About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Sunday, July 31, 2011

Ready for a great big hug Part 3

Sisi putih ; Dua Sisi Susi

Majikanku yang pertama, Madam Ang, bekerja sebagai administrasi di Singapore Museum Changi sono. Bos-nya seorang bule, teman-teman kerja majikanku macam-macam. Ada melayu, india juga ada yang chinesse seperti dia. Tiap pulang kerja, dia selalu membawa banyak cerita. Pekerjaannya sebagai klerek sebenarnya sangat membosankan. Bahkan tak jarang dia jatuh tertidur saking sepinya suasana Museum selain di Public Holiday/School Holiday.

Tapi dia punya banyak cerita seru... tentang hantu. Ya, HANTU.

Namanya juga museum, sudah pasti barang-barang di situ adalah barang tua dan 'berhantu'.... cerita yang membuatku terpingkal-pingkal tiap ia bersungut-sungut pulang kerja adalah tentang hantu Ah Pek (paman dalam hokkien) yang nggak suka kalo lampu museum dimatikan. Tiapa habis jam kantor, majikanku dan teman-temannya selalu gagal mematikan lampu ruang kerja, karena dihidupkan lagi oleh Ah Pek, berapa kalipun mereka mencoba mematikannya.

Di sebelah museum adalah Old Changi Hospital. Bekas rumah sakit Changi ini memang kesohor jadi sarang hantunya Singapura. Hantu di situlah yang selalu mengganggu majikanku dan teman-temannya.

Sangat aneh memang negara se-modern Singapore ternyata masyarakatnya masih sangat percaya hantu. Apalagi di bulan ketujuh kalender cina, disebut juga Ghost Month... Bulan Hantu. Yaitu bulan di mana semua arwah yang sudah meninggal akan kembali ke keluarganya di bulan ini. Bulan hantu jatuhnya sekitar juli-agustus. Kebetulan hari aku menulis part 3 ini adalah hari pertama bulan hantu. Di bulan ini banyak chinesse yang akan sembayang di mana-mana, di rumah, di jalan, di bawah pohon... pokoknya di mana-mana.

Hantu-hantu ini disebut Hungry ghost, entah kurang tahu kenapa bisa. Mungkin karena mereka pada minta makan (baca ; sesajen) ya... Makanya moment bulan ketujuh disebut juga Hungry Ghost Festival. Biasanya dimeriahkan dengan pentas getai dg penyanyi yang berdandan bak burung merak. Anehnya... deretan bangku pertama di depan panggung untuk penonton konser semacam dangdutan kalau di jawa ini dikosongkan. Jangan coba-coba untuk duduk di situ meski bangkunya kosong, karena bangku-bangku kosong itu ditujukan untuk para hantu yang tak kasat mata yang dipercaya ikut menonton pertunjukkan lagu dan tari dalam bahasa mandarin dan hokkien ini.

Kalo berani duduk di situ, bisa-bisa dianggap temannya hantu... hiiii~~~~ bisa deh diikuti kemana-mana...

Di Old Changi hospital inilah sering tersebar berita tentang kemunculan hantu dari bayi hingga kakek-kakek. Mana aja ada. Kuntilanak juga ada... cuma kalau di sini namanya Pontianak.

Sore itu, sekitar pertengahan april.  saat sedang asyik ngrumpi di grup Story, tiba-tiba muncul pengumuman yang diposting Mas Mayoko Aiko tentang LOMBA KUMCER HEBOH DUA SISI SUSI.

Lomba ini mengharuskan tokoh cerpennya bernama Susi dan temanya tentang sisi hitam atau sisi putih. Jika tokoh Susi itu antagonis, judul harus memakai kata hitam. Jika sebaliknya, Susi protagonis, maka judul harus memakai kata putih.

Aku sempat berpikir untuk menuliskan tentang kehidupan hitam Geylang, namun menurut pantauanku dari ribuan komen, hitam sudah banyak yang mengambilnya. Jadi aku memutuskan untuk menulis tentang putih.

Tadinya aku bingung, tapi berkat tuyul kecil-ku, Calwin Lim. Aku pun dapat ide... (bisa dibaca di buku Dua Sisi Susi) jadilah cerita berjudul Kelereng Putih. Bercerita tentang Hantu Kelereng Putih, bersetting Museum Singapura. Kami : aku dan keluarga majikanku yang pertama plus Vacum, anjing Shih Tzu mereka memang sering pergi ke museum sana untuk sekedar makan malam. Karena tempat itu mengijinkan membawa binatang peliharaan. Jadi aku masih ingat segala detilnya dengan baik meskipun aku sudah tidak bekerja di sana.

Jadilah ceritaku dan kukirimkan untuk Lomba Dua Sisi Susi.

Pembahasan tentang lomba ini selanjutnya beralih ke kelas CENDOL yang dibuka Mas Aiko. Sayang cerpenku tidak terpilih... Hanya sampai di 34 besar saja.

Kecewa memang, namun setidaknya aku sudah mencoba. Daripada dibuang sayang, akhirnya cerpen yang tidak lolos ini, aku revisi sedikit bagian-bagian yang tidak memuaskan lalu aku kirimkan ke VOI RRI (Voice Of Indonesia, Radio Republik Indonesia).

Bunda Pipiet Senja mengajakku untuk mengirim karyaku ke sana, dan aku memang sudah tertarik untuk ikutan ngirim cerpen yang kemudian akan dipilih dan dibedah secara live, via skype/telpon.

Saturday, July 30, 2011

[ARTIKEL KOMPASIANA] Cerpen Terbaik Bilik Sastra VOI RRI: Karya Nadia Cahyani dan Nessa Kartika

REP | 30 July 2011 | By. Pipiet Senja


13119900621861920369
Foto Kabul; Budiono: Launching Bilik Sastra VOI RRI

Membincang Karya TKI

Bilik Sastra mengudara mulai Minggu, 16 Januari 2011 pukul 13.05 sd 14.00 WIB. Siarannya melalui live streaming VOI, http://id.voi.co.id/. Siaran kedua yang merupakan launching secara resmi dilaksanakan 23 Januari 2011, langsung dari Pusat Dokumentasi Sastra HB Yasin Taman Ismail Marzuki.
Program Bilik Sastra VOI RRI, ditujukan untuk membincang karya mereka yang sedang berada di mancanegara. Setiap hari Minggu pukul 13.00 – 14.00, kru VOI RRI Bilik Sastra mengudara, membacakan dua cerpen yang masuk. Kemudian kedua cerpen itu akan dibincang oleh Pipiet Senja melalui sambungan telepon atau Skype.
Sejak terlibat dengan Bilik Sastra ini, sebagai pembincang bertambahlah aktivitasku alias urusannya. Jika sedang di rumah, tidak masalah bisa dilakukan melalui Skype. Bahkan saya acapkali sengaja hadir menyemarakkan kru VOI RRI Bilik Sastra di studio, jalan Merdeka Barat. Jumpa dengan rekan-rekan, para angkasawan dan angkasawati; Mas Prapto, Mas Rizal dkk. Mereka yang selalu bersemangat dan, aku bergabung membincang karya secara langsung.
Masalah akan timbul jika aku sedang bepergian dan itu acapkali terjadi. Karena kebanyakan urusan undangan seminar atau workshop kepenulisan ke luar daerah atau mancanegara adalah akhir pekan, termasuk hari Minggu.
Ketika aku berada di kawasan pedalaman Sumatera, umpamanya. Tak ada sinyal, tak bisa akses telepon apalagi internet. Jadi, aku menyempatkan lari dulu, tepatnya dilarikan oleh seorang panitia ke kawasan kota. Barulah aku bisa Skype-an atau telepon, bincang karya yang ditampilkan pekan itu.
Demikian pula ketika aku berada di Singapura. Mereka sama sekali tak bisa menghubungiku, bahkan aku lupa telah mengganti simcard M3 dengan kartu lokal. Dasar Manini, alamak, maafkan ya, Bilik Sastra!
Ketika berada di Malaysia, aku sedang makan siang bersama keluarga Aninda Lokeswari di sebuah rumah makan. Aku minta izin dulu, menunda acara makannya, kemudian bergegas mencari sudut aman agar bisa dihubungi kru Bilik Sastra.
Pernah juga di tengah Tol, sinyal tidak tertangkap, jadi kendaraan yang kutumpangi minggir lebih dahulu. Sampai aku selesai membincang karya, kemudian barulah kami melanjutkan perjalanan.
Aktivitas yang sangat unik ini menyenangkan hatiku menjelang usia senjaku. Kadang jadi terkenang, seperti bernostalgia, ketika remaja pernah menjadi seorang penyiar di Cimahi.
Dulu, aku pun sering mengikuti acara yang disebut Pelangi Budaya dari RRI Jakarta. Beberapa kali pula aku mengirimkan puisi remaja, kadang dibacakan, tapi lebih banyak dilupakan alias dibuang, barangkali, entahlah!
Pada Bilik Sastra ini sama sekali tak ada istilah karya yang diabaikan apalagi dibuang. Semua karya yang masuk akan dibincang, kemudian diagendakan untuk dibukukan pada saatnya kelak.
Sesungguhnya tidak hanya karya dari TKI saja yang berdatangan melainkan juga non TKI lainnya seperti; mahasiswa, ibu rumah tangga, dan dosen luar biasa di mancanegara, seperti Nostalgiawan dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Hanya saja, jika dihitung, ternyata TKI paling gencar menyerbu Bilik Sastra. Luar Biasa!

Sukaduka di Balik Wawancara Dengan TKI

Tak kurang hebohnya, ada kisah lucu, dramatik dan mengharukan ketika kru Bilik Sastra berusaha menghubungi TKI yang karyanya sedang dibincang.
Umpamanya, di tengah wawancara tiba-tiba terdengar suara;”Aduuuuh!” Seruan itu sungguh mengagetkan kami, para kru di studio. Sebelum kami bertanya, tiba-tiba hubungan terputus total!
Belakangan ketika ditelisik, TKI tersebut mengaku bahwa tiba-tiba kepalanya digetok oleh cucu majikan lansia yang dirawatnya. Karena sang anak tidak suka melihatnya bertelepon agak lama.
Nessa Kartika, minta waktu kepada majikannya untuk ngumpet di kamar mandi, kemudian barulah bisa tenang dihubungi kru Bilik Sastra. Tan Bahend ketika dihubungi kru Bilik Sastra, hanya bisa melakukan wawancara sambil mencuci pakaian di lantai atas, tepatnya di atap apartemen majikannya.
Mega Vristian juga sengaja mengunci diri di kamarnya. Nyata terdengar isaknya yang tertahan. Karena cerpennya berupa kisah nyata, tentang anak asuh yang dirawatnya sejak bayi dan saat itu sedang berulang tahun ke-17.
Dan banyak lagi kisah lucu, sekaligus mengharukan yang patut dibukukan. Demikianlah perjuangan para BMI kita di mancanegara!

Dewan Penjurian Cerpen

Sejak sebulan yang silam, ada ide dari Bapak Kabul Budiono, karya yang masuk sampai akhir bulan Juli akan diseleksi, dipilih dan dinobatkan sebagai Cerpen Terbaik versi Bilik Sastra.
Rapat pertama memutuskan bagaimana kriteria penjurian dan siapa saja yang akan menjadi Dewan Juri. Rapat kedua, aku berada di Jogja jadi tak bisa hadir. Akhirnya pada rapat terakhir, Jumat, 29 Juli 2011, terpilihlah dua cerpen terbaik, dan berhak mendapatkan hadiah sbb; tiket Jakarta-Hong Kong pp untuk pemenangnya dari Hong Kong, yakni Nadia Cahyani, seorang BMI HK yang sedang berada di Ngawi. Tiket Jakarta-Singapura pp untuk Nessa Kartika, BMI Singapura.
Hadiah lainnya selain didatangkan dari tempat mereka berada adalah menginap di hotel berbintang selama 3 malam, dan diikutsertakan pada acara Hari Kemerdekaan RI ke-66 di Istana Merdeka.
Karena sponsornya hanya untuk TKI, jadi tahun ini terpaksa karya-karya penulis non TKI tidak diikutsertakan. Insya Allah untuk tahun depan direncanakan untuk dinilai seluruhnya. Janjinya Pak Kabul Budiono loh, hehe!
Demikian pula cerpen yang pernah dibincang yang diambil dari buku antologi Surat Berdarah Untuk Presiden, tidak diikutsertakan sebagai karya yang akan dinilai. Menimbang bahwa karya-karya tersebut memang telah dibukukan, terkait dengan poin perjanjian bersama penerbit.
Rapat Penjuriannya lumayan alot, karena masing-masing juri berusaha mempertahankan argumen atas pilihan karya terbaiknya. Jurinya terdiri dari saya sebagai pembicang dan sastrawan, dari Pusat Pengajaran Bahasa, Atmajaya; Paulina Chandrasari Kusuma, M.Hum. Satu lagi dari pihak BNP2TKI, Nana, sebagai pendamping agar memudahkan izin cuti 3 hari untuk dua pemenang tersebut.
Dari 12 cerpen yang dirating teratas, akhirnya terpilihlah karya Nadia Cahyani dengan cerpen Silhuet Pahlawan. Satu lagi karya Nessa Kartika dengan cerpen Kelereng Putih.
Kepada Nadia Cahyani, BMI Hong Kong dan Nessa Kartika BMI Singapura, saya mengucapkan; Selamat, ya, semoga kemenangan ini akan menambah daya lecut yang hebat, agar kalian melahirkan karya-karya dahsyat di kemudian hari!
@@@

Sumber :
KOMPASIANA

[ARTIKEL KOMPASIANA] Cerpen Terbaik Bilik Sastra VOI RRI: Karya Nadia Cahyani dan Nessa Kartika

 
13119900621861920369
Foto Kabul; Budiono: Launching Bilik Sastra VOI RRI

Membincang Karya TKI
Bilik Sastra mengudara mulai Minggu, 16 Januari 2011 pukul 13.05 sd 14.00 WIB. Siarannya melalui live streaming VOI, http://id.voi.co.id/. Siaran kedua yang merupakan launching secara resmi dilaksanakan 23 Januari 2011, langsung dari Pusat Dokumentasi Sastra HB Yasin Taman Ismail Marzuki.
Program Bilik Sastra VOI RRI, ditujukan untuk membincang karya mereka yang sedang berada di mancanegara. Setiap hari Minggu pukul 13.00 – 14.00, kru VOI RRI Bilik Sastra mengudara, membacakan dua cerpen yang masuk. Kemudian kedua cerpen itu akan dibincang oleh Pipiet Senja melalui sambungan telepon atau Skype.
Sejak terlibat dengan Bilik Sastra ini, sebagai pembincang bertambahlah aktivitasku alias urusannya. Jika sedang di rumah, tidak masalah bisa dilakukan melalui Skype. Bahkan saya acapkali sengaja hadir menyemarakkan kru VOI RRI Bilik Sastra di studio, jalan Merdeka Barat. Jumpa dengan rekan-rekan, para angkasawan dan angkasawati; Mas Prapto, Mas Rizal dkk. Mereka yang selalu bersemangat dan, aku bergabung membincang karya secara langsung.
Masalah akan timbul jika aku sedang bepergian dan itu acapkali terjadi. Karena kebanyakan urusan undangan seminar atau workshop kepenulisan ke luar daerah atau mancanegara adalah akhir pekan, termasuk hari Minggu.
Ketika aku berada di kawasan pedalaman Sumatera, umpamanya. Tak ada sinyal, tak bisa akses telepon apalagi internet. Jadi, aku menyempatkan lari dulu, tepatnya dilarikan oleh seorang panitia ke kawasan kota. Barulah aku bisa Skype-an atau telepon, bincang karya yang ditampilkan pekan itu.
Demikian pula ketika aku berada di Singapura. Mereka sama sekali tak bisa menghubungiku, bahkan aku lupa telah mengganti simcard M3 dengan kartu lokal. Dasar Manini, alamak, maafkan ya, Bilik Sastra!
Ketika berada di Malaysia, aku sedang makan siang bersama keluarga Aninda Lokeswari di sebuah rumah makan. Aku minta izin dulu, menunda acara makannya, kemudian bergegas mencari sudut aman agar bisa dihubungi kru Bilik Sastra.
Pernah juga di tengah Tol, sinyal tidak tertangkap, jadi kendaraan yang kutumpangi minggir lebih dahulu. Sampai aku selesai membincang karya, kemudian barulah kami melanjutkan perjalanan.
Aktivitas yang sangat unik ini menyenangkan hatiku menjelang usia senjaku. Kadang jadi terkenang, seperti bernostalgia, ketika remaja pernah menjadi seorang penyiar di Cimahi.
Dulu, aku pun sering mengikuti acara yang disebut Pelangi Budaya dari RRI Jakarta. Beberapa kali pula aku mengirimkan puisi remaja, kadang dibacakan, tapi lebih banyak dilupakan alias dibuang, barangkali, entahlah!
Pada Bilik Sastra ini sama sekali tak ada istilah karya yang diabaikan apalagi dibuang. Semua karya yang masuk akan dibincang, kemudian diagendakan untuk dibukukan pada saatnya kelak.
Sesungguhnya tidak hanya karya dari TKI saja yang berdatangan melainkan juga non TKI lainnya seperti; mahasiswa, ibu rumah tangga, dan dosen luar biasa di mancanegara, seperti Nostalgiawan dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Hanya saja, jika dihitung, ternyata TKI paling gencar menyerbu Bilik Sastra. Luar Biasa!
Sukaduka di Balik Wawancara Dengan TKI
Tak kurang hebohnya, ada kisah lucu, dramatik dan mengharukan ketika kru Bilik Sastra berusaha menghubungi TKI yang karyanya sedang dibincang.
Umpamanya, di tengah wawancara tiba-tiba terdengar suara;”Aduuuuh!” Seruan itu sungguh mengagetkan kami, para kru di studio. Sebelum kami bertanya, tiba-tiba hubungan terputus total!
Belakangan ketika ditelisik, TKI tersebut mengaku bahwa tiba-tiba kepalanya digetok oleh cucu majikan lansia yang dirawatnya. Karena sang anak tidak suka melihatnya bertelepon agak lama.
Nessa Kartika, minta waktu kepada majikannya untuk ngumpet di kamar mandi, kemudian barulah bisa tenang dihubungi kru Bilik Sastra. Tan Bahend ketika dihubungi kru Bilik Sastra, hanya bisa melakukan wawancara sambil mencuci pakaian di lantai atas, tepatnya di atap apartemen majikannya.
Mega Vristian juga sengaja mengunci diri di kamarnya. Nyata terdengar isaknya yang tertahan. Karena cerpennya berupa kisah nyata, tentang anak asuh yang dirawatnya sejak bayi dan saat itu sedang berulang tahun ke-17.
Dan banyak lagi kisah lucu, sekaligus mengharukan yang patut dibukukan. Demikianlah perjuangan para BMI kita di mancanegara!
Dewan Penjurian Cerpen
Sejak sebulan yang silam, ada ide dari Bapak Kabul Budiono, karya yang masuk sampai akhir bulan Juli akan diseleksi, dipilih dan dinobatkan sebagai Cerpen Terbaik versi Bilik Sastra.
Rapat pertama memutuskan bagaimana kriteria penjurian dan siapa saja yang akan menjadi Dewan Juri. Rapat kedua, aku berada di Jogja jadi tak bisa hadir. Akhirnya pada rapat terakhir, Jumat, 29 Juli 2011, terpilihlah dua cerpen terbaik, dan berhak mendapatkan hadiah sbb; tiket Jakarta-Hong Kong pp untuk pemenangnya dari Hong Kong, yakni Nadia Cahyani, seorang BMI HK yang sedang berada di Ngawi. Tiket Jakarta-Singapura pp untuk Nessa Kartika, BMI Singapura.
Hadiah lainnya selain didatangkan dari tempat mereka berada adalah menginap di hotel berbintang selama 3 malam, dan diikutsertakan pada acara Hari Kemerdekaan RI ke-66 di Istana Merdeka.
Karena sponsornya hanya untuk TKI, jadi tahun ini terpaksa karya-karya penulis non TKI tidak diikutsertakan. Insya Allah untuk tahun depan direncanakan untuk dinilai seluruhnya. Janjinya Pak Kabul Budiono loh, hehe!
Demikian pula cerpen yang pernah dibincang yang diambil dari buku antologi Surat Berdarah Untuk Presiden, tidak diikutsertakan sebagai karya yang akan dinilai. Menimbang bahwa karya-karya tersebut memang telah dibukukan, terkait dengan poin perjanjian bersama penerbit.
Rapat Penjuriannya lumayan alot, karena masing-masing juri berusaha mempertahankan argumen atas pilihan karya terbaiknya. Jurinya terdiri dari saya sebagai pembicang dan sastrawan, dari Pusat Pengajaran Bahasa, Atmajaya; Paulina Chandrasari Kusuma, M.Hum. Satu lagi dari pihak BNP2TKI, Nana, sebagai pendamping agar memudahkan izin cuti 3 hari untuk dua pemenang tersebut.
Dari 12 cerpen yang dirating teratas, akhirnya terpilihlah karya Nadia Cahyani dengan cerpen Silhuet Pahlawan. Satu lagi karya Nessa Kartika dengan cerpen Kelereng Putih.
Kepada Nadia Cahyani, BMI Hong Kong dan Nessa Kartika BMI Singapura, saya mengucapkan; Selamat, ya, semoga kemenangan ini akan menambah daya lecut yang hebat, agar kalian melahirkan karya-karya dahsyat di kemudian hari!
@@@

Ready for a great big hug part 2

Sharing Session All About Writing With Bunda Pipiet senja.

Bunda Pipiet Senja, yang menjadi idolaku karena kerendahan hatinya. Buktinya : tak ada komen atau inbox-ku yang tak dibalasnya... dan selalu ceria kapanpun dan dimanapun.

Masih serasa bermimpi ketika suatu sore di bulan mei, sebuah inbox dari bunda memberitahuku perihal kedatangan Bunda beberapa minggu di depan, pada akhir bulan Mei. Jadilah kami bertukar SMS dan muncul ide membuat event Diskusi Kreatif Buku.

Tempat awal yang bunda inginkan adalah bersama Mujahidah di Masjid Mujahiddin. Namun karena aku tak punya koneksi di sana, aku menghubungi Fia. Salah satu temanku di Mujahidah. Namun Fia bilang Mujahidah kemungkinan ada kelas untuk acara lain. Was-was aku-pun mengontak Rista (Penulis, SIS, Speak-Up Newsletter) untuk mencari dukungan dari Pihak SIS. Gayung bersambut, Rista membalas, "Serahkan aja padaku."

Yup. Akhirnya kupasrahkan segala-galanya pada Rista. Karena hiks... aku nggak bisa keluar-keluar... Bahkan aku juga sempat meminta maaf pada bunda jika aku tak bisa hadir.

Beberapa hari kemudian aku memutar otak agar aku bisa diijinkan datang ke acara yang kemudian sudah di-set di dua tempat pada tanggal 29 Mei. Susah... Majikanku sulit diajak kompromi. Hingga aku hanya dibolehkan mengikuti part II di Masjid Muja. Itupun tentunya tak boleh lama-lama.

Yah, tak apalah... daripada tidak sama sekali.

Aku pun mulai menghitung hari.

Tanggal 28 Mei

Ketika Bunda posting bahwa beliau tiba jam 8 malam ini, aku lega dan sangat tak sabar menunggu pagi.

Pukul 10 malam Waktu Singapura
Hape jadulku yang baru beberapa hari yang lalu kuganti ringtonenya dengan lagu Tante Katty Perry berbunyi. Seseorang (kayaknya si Chinesse Singaporean) menelponku. Tentu saja aku bertanya-tanya karena aku tak mengenal nomernya.
"Hallo. I need u to pick up someone at Changi Airport here." katanya sopan. 
DEG!
"Who's there?" tanyaku balik. Perasaanku sudah tak enak.
Terdengar telepon dialihtangankan. Lalu aku mendengar suara bunda.
"Nessa, ini Bunda. Feby mana? Bunda udah nunggu dua jam ini..."

Masyaallah... 
Akhirnya aku diberitahu oleh yang punya telpon posisi bunda sekarang, buru-buru aku menghubungi mbk Feby yang ternyata udah di Airport! Sempat juga mencari-cari bantuan Mbak Dhalifa, sepupuku untuk jaga-jaga. Alhamdulillah tidak sampai seperti yang ku khawatirkan. Hadeuh... lega ketika akhirnya Mbak Feby dan Bunda yang saling mencari selama dua jam, dipertemukan.

Paginya berlalu dengan lancar. Cendolers Singapore merapati Bunda Pipiet Senja di SIS sesuai rencana. Dan aku masih bergelut dengan tugas negara.... Sampai jam 1 siang dapat telpon dari Mbk Lia, Muja ngk ada tempat! Alamak... Akhirnya diputuskan untuk sesi kedua dilanjutkan tetap di SIS. Namun masalah tidak berhenti di situ.

Majikanku tak membiarkanku pergi ke SIS yang jaraknya nyaris 2 jam ditempuh dg MRT dari Teck-Whye. Dia marah karena perjanjian semula aku hanya pergi ke Muja seperlunya. Muja dekat dari rumahku. Aku, Mbk Myra dan Mbak Lia memutar otak lagi mencari cara agar aku diijinkan pergi. Akhirnya datanglah sang dewa penyelamat, Pak Zafli... (maaf bukan pak Fahmi hehehe... ) dari KBRI yang merayu majikanku.

Sukstresss!

Majikan pun mengantarkan aku ke SIS di Siglap Road 20A. Drop me there and left me to run some errands, they said they went to IKEA. Ammmaaaaannn...

Duh.. adem hati ini ketika akhirnya aku bisa memeluk dan mencium Bunda Pipet... :D

Di sela-sela acara, sambil ngobrolin tentang nasib buruh migran di negara lain, bunda berbisik...
"Kirim cerpenmu ke VOI RRI, nanti kita telfon kamu untuk bedah..."
Aku jawab, "Oke, bunda."


*part 1-nya di sini

Ready for a great big hug part 1

Semua berawal dari satu kalimat : Menulislah dengan keren (MayokO AikO)

Sekitar pertengahan januari, aku agak lupa tepatnya.
Armi S Leanis, BMI Taiwan menginbox-ku, katanya, "Mbak Nessa, tolong masukkan aku ke grup STORY, ini link-nya," katanya sambil memberiku link suatu grup di Inbox.
Saat itu aku tak tahu apa itu STORY, dan grup apa itu.
Aku balas, "aku aja belum jadi member kok...."
"Kalau gitu gabung dulu...!" Desak Armi.
"Memangnya kenapa?"
"Di grup itu semua penulis terkenal Indonesia." Kata Armi.

Karena penasaran dan kebetulan aku dan Armi memang sedang mupeng belajar. Selama ini penulis Indonesia, aku hanya tahu Pak Fahri Asiza... karena aku pernah baca buku Pak Fahri di Library dan langsung mengenali FBnya. Sejak mengenal Pak Fahri di FB, aku berguru padanya. Caranya? Tag, tag n tag tanpa malu-malu. Dan alhamdulillah tanpa menunggu lama biasanya kritik, saran dan masukan pak Fahri selalu mengalir dengan setia di setiap cerpen yang ku-tag ke beliau. Begitu juga Armi. Kalau dia murid kelas inbox pak Fahri... maklum Armi FBan pakai hp nggak bisa tag note seperti aku.
Jadi saat Armi menyuruhku join untuk bergabung dengan grup penulis terkenal, aku menurut. Aku kan anak baik... hehe.

Aku klik join dan beberapa saat kemudian aku diapprove oleh Reni Teratai Air. Saat itu, aku benar-benar tak tahu siapa dia. Setelah menyeret Armi ke dalam grup itu juga, aku mulai jalan-jalan. Lalu tahulah aku bahwa Story itu nama majalah yang memuat cerpen-cerpen. Mbak Reni Teratai Air alias Mbak Erin, begitu anak-anak menyebutnya, sebagai editor.

Awalnya agak segan. Karena isi grup itu semua cerpennya ternyata pernah diterbitkan di majalah tersebut. Sementara aku dan Armi? Menulis karena kesepian di perantauan. Tulisan kami masih banyak kekurangan di sana-sini. Mulailah kami mencuri ilmu dari penulis-penulis yang berada di grup ini. Aku yang tadinya kuper, nggak tau apa-apa tentang penulis Indonesia... mulai tahu sedikit-sedikit. Meski belum membaca karya mereka, namun banyak ilmu yang mereka bagi cuma-cuma. Berderet nama besar mulai kuhapalkan. Juga kuhapalkan buku-buku mereka supaya aku bisa memburunya kalau aku pulang nanti.

Lalu kami mengenalnya... penulis keren yang menyuruh kami ; Aku dan Armi, menulis dengan keren.

MayokO AikO

*tepuk tangaaaan....*

Seperti 1000 orang lainnya, kami pertamanya salah mengira Mas Aiko itu ceeeewweeekkk!
ini Asli! Dan dia nggak marah.Bahkan malah membuatku --dan pastinya Armi-- jadi betah di grup itu. Karena minimal ada satu teman lagi.... juga kenal dengan bejibun teman yang lain.
Diam-diam aku dan Armi mulai mengikuti kemanapun Mas Aiko pergi... Haha. Maksudnya, setiap Mas Aiko komen atau posting kami selalu perhatikan, atau balas, atau cuma pelototin. Pokoknya pengikut rahasia.

Tahu kalau kami yang tinggal di LN ini sedang belajar menulis, Mas Aiko menantang kami. Siapa yang bisa menulis keren, akan diberi hadiah novel terbarunya.

Aku tanya, "masuk buku keren nggak?"
Armi menyahut, "tembus media Indonesia kayaknya susah deh..."

Terus terang, saat itu bagiku memang ikut lomba-lolos-dibukukan terasa lebih gampang daripada masuk media, dan memang IYA!
Cerpen-cerpenku yang dicap mantap oleh Pak guru Fahri sampai saat ini belum ada yang mulus nampang.(Lagian ngirimnya juga jarang...) Yang dibukukan malah banyak... :D

Lalu Mas Aiko bilang keren itu artinya pantang menyerah, pantang memble, pantang mundur ... yah kira-kira begitulah! (Aku lupa kalimat aslinya... Hahaha)

Jadi, intinya... kalau mau jadi penulis yang keren... Menulislah dulu dengan keren!

Hidup keren! Hidup Kepsek KEREN!

Cerpen Terbaik Bilik Sastra VOI RRI: Pemenangnya Nadia Cahyani dan Nessa Kartika

by Pipiet Senja on Saturday, July 30, 2011 at 10:38am
Membincang Karya TKI
Bilik Sastra mengudara mulai Minggu, 16 Januari 2011 pukul 13.05 sd 14.00 WIB. Siarannya melalui live streaming VOI, http://id.voi.co.id/. Siaran kedua yang merupakan launching secara resmi dilaksanakan 23 Januari 2011, langsung dari Pusat Dokumentasi Sastra HB Yasin Taman Ismail Marzuki.

Program Bilik Sastra VOI RRI, ditujukan untuk membincang karya mereka yang sedang berada di mancanegara. Setiap hari Minggu pukul 13.00 – 14.00, kru VOI RRI Bilik Sastra mengudara, membacakan dua cerpen yang masuk. Kemudian kedua cerpen itu akan dibincang oleh Pipiet Senja melalui sambungan telepon atau Skype.

Sejak terlibat dengan Bilik Sastra ini, sebagai pembincang bertambahlah aktivitasku alias urusannya. Jika sedang di rumah, tidak masalah bisa dilakukan melalui Skype. Bahkan saya acapkali sengaja hadir menyemarakkan kru VOI RRI Bilik Sastra di studio, jalan Merdeka Barat. Jumpa dengan rekan-rekan, para angkasawan dan angkasawati; Mas Prapto, Mas Rizal dkk. Mereka yang selalu bersemangat dan, aku bergabung membincang karya secara langsung.

Masalah akan timbul jika aku sedang bepergian dan itu acapkali terjadi. Karena kebanyakan urusan undangan seminar atau workshop kepenulisan ke luar daerah atau mancanegara adalah akhir pekan, termasuk hari Minggu.

Ketika aku berada di kawasan pedalaman Sumatera, umpamanya. Tak ada sinyal, tak bisa akses telepon apalagi internet. Jadi, aku menyempatkan lari dulu, tepatnya dilarikan oleh seorang panitia ke kawasan kota. Barulah aku bisa Skype-an atau telepon, bincang karya yang ditampilkan pekan itu.

Demikian pula ketika aku berada di Singapura. Mereka sama sekali tak bisa menghubungiku, bahkan aku lupa telah mengganti simcard M3 dengan kartu lokal. Dasar Manini, alamak, maafkan ya, Bilik Sastra!

Ketika berada di Malaysia, aku sedang makan siang bersama keluarga Aninda Lokeswari di sebuah rumah makan. Aku minta izin dulu, menunda acara makannya, kemudian bergegas mencari sudut aman agar bisa dihubungi kru Bilik Sastra.

Pernah juga di tengah Tol, sinyal tidak tertangkap, jadi kendaraan yang kutumpangi minggir lebih dahulu. Sampai aku selesai membincang karya, kemudian barulah kami melanjutkan perjalanan.

Aktivitas yang sangat unik ini menyenangkan hatiku menjelang usia senjaku. Kadang jadi terkenang, seperti bernostalgia, ketika remaja pernah menjadi seorang penyiar di Cimahi.

Dulu, aku pun sering mengikuti acara yang disebut Pelangi Budaya dari RRI Jakarta. Beberapa kali pula aku mengirimkan puisi remaja, kadang dibacakan, tapi lebih banyak dilupakan alias dibuang, barangkali, entahlah!

Pada Bilik Sastra ini sama sekali tak ada istilah karya yang diabaikan apalagi dibuang. Semua karya yang masuk akan dibincang, kemudian diagendakan untuk dibukukan pada saatnya kelak.

Sesungguhnya tidak hanya karya dari TKI saja yang berdatangan melainkan juga non TKI lainnya seperti; mahasiswa, ibu rumah tangga, dan dosen luar biasa di mancanegara, seperti Nostalgiawan dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Hanya saja, jika dihitung, ternyata TKI paling gencar menyerbu Bilik Sastra. Luar Biasa!

Sukaduka di Balik Wawancara Dengan TKI
Tak kurang hebohnya, ada kisah lucu, dramatik dan mengharukan ketika kru Bilik Sastra berusaha menghubungi TKI yang karyanya sedang dibincang.

Umpamanya, di tengah wawancara tiba-tiba terdengar suara;”Aduuuuh!” Seruan itu sungguh mengagetkan kami, para kru di studio. Sebelum kami bertanya, tiba-tiba hubungan terputus total!

Belakangan ketika ditelisik, TKI tersebut mengaku bahwa tiba-tiba kepalanya digetok oleh cucu majikan lansia yang dirawatnya. Karena sang anak tidak suka melihatnya bertelepon agak lama.

Nessa Kartika, minta waktu kepada majikannya untuk ngumpet di kamar mandi, kemudian barulah bisa tenang dihubungi kru Bilik Sastra. Tan Bahend ketika dihubungi kru Bilik Sastra, hanya bisa melakukan wawancara sambil mencuci pakaian di lantai atas, tepatnya di atap apartemen majikannya.

Mega Vristian juga sengaja mengunci diri di kamarnya. Nyata terdengar isaknya yang tertahan. Karena cerpennya berupa kisah nyata, tentang anak asuh yang dirawatnya sejak bayi dan saat itu sedang berulang tahun ke-17.
Dan banyak lagi kisah lucu, sekaligus mengharukan yang patut dibukukan. Demikianlah perjuangan para BMI kita di mancanegara!

Dewan Penjurian Cerpen
Sejak sebulan yang silam, ada ide dari Bapak Kabul Budiono, karya yang masuk sampai akhir bulan Juli akan diseleksi, dipilih dan dinobatkan sebagai Cerpen Terbaik versi Bilik Sastra.

Rapat pertama memutuskan bagaimana kriteria penjurian dan siapa saja yang akan menjadi Dewan Juri. Rapat kedua, aku berada di Jogja jadi tak bisa hadir. Akhirnya pada rapat terakhir, Jumat, 29 Juli 2011, terpilihlah dua cerpen terbaik, dan berhak mendapatkan hadiah sbb; tiket Jakarta-Hong Kong pp untuk pemenangnya dari Hong Kong, yakni Nadia Cahyani, seorang BMI HK yang sedang berada di Ngawi. Tiket Jakarta-Singapura pp untuk Nessa Kartika, BMI Singapura.

Hadiah lainnya selain didatangkan dari tempat mereka berada adalah menginap di hotel berbintang selama 3 malam, dan diikutsertakan pada acara Hari Kemerdekaan RI ke-66 di Istana Merdeka.

Karena sponsornya hanya untuk TKI, jadi untuk tahun ini terpaksa karya-karya penulis non TKI tidak diikutsertakan. Insya Allah untuk tahun depan direncanakan untuk dinilai seluruhnya. Janjinya Pak Kabul Budiono loh, hehe!

Demikian pula cerpen yang pernah dibincang yang diambil dari buku antologi Surat Berdarah Untuk Presiden, tidak diikutsertakan sebagai karya yang akan dinilai. Menimbang bahwa karya-karya tersebut memang telah dibukukan, terkait dengan poin perjanjian bersama penerbit.

Rapat Penjuriannya lumayan alot, karena masing-masing juri berusaha mempertahankan argumen atas pilihan karya terbaiknya. Jurinya terdiri dari saya sebagai pembicang dan sastrawan, dari Pusat Pengajaran Bahasa, Atmajaya; Paulina Chandrasari Kusuma, M.Hum. Satu lagi dari pihak BNP2TKI, Nana, sebagai pendamping agar memudahkan izin cuti 3 hari untuk dua pemenang tersebut.

Dari 12 cerpen yang dirating teratas, akhirnya terpilihlah karya Nadia Cahyani dengan cerpen Silhuet Pahlawan. Satu lagi karya Nessa Kartika dengan cerpen Kelereng Putih.

Kepada Nadia Cahyani, BMI Hong Kong dan Nessa Kartika BMI Singapura, saya mengucapkan; Selamat, ya, semoga kemenangan ini akan menambah daya lecut yang hebat, agar kalian melahirkan karya-karya dahsyat di kemudian hari!
@@@

 

penjurian bilik sastra

  

voi rri

Sumber :  
http://www.facebook.com/notes/pipiet-senja/cerpen-terbaik-bilik-sastra-voi-rri-pemenangnya-nadia-cahyani-dan-nessa-kartika/10150271559443006

Wednesday, July 20, 2011

[ARTIKEL SASTRA INDONESIA] Nessa Kartika, Penulis Antologi Sastra-Berjuang Untuk Kaum Buruh Migran Indonesia di Luar Negeri

Posted by PuJa on July 20, 2011

28th Desember 2010
http://berita21.com/

Nessa Kartika, seniman yang juga aktivis Buruh Migran Indonesia (BMI) terus berjuang memberikan kesadaran kepada kaumnya, melalui antologi tulisan-tulisan kritisnya yang ia buat sampai saat ini dan dia sekarang ini bermukim di Singapura, untuk terus berkarya bersama sahabat penanya Karin Malulana meretas jalan kebahagiaan bagi kehidupan TKI di luar negeri.Nessa Kartika, seniman yang juga aktivis Buruh Migran Indonesia (BMI) terus berjuang memberikan kesadaran kepada kaumnya, melalui antologi tulisan-tulisan kritisnya yang ia buat sampai saat ini dan dia sekarang ini bermukim di Singapura, untuk terus berkarya bersama sahabat penanya Karin Malulana meretas jalan kebahagiaan bagi kehidupan TKI di luar negeri.
Terlahir dengan nama Anissa Hanifa, 27 Mei 1983 di Kota Wonosobo, Jawa Tengah. Putri sulung dari pasangan M. Hatru, dan Siti Mariam ini, sedari kecil telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya karena bercerai. Saat dirinya menginjak sekolah lanjutan pertama, dan kini ibunya menjalankan bisnis kuliner ‘UD MARI’ di Wonosobo.
Saat ia bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 1 Wonosobo, dan SLTP Muhammadiyah 1 Wonosobo selalu terpilih untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba mengarang dan beberapa kali berhasil meraih juara. Dia pun pernah masuk Pondok Pesantren Modern Assalam Temanggung namun terpaksa ‘DO’ (drop out). Saat itu, ia mengalami kecelakaan lalu lintas saat berboncengan motor dengan seorang kawannya di Jalan. S. Parman, Wonosobo. Ketika dalam perjalanan pulang dari Wonosobo kembali ke Asrama PPMA Assalam Temanggung, Jawa Tengah, yang membuat tangannya cedera patah.
Setahun berikutnya, 1999, ia masuk SMK Negeri 1 Wonosobo. Yang kemudian jatuh cinta pada kakak kelasnya, yang kemudian menjadi inspirasi dalam tulis menulis. Karya-karyanya, kemudian sering dimuat di beberapa media. Ia menjadi penulis cerpen tetap untuk majalah sekolah. Selain aktif di dunia sastra, ia pun aktif sebagai penggiat lingkungan dan kecintaan nya dengan alam bersama sahabat-sahabtnya di Bhajiro Kosongloro.
Selanjutnya selepas sekolah, ia sempat berkerja di Pabrik Garmen di Bandung, Jawa Barat hingga ia memutuskan untuk berkerja ke Hongkong. Nessa memberanikan diri berkerja ke luar negeri menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke Hongkong. Namun di Hongkong, ia tak bernasib baik. Justru dia menjadi korban kekerasan dari majikannya, yang kerap kali memukul dan memberi beban kerja yang terlampau berat, untuk ukurannya sebagai seorang wanita. Beruntung ia berhasil kabur ke agensi dan pulang ke tanah air dengan selamat.
Meski sempat tertahan di Terminal Tiga Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta selama sehari semalam. Karena dianggap sebagai BMI atau TKI bermasalah. Oleh sebab, dia tidak memiliki dokumen kepulangan maupun penjemputan.
Sehingga dia tidak tahu bagaimana caranya menghubungi PJTKI, perusahaan yang telah mengirimkannya menjadi TKI ke Hongkong saat dia berada di Jakarta. Dengan terpaksa, Nessa pun memanggil bapak kandungnya, M. Hatru, yang kebetulan tinggal di Jakarta.
Anehnya, ketidak miripan wajahnya dengan M. Hatru, Bapak Kandungnya ini juga, yang menjadi alasan petugas bandara untuk menahan Nessa di Terminal 3 Soekarno-Hatta. Berkat negoisiasi yang sangat alot antara bapak kandungnya dengan salah seorang oknum petugas di bandara. Akhirnya proses dokumen dan ijin pulang bisa dikeluarkan oleh pihak Bandara Soekarno-Hatta. Dan, Nessa berhasil keluar dari penjara Terminal 3, dan dibawa pulang ke kota asalnya.
Sejak itu, tidak lama berselang diambilnya kesempatan berkerja di sebuah stasiun radio swasta di tempat asalnya di Wonosobo, Kantor Radio Nawa Kartika FM di bagian administrasi. Dengan nama udaranya yang baru, Nessa Kartika. Nama yang dipakainya hingga sekarang. Tahun 2004, ia menikahi Wahidun dan tahun berikutnya melahirkan seorang putra, bernama Muhammad Axl Satriaji Wahid.
Lalu kembali memutuskan untuk berkerja ke luar negeri, kali ini ia ke Singapura. Di Singapura, inilah dia berkerja untuk Keluarga Ang dan Keluarga Lim, yang mendukungnya berkreasi di dunia maya. Hingga tahun 2010, salah satu puisinya terpilih dan masuk dalam ‘Antologi Puasa Pengembara Migran Indonesia’ berupa kumpulan satu buku oleh beberapa penulis yang dia bukukan sekaligus sebagai ruang media komunikasi, antara dirinya dengan para Buruh Migran Indonesia di luar negeri.
Tulisan-tulisan yang pernah dibukukannya, diantaranya adalah buku kumpulan pengalaman saat berpuasa oleh para imigran asal Indonesia di Hong Kong, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia, USA, Belanda, dan Finlandia.
Sahabat penanya dia kenal di dunia maya, Karin Maulana. Karin, salah seorang Buruh Migran Indonesia asal Blitar, Jawa Timur ini, di Hongkong yang dikenal Nessa, melalui situs jejaring sosial, Facebook. Mereka berdua bercita-cita untuk berjuang membuka kesadaran para buruh migran di perantauan hingga kini.
Adapun buku-buku karya Nessa Kartika, diantaranya :
1. LUKA TANAH PRIOK (Dragon Family Publisher, Hongkong. 2010). Buku pertama yang memuat karya Nessa Kartika. Buku ini merupakan kumpulan puisi persembahan untuk BMI (Buruh Migran Indonesia) di Hongkong, Taiwan, dan Singapura untuk Tragedi Priok, Koja, Jakarta Utara, Kamis, 15 April 2010. Karya Nessa, berupa sebuah puisi berjudul “Ada Apa”.
2. 30 HARI DALAM CINTA-NYA, (Dragon Family Publisher, Hongkong. 2010). Buku ini, menyajikan berbagai pengalaman Warga Negara Indonesia (WNI) beragama Islam yang melewatkan bulan suci Ramadhan di luar negeri, yakni Hong Kong, Korea, Taiwan, Malaysia, Singapura, Jepang, Belanda, USA, dan Finlandia. Ada yang berada di luar negeri karena studi, ada pula yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Buruh Migran Indonesia (BMI). Karya Nessa berjudul, “Ramadhan Ke Empat Ku di Negeri Singa”.
3. KARENINA : SINGA BAUHINIA, (Dragon Family Publisher, Hongkong. 2010). Buku ini adalah buku kumpulan cerita pendek dan puisi tentang kisah-kisah wanita Buruh Migran Indonesia di Hongkong dan Singapura. Buku ini adalah proyek bersama Nessa Kartika dengan sahabat penanya di dunia maya, Karin Maulana. Seluruhnya berisi 13 buah cerita pendek, diantaranya 6 cerpen dan 3 puisi karya Nessa Kartika, serta sebuah novellet, yang merupakan karya bersama kolaborasi Karin Maulana dan Nessa.
Kisah Cinta, Kekejaman, Kekerasan, Kisah Suka dan Duka, serta beberapa kisah lainnya yang terjadi di seputar kehidupan Buruh Migran Indonesia, yang selalu terjadi di sekitar kita. Buku ini mendapat pujian dari pengamat sastra dan pemerhati BMI, Sakban Rosidi, Dosen Filsafat Program Paska Sarjana, IKIP Budi Utomo Malang, Jawa Timur, Indonesia. Sebagai sebuah karya yang “Meretas Jalan Kebangkitan Genre Baru Sastra Remaja”.
4. TIGABIRUSEGI, (HASFA Publisher, 2010). Buku Antologi Puisi Kasih: Tanah, Air, Udara oleh 50 orang penulis. Sebagai antologi, keberagaman menjadi dimensi yang menguatkan buku ini, yang didedikasikan sepenuhnya untuk bencana yang tidak hanya sampai pada simpati. Tetapi ingin menjadi saksi, bahwa puisi menjadi kasih yang nyata, dalam kata dan tindakan. Karya Nessa, berupa puisi religi berjudul “Hidup Tak Terbatas Disini”.
5. BICARALAH PEREMPUAN!!! (Leutika Prio Publisher. 2010). Bicaralah Perempuan, merupakan sebuah ajang untuk menyuarakan berbagai Kekerasan terhadap Perempuan. Buku ini, meski banyak berbicara soal Luka, Penghiatanan, dan Air Mata. Tetapi tidak hendak mengajak anda berlarut-larut dalam duka. Berharap ini akan menjadi halilintar, yang membangunkan banyak orang dari mimpi panjang. Kekerasan terhadap Perempuan begitu nyata, sangat dekat, dan menuntut partisipasi tanpa harus berfikir lambat.
Dalam semangat itulah, buku ini hendak dilahirkan. Dari rahim Gerakan Serikat Buruh di Serang, Banten. Dalam spirit dan bagian tidak terpisahkan dari ‘Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan’ yang sudah dilaksanakan bersama-sama Komnas Perempuan. Dalam sebuah diskusi di Hotel Le Dian, Serang.
Bahkan buku ini, diharapkan akan menjadi tonggak kebangkitan Kaum Perempuan Indonesia; untuk lebih peduli, berbagi daya, dan bergandengan tangan dalam hangatnya kebersamaan. Ini adalah murni proyek sosial. Sebuah lentera, untuk berbagi cahaya.
Hasil penjualan buku ini, nantinya akan disumbangkan untuk kegiatan-kegiatan Biro Perempuan Forum Solidaritas Buruh Serang (FSBS) untuk melakukan penguatan dan advokasi kepada para perempuan korban kekerasan.
Karya Nessa berjudul ‘Bicaralah Perempuan’ terangkum menjadi satu bersama 15 orang penulis lainnya.

*****

Sumber :
http://sastra-indonesia.com/2011/07/nessa-kartika-penulis-antologi-sastra-berjuang/http://berita21.com/2010/12/28/penulis-antologi-sastra-berjuang-untuk-kaum-buruh-migran-indonesia-di-luar-negeri/

Monday, July 18, 2011

[BUKU] SERIBU CINTA YANG MENYALA

 
 
[23] ANTOLOGI KASIH : SERIBU CINTA YANG MENYALA

Lolos Buku Keluarga
Bismillah, ini dia nama dan naskah yang masuk dalam buku Antologi Kasih Keluarga :)

Sebuah Persembahan Hati - Ami Susiani
Akhirnya Aku Tahu: Dia Mencintaiku Dengan Caranya - Ayesha El Himmah
Melukis Isyarat Cinta - Binta Almamba
Kanvas Takdir - Egha Dien
Sisa Cinta untuk Papa - Gardina
Maafkan Aku, Ma… - Haya Aliya Zaki
Cinta Tak Berbatas Waktu - Linda Nurhayati
Sebuah Keluarga - Mieny Angel
Seorang Tukang Tambal Ban - Mz Janu
Ujung Cinta Seorang Ibu - N. Dhyra
Aku Menulis Untuk Anakku - Nessa Kartika
Lelaki Paling Dirindu - Rafif Amir Ahnaf
Jangan Bersedih, Bu! - Ragil Kuning
Desember, Sebelum Oktober - Ryka Lolita
Cinta Kasih Kelapangan Hati - Sarah El Zohrah
Pita kuning di hari lebaran - Shabrina ws
Waktu Untuk Cinta - Shintya Dewi Hadiyani
Sepotong Rindu Untuk Ayah - Sofi Bramasta
Wanita Penuh Kasih Itu, Ibuku - Sri Winarti
Semangat Hidup Ibu Tiri Tercinta - Sutono adiwerna
Selamat Jalan Brother - No Name

Thursday, July 14, 2011

[BUKU] Senyum Bidadari Kecil

 
 
 
BUKU SENYUM BIDADARI KECIL

DINAR ATFA CHOLIFAH memang bukan siapa-siapa dan mungkin tidak berarti apa-apa. Ia hanya anak muda biasa. Remaja putri yang ingin eksis di dunia kepenulisan dengan menulis apa saja, apa adanya. Ia memang tidak seberuntung beberapa penulis lain yang sesegera mungkin memiliki karya yang dibukukan atau dimuat di media massa.

Kehadirannya di Grup Facebook: Diskusi Fiksi. Menulis Fiksi. Membaca Fiksi yang lebih dikenal sebagai Grup CENDOL (CErita Nulis Diskusi OnLine) pun semula tak terlalu menarik perhatian, kecuali sikap bersahajanya, santun serta wajah cantiknya yang selalu berhias senyum manis. Si Dinar Unyu, julukannya.

Ketika malaikat kematian memanggilnya di usia muda, barulah semua tersadar. 5000 sahabat melacak karya-karyanya!
Ia adalah magma! Karyanya sungguh tulus dan luar biasa, sekaligus isyarat kematiannya …
Benarkah kita bisa memilih dan menentukan kematian kita?

DINAR ATFA CHOLIFAH (28 Mei 1994 – 19 Juni 2011) membuka mata hati kita ….
Sesungguhnya, ketika kematian terjadi, kita tidak sedang kehilangan, melainkan justru mendapatkan sesuatu yang sangat berharga …

(Donatus A. Nugroho)

Wednesday, July 13, 2011

[PUISI] *Abaikan

Aku menjadikan waktu sebagai penanda
Batas pertemuan dua dunia
Menjaga
Memberati mata
Dan meruntuhkan airmata

Kekasih nyata tiada menemaniku menghitung bintang
Menghamburkan kata cinta yang kian menyesakkan dada
Oleh rindu dan tanya
Beragam rasa terbaca
Tanpa dapat kuutarakan

Ku tak dapat bersikap
Memburu geletar mencekam menjadikannya tiada
Yang ku faham
saat di sisimu, kemana harus kuletakkan kejujuran ini

Mengeja arti aksara antah berantah
Tiba-tiba
Aku merasa hilang
; Terabaikan...

sudut mati kamar ini, 1234am
singapore, 13 Juli 2011
Makin mendekati hari H, makin GALAU.


Monday, July 11, 2011

GALAU

Menyakitkan saat menyadari tak tahu apapun tentang dia.
Dan harus mendengarnya dari orang lain.

siapa aku baginya?

Sunday, July 10, 2011

[PUISI] pagi dan engkau

seperti layaknya kehilangan
aku tahu
Aku tak bisa memiliki
sejak awal aku mencintai

[PUISI] siang dan engkau

rasaku rasa mereka
sama
Kuharap rasamu padaku
tidak untuk mereka

Minggu 10:10 10 Juli 11
Mlongo di Mrt Choa Chu Kang

Saturday, July 9, 2011

[PUISI] 326

seperti malam yang memburuku
Menjejaliku dengan segala tentang kamu
Tak mengelak dari hal bermakna rindu
Meski tak juga dapat kuyakinkan bahwa kau pun begitu



Kuinjak kenyataan
seiring datangnya langit baru
Biaskan secercah malu
Ah, maafkan aku memikirkanmu.



sìngapore panassssss
9 Juli 2011
Huft!

Friday, July 8, 2011

[BUKU] Kepingan Kehidupan


 
 
BUKU KEPINGAN KEHIDUPAN

Antologi Keping kehidupan Komunitas pena Santri.
Buku 1 dan Buku 2

Harga Rp. 35.000,- (Belum termasuk ongkir dari sidoarjo - tujuan) khusus daerah Sidoarjo dan Surabaya, akan di antar langsung oleh PJ antologi.

*Khusus yang membeli pada tanggal 9 Juli – 17 Juli 2011
harga Rp. 30.000/eks

Cara pemesanan,
Ketik SMS dengan format,
nama_Jml pesanan_KPS 1* _Alamat lengkap_jml yang di transfer dan di kirim ke 085733520180 (mas Taufiq)

*jika memesan antologi buku 1. kalau ingin memesan buku kedua , ketik KPS 2

Transfer ke BCA KCP Kembang Jepun No Rek : 2260586389 atas nama
Abu Dzar Al Ghifari.

Thursday, July 7, 2011

[BUKU] Long Distance Friendship



LONG DISTANCE FRIENDSHIP

Telah Terbit !!

Long Distance Friendship


Penulis: Abrar Rifai, Fiani Gee, Naqiyyah Syam, dkk.
Kategori: True Stories
ISBN: 978-602-225-014-2
Terbit: Juli 2011
Tebal: 374 halaman
Harga: Rp. 67.700,00

Deskripsi penulis :

Buku ini ditulis oleh 102 penulis yang kebanyakan, aktif mengikuti lomba-lomba di jejaring sosial bernama facebook. Tema yang umum mengenai pertemanan, mampu merangkum penulis-penulis dari banyak jenjang dan usia. Beberapa penulis telah tergabung dalam satu komunitas penulis. Namun ada pula penulis yang belum terlibat dalam komunitas kepenulisan. Selain itu, di antara teman-teman penulis yang sudah menulis buku sendiri, antologi cerpen, artikel dan puisi, tidak menghalangi penulis lain yang menyebut dirinya baru belajar menulis. Sehingga inilah buku antologi pertama mereka. Semoga dengan terbitnya buku ini. Mampu memicu dan memacu semangat penulis-penulis yang juga merasa baru belajar untuk tetap menuliskan apa yang mereka ingin tuliskan dengan tetap bersemangat.

Deskripsi :

Buku yang berkisah tentang kisah nyata persahabatan di dunia maya. Persahabatan yang terasa nyata, walau tak pernah bersua secara wujud dalam kenyataan. Mungkin banyak orang yang menganggap bahwa pertemanan di internet melalui situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, Multiply dan lainnya, hanyalah pertemanan semu yang tak pernah akan menjadi nyata dalam kehidupan. Buku ini menjawab ketidak yakinan tersebut. Betapa para penulis dalam buku ini menceritakan tentang keakraban mereka dengan teman-teman mayanya. Berbagai kemanfaatan mereka dapat dari teman-teman yang hanya bisa mereka lihat di layar komputer, silaturahim lewat status, tweet atau ngobrol di ruang chat. Baik melalui chat FB, YM, Gtalk dan lain sebagainya. Saling mengirim hadiah, menasehati satu sama lain, memadu kasih, bahkan ada yang sampai mengubah keyakinan beragamanya. Setiap alur menjadi bukti pertemanan mereka. Setiap tulisan telah mengungkapkan bahwa satu nama, telah menempati satu hati nun jauh di luar kota, luar pulau bahkan luar negeri. Membuat setiap cerita menjadi luar biasa. Simak saja..

Seikat Puisi dalam buku ini :

Bilakah keindahan rasa ini akan sampai.
Sedangkan jarak memisah raga
Namun kebutaan cinta pada jauhnya kita
Menampik setiap ragu tuk terus menyayangmu
Sejauh jiwaku memandang
Maka kutemukan nyaman di ruang ini
Meski belum sanggup kucapai ruang dekapmu
Namun peduliku pada ranah cinta kita
Menyisa asa untuk terus melukis do’a di dinding langit
Sepucuk pinta bagi sebuah jumpa
Hingga dapat kucurah kata meski diam
Dan mampu kuraih jabatmu
Dan kutemukan dunia lain di wujud senyummu
Kepada manusia.. yang terus kucinta..
Sahabatku fillah..
Keajaiban rasa ini.. memenjaraku bersama senandung do’aku..
Duhai kau.. kecantikan hati yang membelengguku
Izinkan kusanding kesederhanaanmu.. dengan kebiasaanku.. yang sangat biasa..

Menjadi temanmu, adalah indah.

Sunday, July 3, 2011

[ARTIKEL WANITA INDONESIA] Nessa Kartika, Babu Juga Bisa Nulis

oleh: Riza Falina, foto: istimewa 
 
]Foto: Nessa TKW Sukses
Hobi menulis sejak kecil, Nessa memutuskan menjadi penulis. Bukan hal mudah karena banyak yang menganggapnya sebelah mata hanya karena ia mantan TKW. “Saat bekerja di Hong Kong, banyak teman sesama TKW yang kebetulan hobi menulis dan kita berkomunikasi via milis. Ketika ada Facebook, saya bertemu banyak penulis Indonesia di dunia maya itu. Mereka juga yang memotivasi saya agar tidak menyerah ketika menulis,” kata Nessa, tersenyum.
Sejak SD, Nessa terbiasa mengirimkan tulisannya ke majalah yang kemudian dimuat di majalah anak-anak.
“Saya juga sering mewakili sekolah untuk lomba mengarang,” tandas Nessa.
Untuk merubah nasib keluarganya di kampung, Nessa memutuskan menjadi TKW. Tahun 2003, ia berangkat ke Hong Kong untuk menjadi pembantu rumah tangga. Saat itu usianya baru 19 tahun.
“Selain faktor ekonomi, alasan saya menjadi TKW karena ingin mencari uang sendiri yang nantinya dipergunakan untuk biaya kuliah. Maklum saja, ketika lulus SMK, orang tua saya tidak bisa memenuhi impian saya untuk membiayai kuliah,” ucap wanita kelahiran 27 Mei 1983.

Gaji Rp 3,5 Juta
Awalnya, Nessa bercita-cita menjadi diplomat karena ingin mewakili Indonesia di dunia luar.
“Tapi sayang, saya harus memupus impian itu karena faktor ekonomi yang tidak memadai. Ketika orang tua tidak bisa membiayai kuliah, saya jadi pembantu di Hong Kong. Satu hal yang tidak pernah saya bayangkan sama sekali. Di keluarga, saya anak manja yang selalu dituruti semua keinginannya. Waktu kecil, orang tua mempunyai pembantu untuk menemani anak-anaknya. Siapa sangka jika dia kemudian hari saya juga menjadi pembantu,” ucap Nessa.

Satu tahun bekerja di Hong Kong, Nessa memutuskan untuk tidak melanjutkan kontraknya, memilih pulang ke kampung halamannya di Wonosobo, Jawa Tengah. “Awalnya, majikan saya itu baik sekali. Setelah usahanya bangkrut, majikan saya yang laki-laki jadi stres. Kalau pulang ke rumah, dia suka mukulin istrinya dan saya,” kata Nessa.
“Waktu jadi TKW di Hong Kong, saya digaji sebesar Rp 3,5 juta. Ketika menjadi penyiar, saya hanya diberi Rp 500 ribu saja. Tentu saja tidak cukup,” beber Nessa. Tidak puas dengan itu, Nessa memutuskan menjadi TKW lagi di tahun 2007. Kali ini, ia bekerja sebagai pengasuh di Singapura.
Alhamdulillah, saya mendapat majikan yang baik. Ketika kakek (di Singapura, Nessa menjadi pengasuh seorang kakek) meninggal, saya tetap dipercaya keluarga kakek untuk menjadi pembantu rumah tangga di keluarganya yang lain,” ucap Nessa.
Dibelikan Laptop
Empat tahun bekerja di Singapura, anak ke empat dari sembilan bersaudara ini bersyukur karena ia tidak pernah mengalami kekerasan. Bahkan, ia diberi kebebasan untuk menggunakan komputer setelah pekerjaannya selesai.“Bukan main senang hati ini ketika bisa menggunakan komputer yang saya pergunakan untuk mengasah kembali kemampuan menulis. Awalnya, majikan saya berpikir kalau saya main games di laptop. Ketika mengetahui bahwa saya menggunakan laptop untuk menulis, dia terkejut dan akhirnya membelikan saya laptop,” kenang Nessa, tersenyum.

Jalannya menjadi penulis kian mulus setelah mengikuti lomba cerpen Bilik Sastra yang diadakan oleh RRI Voice of Indonesia di Singapura.“Hadiah yang saya dapatkan adalah kesempatan bertemu Presiden RI dan mengikuti upacara kenegaraan HUT RI ke-66 di Istana Negara atas undangan Ibu Ani SBY. Tentu saja saya terharu dan bangga, karena selama menjadi TKW tidak pernah ikut upacara. Jadi, waktu saya menghadiri upacara atas undangan Ibu presiden, sesuatu yang sangat menakjubkan,” ucap Nessa, bahagia.

Setelah itu, Nessa diundang diundang oleh Janet, warga negara asal Australia untuk terlibat dalam Ubud Writers and Readers Festival pada 5-9 Oktober 2011 di Ubud, Bali. “Suatu kehormatan bagi saya bisa bergabung dengan penulis terkenal, baik di dalam maupun luar negeri. Siapa sangka jika seorang pembantu menjadi pembicara di depan orang terkenal, baik dalam maupun mancanegara. Pastinya, saya deg-degan karena bertemu banyak orang dan berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Tahu sendiri kan, bahasa Inggris TKW itu seperti apa. Ketika berbicara dengan gaya bahasa sendiri, sambutan mereka luar biasa. Bahkan, mereka kaget dengan latar belakang saya sebagai TKW tapi mampu berkarya,” papar Nessa. Hingga saat ini, Nessa rajin menulis di blog pribadinya yang diberi judul Babu Juga Bisa Nulis.