!"
Benar. Akhirnya, aku merayakan Lebaran bersama orang-orang Arab di sebuah mesjid Arab.[5]
Memang tidak banyak tulisan tentang ibadah Bulan Ramadhan dan perayaan Iedul Fitri yang ditulis oleh bukan agamawan Islam. Kalaupun tidak bisa disebut langka, paling tidak buku ini harus dikategorikan sebagai salah satu dari yang sedikit tersebut. Karena itu, buku ini pun cenderung menjadi unik dan menarik.
Kalau tulisan para agamawan Islam berkisar pada maksud, keutamaan, hikmah dan tata-cara ibadah-ibadah Bulan Ramadhan, maka tulisan muslim Indonesia --- baik karena sedang bekerja maupun sedang belajar --- dalam buku ini menuturkan pengalaman nyata mereka menjalankan ibadah Bulan Ramadan di berbagai negara, anta lain Hong Kong, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, Jepang, Amerika, dan Finlandia.
Kalau tulisan para agamawan Islam membesarkan hati ummat karena para setan akan dibelenggu selama Bulan Ramadan, tulisan Muslim Indonesia dalam buku ini justru membuktikan betapa godaan dan rintangan tak hanya datang dari para setan. Selain dari diri sendiri, godaan dan rintangan juga datang dari majikan, kawan-kawan, warga sekitar, dan bahkan orang-orang yang menaruh rasa sayang kepada mereka. Bagaimana tidak?
Seorang teman di tempat kerja part time juga pernah mengingatkan saya tentang pentingnya minum. Menurut dia, saya harus berdoa kepada Tuhan supaya boleh minum selama bekerja, karena bekerja itu penting dan segalanya. Saya jadi belajar makna bekerja bagi orang Jepang. Bagi mereka, bekerja keras dan sungguh-sungguh adalah hal penting yang perlu mendapat dispensasi dari ketentuan ibadah.[6]
Sejumlah pengalaman nyata, dari yang mengherankan hingga memprihatinkan timbul karena perbedaan mencolok dalam keyakinan, budaya, serta norma-norma sosial antara penulis dengan masyarakat setempat. Beberapa penulis berasal-usul sosial perkampungan muslim Indonesia, dan bahkan ada yang pernah tinggal cukup lama di Arab Saudi. Karena itu, praktis buku ini menyerupai kajian perbandingan menjalankan ibadah Bulan Ramadhan hingga Iedul Fitri secara lintas budaya Indonesia, Asia Tenggara, Eropa, Asia Timur Tengah, Amerika, dan Asia Timur.
“Kamu tidak lapar?” tanya nyonyaku saat mereka makan siang, “Makan sedikit saja, masa tidak boleh?”
“Kami sudah terbiasa, Nyonya,” jawabku teriring senyum.
“Kalian memang aneh! Tuhan kalian itu juga aneh. Masa tidak boleh makan sebulan penuh? Gila!” nenekku menambahi.
Aku tahu makna dari kata-katanya. Itu bukan untuk menghina Allah, Tuhanku, melainkan mereka tidak memahami-Nya. Berkali-kali aku menjelaskan, tetapi mereka tak paham jua. Yah, mungkin sama halnya ketika aku bertanya kenapa saat sembahyangan mereka membakar kertas-kertas. Allahhualam….
“Cece, makan, ya, dikit saja,” ujar momonganku.
Aku menggeleng. “Nanti jam tujuh cece baru makan,” jawabku menjelaskan.
Seisi rumah majikanku hanya bisa geleng-geleng kepala tanda tak akan pernah paham.[7]
Kalau Tuhan saja disebut gila, maka semestinya mereka yang mematuhi perintah “Tuhan Gila”, pasti juga bodoh. Pengalaman disebut bodoh ini pula yang dihadapi oleh seorang rekan yang bekerja di Taiwan.
Apa tanggapan majikanku atas penjelasanku? Sungguh mengejutkan! “Ah bodoh!” katanya berteriak. “Mengapa menyiksa diri sendiri? Tak usah dijalani!” sambungya dengan nada tinggi.
Itulah kata majikanku. Aku dibilang bodoh karena berpuasa, karena berpuasa baginya adalah menyiksa diri, lalu dia menyarankan agar aku tidak usah berpuasa.
Lalu kujelaskan bahwa puasa Ramadan ini adalah perintah dalam agama Islam yang kuanut. Kujelaskan juga bahwa bila menjalankannya, aku mendapat pahala dan bila meninggalkannya, aku berdosa.
“Ini Taiwan, bukan Indonesia! Tidak ada aturan seperti itu, nanti saja kalau sudah pulang ke Indonesia (kalau mau puasa, Ed.)!” sahut majikan perempuanku.[8]
Masih pengalaman menjalankan ibadah Islam di Taiwan. Ternyata ketiadaan pengalaman berhubungan dengan ajaran Islam menjadikan warga Taiwan mengambil sikap untuk menentang pelaksanaan ibadah baik sholat maupun berpuasa Ramadan. “Banyak Temanku Dilarang Salat dan Berpuasa” tulis Okti Li[9]. “Bulan Puasa, Saya Makan Babi di Siang Hari”, ungkap Minie Kholik.[10] Karena itu, sungguh mengharukan kalau kemudian hanya untuk beribadah saja, seorang hamba Allah harus berbohong kepada orang lain. “Demi Puasa, Aku Curangi Majikanku”, kata Tety N.[11] Bagaimana lagi, karena “Majikanku Melarang Keras Aku Berpuasa”, kata D’zahra Zhou Xiaocie membenarkan.[12] Tak mengherankan kalau “Ramadanku Akan Tetap Biru” seperti kara Yoest.[13] Karena bisa saja “Sahurku Piring Tertelungkup”, seperti dialami oleh Okti Li.[14]
Rintangan menjalankan ibadah ternyata tak jarang justru timbul dari mental menghalalkan segala cara pada sejumlah pribadi atau lembaga penyalur tenaga kerja. Bahkan, sejak sebelum berangkat beberapa tenaga kerja Indonesia sudah dipaksa untuk tidak taat terhadap ajaran agamanya.
"Kamu mau, tidak, makan daging babi?" Salah seorang anggota keluarga bertanya pada saya dalam bahasa Mandarin.
"Kata Agensi, mau tidak mau, saya diharuskan makan daging babi, padahal sebenarnya saya tidak mau," jawab saya dengan polos.
"Kalau kamu tidak mau makan, ya tidak apa-apa. Kami tahu kamu Muslim dan tidak boleh makan babi."
Dalam hati aku bersyukur. Alhamdulillah…. “Terimakasih. Kalau boleh tidak makan, saya sangat senang sekali," sahut saya.
Maka sejak itu saya selamat. Tak peduli bagaimana perjanjian saya dengan pihak agensi. Yang jelas, keluarga majikanku cukup pengertian untuk tidak mengajak, apalagi sampai memaksaku, untuk makan daging babi.
Hari, minggu, dan bulan berlalu. Saya benar-benar tidak makan daging babi atau masakan yang ada unsur babinya. Namun, saya sering menangis mengingat dosa karena saya meninggalkan ibadah wajib saya, yaitu salat lima waktu. PT (PJTKI, Red) penyalur saya dulu melarang semua BMI membawa perlengkapan salat ketika diberangkatkan ke negara tujuan untuk bekerja.
PT melarang membawa perlengkapan salat dengan alasan, "Nanti orang tua yang kalian jaga, bisa mati jantungan karena kaget melihat kalian pakai putih-putih seperti hantu." Alasan yang tidak bisa saya tolak, karena memang saat di Indonesia, saya belum tahu seperti apa Taiwan ini dan bagaimana pekerjaan saya di negeri ini. Yang ada dalam hati saya waktu itu hanyalah cepat terbang, bekerja, mendapat upah, kemudian pulang membawa hasil dan meneruskan cita-cita saya.[15]
Memang tidak semua begitu mengenaskan, lebih-lebih bila dilandasi oleh rasa syukur. Bukankah bersyukur adalah mengakui dan menghargai secara bertanggungjawab segala karunia Tuhan, besar ataupun kecil, tersurat ataupun tersirat? Bersyukur karena tak hanya diperbolehkan menjalankan ibadah sebagaimana layaknya muslimah, tetapi juga karena “Salat Id, Aku Diantar Supir Pribadi Presiden Taiwan” seperti pengakuan Tina Yanes.[16] Bersyukur karena akhirnya bisa menjalankan puasa Ramadan tanpa sembunyi-sembunyi lagi.[17] Bersyukur pula karena, “… suka-duka itu malah semakin membuatku mengerti arti puasa yang sesungguhnya dan semakin membuatku mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT limpahkan padaku”.[18] Bersyukur karena hampir sebulan penuh makan bermenu telor ceplok dan mie instan dengan iringan lagu Iwan Fals, Ethiopia.[19]
Sujud syukurku kini padaMu Ya Allah…. Tidak ada yang tidak mungkin untukMu. Dua tahun finish kontrak dari majikan yang pertama, akhirnya do’aku terkabulkan juga. Aku hanya ingin mendapatkan majikan yang bisa memberi waktu dan tempat untuk menunaikan ibadah. Dan kini, aku mendapatkan majikan yang baik, majikan yang memberikan kebebasan dan waktu untukku menunaikan ibadah. Subhanallah…[20]
Bumi memang bundar. Karena itu, terpaan sinar matahari sebagai penanda siang dan malam juga berbeda. Beruntung ummat muslim yang bermukim di belahan utara bumi apabila tepat Bulan Ramadhan matahari memancar dari sebelah selatan khatulistiwa. Karena malam lebih panjang ketimbang siang, maka hari berpuasa menjadi lebih pendek dari malam kala boleh berbuka. Sebaliknya, menjadi lebih berat manakala Bulan Ramadhan ummat muslim bermukim di belahan bumi utara dan matahari memancar dari sebelah selatan khatulistiwa. Karena siang menjadi lebih panjang ketimbang malam, maka hari berpuasa pun menjadi lebih panjang dari malam kala boleh berbuka.
Setiap hari kami harus membuka salah satu website untuk mengetahui jadwal shalat  pada hari itu, yang waktunya tidak pernah sama dengan hari lainnya karena pergeseran musim yang menyebabkan panjang pendek siang dan malam selalu berbeda, kemudian me-reset alarm di telepon genggam kami agar kami dapat shalat  pada waktunya dan tidak terlalu cepat dari jadwal yang ditentukan.
”Kulta, illallinen on valmiina,” aku memanggil suamiku, mengajaknya untuk makan malam dan segera membatalkan puasa kami yang hari itu memakan waktu sekitar 17 (tujuh belas) jam.
”Ok,” jawabnya, yang beberapa saat kemudian muncul dengan membawa catatan di tangannya. Begitulah suamiku yang seorang mualaf, doa-doa yang harus dipelajarinya dicatatnya di dalam buku kecil yang dapat dibawanya ke mana saja.
Kami berdua kemudian duduk berhadap-hadapan di meja makan. Seraya tersenyum, suamiku membuka buku catatannya, dan kami pun bersama-sama menengadahkan tangan dan membaca doa berbuka puasa: "Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa 'alaa rizqika afthartu birahmatika ya arhamarrohimin".[21]
Kajian tentang keserba-budayaan, menawarkan konsep "lian" (the otherness) untuk menggambarkan cara pandang seseorang yang berasal dari budaya atau sub-budaya lain. Ini bisa terentang dari sekedar tak dikenal (the unknown), asing (the stranger), manca (the foreigner), hingga makhluk planet lain (the alien). Persoalannya, perbedaan budaya baik pada tingkat gagasan, pola perilaku, maupun benda-benda buatan manusia, tak selalu dipahami secara nomimal, melainkan secara ordinal. Artinya, perbedaan tidak dipahami dan dihayati dalam kesetaraan, melainkan tinggi-rendah, dan bahkan kecurigaan serta permusuhan.
“Saya tidak pernah bisa sahur, Bu. Tak punya makanan,” keluh Siti, BMI asal Sragen, Jawa Tengah. Dia duduk tepat di samping saya.
Siti bercerita bahwa majikan melarangnya menyimpan makanan di kulkasnya. Setiap pulang libur, majikan memeriksa tasnya dengan alasan khawatir Siti membeli makanan yang tidak sehat. Takut anak majikan ikut memakan makanan yang Siti beli. Sedihnya, majikan Siti juga pelit.
“Saya puasa dan salat tanpa sepengetahuan majikan. Majikan pernah marah ke saya. Dia tidak ingin ada dua Tuhan di rumahnya. Sering saya salat di kamar mandi atau di garasi mobil, saat saya mencuci mobil.”
Tadarus dilakukan Siti saat dia mengantar anak majikan kursus atau setiap ada waktu luang. Makanya Al Quran berbentuk kecil selalu dibawanya.[22]
Ketak-setaraan cara pandang budaya akan menjadi kekuatan pemaksa ketika mengemuka bersama ketaksetaraan kedudukan sosial. Hampir pasti ini dialami oleh para pekerja dalam keluarga tanpa agama. Selain tidak mengenal halal dan haram, keluarga demikian juga bernalar untung-rugi. Berpuasa Ramadhan senantiasa disamakan dengan kemerosotan atau bahkan kehilangan kekuatan untuk bekerja.
Tak terasa satu tahun sudah aku berada di Negara Beton ini. Perjalanan penuh liku-liku yang melelahkan. Aku sangat berharap bisa menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan tahun ini walau harus sembunyi-sembunyi. Aku tak mencoba meminta izin kepada majikanku karena akan menambah masalah saja. Bayangkan, sehari-hari saja dia menyuruhku makan daging babi. Aku pernah menolaknya, tapi dia mengancam akan memulangkanku ke Indonesia. Akhirnya, aku mengiyakannya walau sebenarnya aku selalu membuangnya, tanpa sepengetahuan dia.
Aku bersyukur majikanku menyuruhku makan di dapur dengan temanku yang juga anak Indonesia. Dengan demikian, aku bisa membuang daging babi itu ke tempat sampah, tanpa harus menerima omelen yang membuat nelangsa.
Sore itu, sebelum majikanku pulang dari kantornya, aku masak mie goreng made in Indonesia dan meletakkannya di dalam kotak makan. Kemudian, temanku, Indah, membawanya ke kamar kami yang berada di kok cai (atap rumah) beserta air putih dua botol.
Terrrrrrrrr…!! SMS dari bundaku. Ibu membangunkanku untuk makan sahur. Kubangunkan Indah pelan-pelan. Indah bangun, lalu dia berjingkat-jingkat pergi ke kamar mandi yang berada di lantai satu. Kami bekerja di Daerah Fairview yang penghuninya kebanyakan tinggal di villa. Dan rumah yang kami tempati ini berlantai dua.
Setelah selesai dari kamar mandi, aku dan Indah makan sahur dengan menyantap mie yang sudah terasa dingin karena AC yang kami nyalakan di kamar. Aku teringat ibuku yang sahur hanya bersama adik di rumah. Ayah juga sedang bekerja di Malaysia, sedangkan kakak perempuanku berada di Taiwan. Tak terasa air hangat menetes di pipiku.[23]
Masih ada sejumlah pengalaman sekaligus pelajaran penting dalam kumpulan tulisan ini. Pelajaran tentang kebersamaan, bahwa sesama muslim adalah saudara, baik dalam duka sebagaimana tampak dalam “Ramadanku Bersama Anggota Shelter KOTKIHO”[24], maupun ketika suka dalam “Pengalaman Berpuasa di Jerman”[25], juga pengalaman berpuasa di lingkungan “kauman” sebagaimana ditulis oleh Wawan Eko Yulianto[26]. Kebersamaan yang semoga mendorong kita bisa berkata:
Aku telah tinggal di tiga negara--Belanda, Malaysia, dan Inggris--dan merasai Ramadan di sana. Satu yang sama: kebersamaan dan kehangatan dari saudara-saudara Muslim di luar negeri membuat aku tidak pernah merasa sendiri di tanah yang asing. Ini, kadang membuatku yakin bahwa kita bisa juga menyebarkan rahmat untuk kaum selain Muslim.[27]
Pulang, berpuasa dan berlebaran di tanah air, di kampung halaman ternyata tetap menjadi daya tarik luar basa bagi sesiapa pun yang sedang di perantauan.[28] Demikian pun kepekaan nurani bisa menjadi semakin terasah karena jarak dan perbedaan.[29]
Berabad-abad lalu, Heroditus, seorang sejarawan Yunani, mengemukakan: "If one were to offer men the choice of all the customs in the world, they would examine the whole number and end up by prefering their own".[30] Lazimnya, para penulis dan pengajar pemahaman lintas budaya (cross-cultural understanding), seperti Esther Wanning, menganjurkan agar pata imigran melakukan apa-apa sebagaimana orang setempat melakukannya. "When in Rome, do as the Romans do" is a useful adage for both immigrants and short-terms visitors, but to follow it you must know what they do. … You do not need to adopt these customs as your own, …"[31]
Memang, sejauh tak menyangkut sistem keyakinan, peribadatan, dan hukum yang disucikan, anjuran tersebut akan lebih mudah dilakukan. Para pendatang dan imigran bisa melakukan segala sesuatu sebagaimana warga setempat melakukannya. Kalaupun tidak, sikap dan perilaku tenggang rasa dengan saling menghormati tanpa mengambil sepenuhnya kebiasaan warga setempat juga bisa dilakukan. Namun demikian, ketika sudah menyentuh sistem keyakinan, peribadatan serta hukum yang disucikan, jelas anjuran tersebut sangat berat untuk dilakukan.
Mencermati berbagai persoalan muslim Indonesia di berbagai negara tersebut, tampak jelas tentang perlunya upaya yang lebih dari sekadar memberikan anjuran pemahaman dan penyesuaian lintas budaya. Harus ada kebijakan berpihak (affirmative policies) dari Pemerintah untuk membantu mereka baik melalui jalur diplomasi politik maupun kebudayaan. Kebijakan berpihak demikian tidak boleh sekali-kali hanya didasarkan pada pertimbangan devisa atau benefit yang disumbangkan oleh para pekerja migran dan pelajar Indonesia di luar negeri, tetapi harus diterima sebagai bagian dari amanat melindungi segenap warga negara dan tumpah-darah Indonesia.
Waktu itu keluarga majikanku makan malam sudah cukup malam. Sekitar pukul 10 malam. Saat mereka makan, sambil aku terus mengerjakan tugasku, aku menunggu-nunggu mereka menyelesaikan makannya supaya aku bisa segera makan. Perutku isinya hanya air, dan sudah sangat ingin aku makan karena lapar setelah berpuasa seharian. Tangan ini pun sudah gemetaran saking laparnya.
Namun, alangkah terkejutnya aku. Setelah mereka selesai makan, di meja makan ternyata tidak ada makanan tersisa baik nasi, sayur, maupun lauk-pauknya. Semua ludes! Aku melongo sebelum kemudian aku memberesi meja makan. Ya, melongo. Lha, aku harus makan apa, sementara perut ini sudah menagih minta diisi sedari tadi.
Majikanku tahu saat aku melongo di depan meja makan. Dia lalu bertanya. Aku menjelaskan apa adanya. Setelah kami bercakap-cakap, tahulah aku bahwa mereka yang tahu aku tengah berpuasa, rupanya mengira aku juga tidak perlu makan di malam hari. Karena itu, mereka sengaja menghabiskan semua makanan karena merasa sayang kalau makanan sisa dan sisa makanan itu hanya dibuang. Sebuah alasan yang sangat masuk akal, memang. Aku pun akan mengambil keputusan seperti itu kalau dalam posisi majikanku.[32]
Akhirnya, sebagai sesama muslim saya ingin berbagi cerita sederhana. Suatu ketika, seorang putra teman saya berkunjung ke rumah di Bulan Ramadhan. "Maaf Pak, menurut saya berpuasa di Indonesia, apalagi di Malang sini, pahalanya lebih kecil daripada berpuasa di Taiwan saat musim panas", katanya mantap.
"Kenapa bisa begitu", saya bertanya meminta penjelasan. Menurut dia, di Taiwan selain lebih panas, siangnya juga lebih lama daripada di Indonesia. Jadi berpuasa di Taiwan lebih berat ketimbang di Indonesia. Karena Allah Maha Adil, maka penghargaan yang akan diberikan juga mengikuti berat atau ringannya beribadah puasa. "Belum lagi kalau harus berhadapan dengan godaan dan rintangan dari orang sekitar yang sama sekali tidak mengetahui dan tidak peduli tentang kewajiban bagi orang Islam", tambahnya.  Ini senada dengan pengalaman seorang mahasiswa muslim Indonesia di Michigan.
Selain lamanya waktu siang hari, tantangan lain bagi orang Islam yang sedang berpuasa di musim panas adalah menjaga mata dari pemandangan-pemandangan yang membatalkan puasa kita. Musim panas adalah musim yang ditunggu-tunggu oleh beberapa masyarakat Michigan, setelah menghadapi musim dingin. Sebagian besar siswa dan mahasiswa menghabiskan waktu liburan musim panas untuk berlibur. Walaupun demikian, ada juga mahasiswa yang tetap mengikuti perkuliahan di musim panas. Di musim panas beberapa mahasiswa biasanya menikmati terik panas matahari dengan berjemur di beberapa area kampus.[33]
Pahalanya lebih besar dari berpuasa di Indonesia? Masuk akal, karena adil berarti memberi penghargaan lebih tinggi untuk perbuatan baik yang berat dalam pelaksanaan, dan penghargaan lebih rendah untuk perbuatan baik yang ringan dalam pelaksanaan. Semoga Allah menguatkan lahir dan batin saudara-saudara saya di mana pun berada agar tetap tegar menjalankan segala kewajiban dan menghindari segala larangan, serta memberikan pahala berlipat-ganda atas semua ibadah dan amal baik mereka. Amin.
Malang, 23 September 2010


[1] Naskah ini sedianya dipersiapkan sebagai pengantar atas buku tentang pengalaman warga negara Indonesia muslim dan musliman yang menjalankan ibadah Ramadhan di luar negeri.
[2] Sakban Rosidi adalah seorang pendidik yang meluangkan waktu berbagi cerita dan nasehat melalui jejaring sosial facebook, tinggal di Kota Malang, Jawa Timur.
[3] Ratih Hardjono, Suku Putihnya Asia: Perjalanan Australia Mencari Jati Dirinya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
[4] Ruhan Tagar, Australi Ya Ya Ya …: Catatan Seorang Imigran Gelap, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996.
 [5] Ruhan Tagar, Australi Ya Ya Ya …: Catatan Seorang Imigran Gelap, 142-143.
 [6] Periksa tulisan Nino Viartasiwi.
 [7] Periksa tulisan Indira Margareta.
 [8] Periksa tulisan Ismi Iis.
 [9] Periksa tulisan Okti Li.
 [10] Periksa tulisan Minie Kholik.
 [11] Periksa tulisan Tety N.
 [12] Periksa tulisan D’zahra Zhou Xiaocie.
 [13] Periksa tulisan Yoest.
 [14] Periksa tulisan Okti Li.
 [15] Periksa tulisan Hesty Pramitha.
 [16] Periksa tulisan Tina Yanes.
 [17] Periksa tulisan Kine Risty, Indira Margareta, dan Bilqis.
 [18] Periksa tulisan Muntamah Cendani.
 [19] Periksa tulisan Slamet Hidayat Wikarto.
 [20] Periksa tulisan Ani Ramadhan.
 [21] Periksa tulisan Lutfi Shoviana.
 [22] Periksa tulisan Mega Vristian.
 [23] Periksa tulisan Kine Risty.
 [24] Periksa tulisan Mega Vristian.
 [25] Periksa tulisan Early Rachmawati.
 [26] Periksa tulisan Wawan Eko Yulianto.
 [27] Periksa tulisan Rilda A. Oe. Taneko.
 [28] Periksa tulisan Nessa Kartika.
 [29] Periksa tulisan Dang Aji.
 [30] Bila seseorang menawarkan pilihan semua kebiasaan di dunia kepada sejumlah orang lain, mereka memang mau mempelajari semua kebiasaan tersebut dan berakhir dengan memilih kebiasaan mereka sendiri. Periksa Esther Wanning, Culture Shock! USA: A Guide to Customs and Etiquette, Portland, Oregon: Graphic Arts Center Publishing Company, 1997: 8.
 [31] "Ketika berada di Roma, lakukanlah sesuatu sebagaimana warga Roma melakukannya", adalah pepatah yang berguna baik bagi imigran ataupun pendatang jangka pendek, tetapi untuk mengikutinya anda harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Anda tidak perlu menjadikan kebiasaan-kebiasaan mereka sebagai kebiasaan anda sendiri. Periksa Esther Wanning, Culture Shock! USA: A Guide to Customs and Etiquette, 9.
 [32] Periksa tulisan Siti Allie.
 [33] Periksa tulisan Imam Wahyudi Karimullah.

[FF] Demi Valentine's Day-mu


By. Nessa Kartika

"Jangan lupa hari ini hari penting." Marni, wanita yang baru tiga bulan kunikahi ini tersenyum riang pagi itu.
"Hari apa sih?" lagakku pura-pura lupa. Sedikit mengganggu istriku yang cantik. Aku suka membuatnya merengut. imut-imut.
"Mas, Ini 'kan tanggal empatbelas februari ... Hari Kasih Sayang." cetusnya.
Aku tersenyum , "udah tua kok masih juga merayakan hari gituan?" godaku.
Marni makin cemberut.
Aku men-starter motor, "Kasih sayang kan tiap hari bisa." tukasku lembut.
"Ah ... Pokoknya, aku mau hadiah Valentine." kata Marni keukeuh sebelum mencium tanganku.
Aku mengangguk lalu melarikan motorku ke tempat kerja sebagai kurir di Toko Bunga.

***

"Hari ini banyak orderan melebihi tahun lalu. Semoga kalian bisa bekerja ekstra." kata juraganku. "Anak muda sekarang banyak percaya dengan hari Valentine. itulah yang jadi panen untuk kita. laris usaha kita. Nanti kalian semua aku kasih bonus." Kata juraganku lagi, berseri-seri.

Hari ini segera kumulai pekerjaanku. Begitu banyak pesanan yang harus diantarkan.

Bismillahirrahmanirrahim.

***

Kring ... kring ... kring ...
Hape-ku berdering.

"Assalamuaikum ...?"
"Walaikumsalam, Mas udah beli hadiah Valentine untukku?"
"Belum, sekarang masih sibuk, belum sempat."
"Jangan lupa lho, Maaaas ... " rengek istriku.
"Emang mau kado apa sih? bunga? kan hampir setiap hari kukasih bunga."
"Ah, Mas kan kerja di toko bunga, bunga darimu nggak ada artinya. Pikir lagi dong ... Asal warnanya pink, itu cocok untuk hadiah Valentine." kata Istriku.
"Iya ... iya, demi Valentine's day-mu." kataku lalu menutup sambungan telpon.

Aku manggut-manggut. Asal warnanya pink, itu cocok untuk hadiah Valentine.

Aku benar-benar blur. tak ada ide tentang apa yang akan kuberikan pada istriku untuk Hari Valentine-nya ini. Selama aku bekerja di toko bunga ini, memang sudah tak terhitung berapa kali aku memberinya bunga. Aku mencintai Marni dan ingin menunjukkannya setiap hari, tak harus hari Valentine yang meskipun notabene hari Kasih Sayang.
Aku beranjak, masih banyak tugas untukku.

***

Usai kerja kularikan motorku ke pasar. Sepanjang pinggiran pasar kuingat  banyak pedagang kaki lima di sana, semoga salah satu dari mereka menjual sesuatu untuk Marni.

Benar saja, di pasar banyak penjual dadakan mungkin untuk hari Valentine ini. Mataku tertubruk sebuah gaun indah warna merah-muda. Marni pasti cantik sekali mengenakannya. Kutanyakan harganya, cukup murah, hanya tujuhpuluh ribu. Semoga Marni suka dengan pemberianku.

Kucantelkan gaun yang sudah dibungkus itu ke setang motor-ku. Aku tersenyum melihatnya.

Aku pun beranjak pulang. Sepanjang jalan aku banyak berpapasan dengan pasangan pemuda-pemudi mesra di atas motor mereka. Mungkin akan merayakan Valentine ini.

Kring ... kring ... kring ...
Hape-ku berdering, aku tahu itu Marni. Karena sudah dalam perjalanan pulang, ku tak pedulikan.

Kring ... kring ... kring ...
Hape masih berdering, biar saja ... toh, sudah hampir sampai rumah.

Kring ... kring ... kring ...
hape terus berdering. Menyerah, kucoba meraihnya di kantong celanaku.

Di arah lain tak kulihat sebuah mobil menghampiri. Kaget membuat motorku oleng. Gelagapan aku berusaha menyeimbangkan motorku, hapeku jatuh terbanting di aspal. Pikiranku makin tak karuan.

Hal terakhir yang kulihat, gaun merah jambu untuk Marni berubah warna menjadi merah darah.


***





*493 kata

Tuesday, February 15, 2011

[CERPEN] MENGEJAR MAS ARI

Mengejar Mas Ari

by Nessa MetaKartika on Tuesday, February 15, 2011 at 6:26pm


Sinopsis :

Tina kecewa ketika Mas Ari yang ditaksirnya tiba-tiba berubah jadi Mas Lucky.

Kok bisa? Emang Mas Ari eh, Mas Lucky itu anggota Power Rangers ya? kok bisa berubah-rubah...  Nyolong apaan Mas Lucky  kok pake dikejar-kejar???

Yang jelas Tina kecewaaaaa!

Rasa kecewa Tina berlipat-lipat karena hari ini, 14 februari adalah tepat hari ulang tahunnya. Nggak ada hubungan ma Hari valentine siiih ... Bapaknya yang orang jawa kasih dia nama Siti Valentina cuma gara-gara ia lahir di hari itu. "Kedengaran jawa-nya." katanya gokil kalo ditanya. Untung dia nggak lahir di hari Buruh, bisa-bisa dia dikasih nama Siti Buruhani. Gubrak! Nggak setuju banget.

Persetan dengan hari Valentine. Tina nggak pernah berharap untuk patah hati di hari ulang tahunnya.



[CERPEN] Mengejar Mas Ari

 By. Nessa kartika

(Plesetan Judul Film "Mengejar Matahari")


Valentina alias Tina membanting buku-bukunya kesal bin jengkel ke sudut kamar, hasilnya salah satu buku nangkring di atas meja buku yang lain berserakan di lantai. Dipunggutnya buku-buku yang tak berdosa itu sambil ngomel-ngomel nggak karuan, buku aja hari ini nggak bersahabat ma dia. Tina pengen nangis tapi airmata nggak bisa keluar. Dunia seakan-akan lagi menertawakannya. Padahal seharusnya februari jadi bulan baiknya. Bohong banget ... bulan februari ini justru bikin dia keki. Gimana nggak kesel kalo ternyata selama ini dia dibohongin.

Ceritanya gini ... Pas Tina dikenalin ke pacar barunya si Darta, cowok berkacamata kelas III Ak bernama Mas Ipunk. Ipunk mengenalkan bala kurawanya, Ari dan Lucky. Tapi siapa sangka mereka ngerjain Tina, ngenalinnya Ari jadi Lucky dan sebaliknya Lucky jadi Ari. Sebelnya lagi, Tina yang langsung jatuh cinta pada Mas Lucky yang cakep dan cool itu, selama berminggu-minggu Tina salah kaprah menyebutnya menjadi Mas Ari. Bahkan membuat agenda tahun ini adalah untuk Mengejar Mas Ari, gitu...

Tau-tau Dewi, temen sebangkunya yang paling ganjen se sekolahan, naksir Lucky juga. Tapi bedanya, Dewi menyebut Lucky  tetep Lucky. Soalnya nggak kena dikibulin Ipunk. Mereka selalu sharing tentang taksir menaksir mereka tanpa tahu bahwa yang mereka omongkan adalah satu orang. Kasian 'kan?

Nah, itu hari pulang sekolah pas lagi nemenin Darta nungguin Mas Ipunk di halte, Lucky lewat sendirian. Tina yang pertama liat tampang kerennya Lucky langsung nunjuk, “Itu Mas Ari!” gitu katanya dengan pipi merah jambu, nafasnya mengos-mengos tak berdaya memandang cowok pujaannya... Lucky memang makhluk Tuhan yang paling manis se sekolahan.

Bebarengan suara Dewi bilang, "Mas Lucky!”

Mereka berpandang-pandangan, “Kamu naksir Mas Lucky ya, Wi?” tanya Tina pede banget, nggak tau bahwa Lucky yang dimaksudnya adalah Ari yang sebenernya.

Dewi memandang Tina dengan tatapan aneh, “Kamu naksir Mas Ari ya? Tapi itu kan Mas Lucky, bukan Mas Ari…” Gantian Dewi berbisik, iya dong berbisik... kan makhluk itu ada di sebelahnya.

“Ah, kamu salah … itu kan Mas Ari, Mas Ipunk sendiri yang ngenalin aku,” debat Tina lugu, masih nggak tau kalo udah dikerjain Ipunk.

Hasilnya mereka debat maling, eyel-eyelan nama asli Lucky. Jelas aja Dewi menang, orang tu cowok nama aslinya emang Lucky.

Darta yang melerai. “Kalian ini apa-apaan sih? Biar aku sekarang nyamperin dia, sekalian kutanyain siapa namanya yang sebenarnya!” katanya berinisiatif.

Darta mencegat Lucky kayak Tukang Tol. Lucky hampir aja meloncat saking kagetnya.

“Mas Ipunk mana?” tanyanya kepada sobat kental pacarnya itu. Bukannya beramah tamah malah Darta nanyanya kayak orang mau nagih utang.

Lucky garuk-garuk kepala, “Di belakang kali, atau biasa… lagi beli rokok,” jawab Eqi, "Kenapa nyariin dia? belum di-sun ya?" goda Lucky iseng.

Muka Darta bersemu merah. "Bukaaaannnn ... Tuh temen-temenku pada eyel-eyelan, nama kamu sebenernya siapa sih? Lucky atau Ari? Ayo ngaku!” Tanya Darta bener-bener menginterogasi. Maklum, dia juga termasuk yang dikibulin ma Mas Ipunk.

Lucky yang ditanyain gitu langsung senyum-senyum. Hensem… banget, bikin Tina kethar-kethir.

“Apaan sih lu? kayak nggak kenal gue aja? Gue Lucky, dan dari lair emang emak-bapak gue kasih nama Lucky ke gue,” jawab Lucky jujur sambil pasang tampang bersalah ke Tina dan Darta. “Sorry, Gue ama Ipunk udah ngerjain kalian.”

Dan andai bisa, saat itu juga Tina pengen melesak ke dalam bumi, malu dan teramat sangat kecewa sekaligus nyesel. Kenapa mau-maunya dikerjain Ipunk. Tega-teganya membuat Tina jatuh cinta pada cowok konyol ini.

Darta balik badan, memasang tampang kasihan pada Tina, “Kamu denger? Namanya Lucky.” 

Tina pucet, detik itu juga pengen ngamuk ke Ipunk.

Gitu ceritanya ... Trus apa hubungannya dengan cewek manis berlesung pipit ini pulang sekolah ngamuk-ngamuk? Soalnya, tepat dua minggu setelah Tina tau nama asli Mas Ari yaitu Mas Lucky yang diem-diem tetap menjadi pujaan hatinya sejak jumpa pertama itu, tadi siang dengan pedenya Dewi bikin pengakuan ke Tina kalo kemaren sore dia jadian amaMas Lucky.

Tina langsung lemes. Padahal Tina ama Lucky udah akrab banget, bahkan beberapa teman mengira mereka udah resmi pacaran. Dibilang temen karena temen biasa, dibilang pacar karena punya kedekatan tersendiri juga bisa. TTM gitu lah ... Kok tega-teganya  Mas Lucky dan Dewi mengkhianati Tina?

Rasa kecewa Tina berlipat-lipat karena hari ini, 14 februari adalah tepat hari ulang tahunnya. Nggak ada hubungan ma Hari valentine siiih ... Cuma Bapaknya yang orang jawa kasih dia nama Siti Valentina cuma gara-gara ia lahir di hari itu. "Kedengaran jawa-nya." katanya gokil kalo ditanya. Untung dia nggak lahir di hari Buruh, bisa-bisa dia dikasih nama Siti Buruhani. Gubrak! Nggak setuju banget.

Persetan dengan hari Valentine. Tina nggak pernah berharap untuk patah hati di hari ulang tahunnya.

“Tuhan… Tina kurang apa sih? Kan duluan Tina yang suka Lucky, kenapa Tuhan tega kasih Lucky ke Dewi? Lucky kan cinta pertama buat Tina, sedangkan Dewi cuma menjadikan Lucky bagian dari ambisinya macarin semua cowok cakep di sekolah, Tuhan lupa nasib Doni? Pras? Atau Sony?” ratap Tina, lebih ngenes dari ratapan anak tiri begitu tadi capek ngamuk ngebantingin buku dan bantal, abis, mau ngebanting barang-barang ‘kan sayang…

Tina baru bisa nangis setelah nyetel film ‘Mengejar Matahari’ yang selalu dan selalu bisa menguras airmata Tina meski berkali-kali disetelnya. Abis puas nangis, Tina terus langsung tidur kayak bayi aja dan berharap bangun tidur bisa lega.

Yang jelas, sampai saat ini, Tina tetep nggak bisa ngelupain kejadian itu, meski ngrestuin Mas Lucky ama Dewi, tapi patah hati ‘kan sah-sah aja, “Kenapa mereka jadian di hari ulang tahun aku sih?” pikir Tina geregetan sebelum jatuh tertidur.

***

Di suatu siang yang cerah. Geng Tina kebarengan geng-nya Lucky di studio ‘Nemâ’. Lucky langsung narik tangan Tina keluar dari geng-nya, membawa Tina ke luar studio yang nggak rame, bikin Tina deg-deg plas!

“Tin, maafin gue ya..” Kata Lucky tiba-tiba.

“Emangnya kenapa, Mas?” sahut Tina nggak mengerti.

“Gue telat sadar bahwa sebenernya gue suka banget ama elu,” kata Lucky pelan.

Tina salting, nggak tau kudu terbang atau melayang-layang doang. Yang jelas, tiba-tiba, entah dari mana asalnya, Tina denger suara cempreng emaknya yang orang betawi asli.

“Tinaaa... Tinaaaaaaaaa!! Kalo mau tidur tipinya dimatiin dulu! Hemat energi dong!"

Tina terbangun, kaget! Ternyata ketemuan ama Lucky tadi cuma dalam mimpi. Kali ini Tina langsung nangis meraung-raung tanpa perlu dipancing adegan si Apin mati lagi.

“Emak kejaaaaaaaam …” raungnya.

Emaknya langsung menenangkan Tina, “Emak kejam kenapa? udah, jangan nangis lagi, mandi sana, kita kan mau ngerayain ultah kamu !!”

Tina nggak peduli lagi ama hari ulang tahun sialnya. “Emak sih … Tina kan pengen pacaran ama Lucky meski cuma dalam mimpi. biari Tina rela kalo Lucky tuh dengan teganya jadian ama Dewi di hari ulang tahun Tina,” gerutunya sambil ngeloyor keluar mau ke  kamar mandi.

“Surprise!!"

Dewi, Darta, Mas Ipunk yang udah diomelin abis-abisan karena ngebohongin Tina, Mas  Ari dan Mas Lucky udah di luar kamarnya. Bikin pesta surprise yang meriah buat Tina  lengkap dengan telor, tepung dan kecap diteplok-teplokin ke rambut kriwilnya yang hitam berkilau karena rajin shampoan.

Tina hepi banget tapi tetep aja mendung nggak ilang dari wajah cakep Tina. Sampai dengan ia melihat Dewi dan Lucky senyum-senyum.

"Kenapa kalian senyum-senyum...?" cetus Tina curigation.

"Maaf ya kami ngerjain kamu lagi... " Kata Dewi.

Tina terheran-heran. kening nya berkerut-kerut. Alisnya bertaut.

Teman-temannya mendorong-dorong Lucky ke hadapan Tina, "Ayo dong... Lucckkkk... ngaku aja..." kata mereka.

"Lucky mau ngasih kado terindah buat ultah sekaligus valentine-mu... meski kita tau kita nggak valentin-valentinan... " Kata Darta sahabatnya yang paling setia sedunia.

Kali ini Tina tersenyum, tahu maksudnya. 'Mengejar Ari' ... eh 'Lucky'-nya sukses.

***