About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Saturday, December 29, 2018

#cerpen Kondisikan Rindu

Aku berdebar. Di sisi kolam penuh ikan berkecipak dan sedikit terang bulan, matamu memendarkan cahaya lilin dari gelas, indah, tak terlukiskan.

Dalam otakku mengalir lagu tentang surga, kusuarakan segera.

Baby, you're all that I want
When you're lying here in my arms
I was thinking it's hard to believe
We're in heaven

Kamu melirik, senyum tersungging di bibirmu. Ingin kulumat, mungkin akan berasa bir, seperti cairan keemasan berbuih di mejamu.

Aku membacanya dan mengartikannya sebagai cinta.

***

"Kamar mana?" tanyamu.
"123. Aku tidak tutup pintunya, kemarilah."

Semua berlangsung singkat. Begitu kamu masuk kità langsung saling mengumbar birahi.

"Jangan bilang siapa-siapa," katamu malu-malu.

Entah mengapa instingku berkata aku yang pertama. Aku merayakannya sepuas-puasnya.

Keluguanmu membuatku makin ingin menyanyikan seluruh lagu romansa. Sekali raga menyatu, selamanya jiwa saling mengikat. Tak ada janji-janji, tak ada mimpi-mimpi. Tak ada saksi. Keindahan adalah milik kita, disimpan saja.

***

"Kenapa tadi kamu diam saja?" Kamu cemberut.
"Aku harus bagaimana? Woro-woro kalau kita pacaran?"
"Bukan gitu...," kata-katamu terputus.
Aku tahu, kamu juga tak mengerti.
Memang berat kalau teman kerja jadi kekasih, lebih berat lagi jika mengingat siapa aku dan lebih penting lagi, siapa kamu.

Ah

Aku dan kamu tak kan tahu
Mengapa kita tak berpisah
Walau kita tak kan pernah satu

Kenapa sih bersamamu selalu muncul lagu di otakku?

"Tadi aku kesitu kok nggak ketemu?" Balasku.
"Mungkin belum beruntung," candamu. Aku membayangkan kamu sedang rapat sambil mengetik dan cengengesan.

Oh babe... Haruskah kubilang mendapatkan hatimu saja sudah keberuntungan besar untukku. Aku jadi tidak merasa sendiri di dunia ini. Tiap hari masih bisa tersenyum, karena punya cinta. Punya kamu...

"Aku kangen."

***

"Kok aku dicuekin?" Wa ku tak dibalas beberapa hari ini.
"Sibuk sih."

Alasan sibuk adalah alasan yang tak bisa kuterima sama sekali. Bagaimanapun, dulu, kesibukan yang menyatukan kita. Ini akhir tahun, laporan akhir tahun memang bikin sibuk.

"Tahun 2019 ada aturan baru dari kantor," aku mengalah. Kembali yang kubahas denganmu soal pekerjaan.
"Iya, nanti kukondisikan."
"Aku juga dikondisikan sekalian."
"Dikondisikan bagaimana?"

Kukirim gambar hati besar besar.
Agar kamu mengerti aku selalu mencintaimu, selalu merindukanmu.

Beberapa tahun ini hanya kamu yang mampu membuatku berbunga-bunga dan bertingkah seperti anak sekolahan. Jatuh cinta lagi dan lagi padamu adalah seniku mencintaimu.

***

~ merry xmas n happy new year

Saturday, December 15, 2018

#kisahginjalku bag 3

Aku menjalani HD pertamaku dengan lancar. Dalam hatiku berharap bisa mendapatkan tempat untuk HD rutin di RS ini, namun ternyata mendapatkan tempat HD rutin tak semudah membalikkan telapak tangan. Tak semudah yang kubayangkan.

Perasaan galau dan campur aduk membuatku terpuruk. Aku menyalahkan diri sendiri, aku menyalahkan kopi, aku menyalahkan kopi. Aku bahkan menyalahkan ibuku. Rasanya geram sekali bahwa aku-lah yang harus diuji dengan penyakit ini.

Setelah cuci darah pertama aku konsultasi ke beberapa rumah sakit, tak semudah bertemu dokter dan besok aku bisa kembali cuci darah lagi. Di RS PKU Muhammadiyah Wonosobo akhirnya aku mendapatkan jadwal rutin HD, dokternya juga baik sekali.

Di ruang Hemodialisa RS PKU, aku paling sehat dan segar. Hanya sesekali aku minta oksigen, jika sesak dan nyeri di dada sudah tak tertahankan atau saat HB di angka 5,6,7. Aku takut otakku tak bisa berfungsi juga kalau tidak ada oksigen yang cukup.

Kegiatan rutin di rumah sakit membuatku banyak melihat, mendengar dan merasakan peristiwa di sekitarku. Sehingga walaupun sakit, aku masih sangat bersyukur keadaanku jauh lebih baik dari orang lain.

Selain itu, aku bertemu pula dengan keluarga baru sesama pasien cuci darah bersama pendampingnya. Kami banyak berbagi informasi ataupun saling bercerita.

Berupa-rupa kisah yang terjadi di ruang HD. Ada senang ada sedih. Ruang itu bagai rumah kedua bagiku.

Setengah tahun menjalani cuci darah, aku tidak merasa sendiri. Banyak teman seperjuangan. Ada yang sudah berhasil mengurangi jatah seminggu tiga kali menjadi dua kali. Ada yang sekarang hanya seminggu sekali. Namun ada pula yang menyerah.

Allah yarhaam.

***

Aku tahu ini ujian berikutnya. Jika aku mampu melewati rintangan ini, mungkin Allah akan mengangkat derajatku. Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan umat-Nya.

Mungkin selama aku sehat aku kurang bersyukur. Mungkin ini cara Allah menegurku supaya makin rajin ibadahku, supaya aku memperbaiki sholatku. Supaya aku tak mengejar-ngejar dunia dan melupakan akherat.

Allah menyayangiku sehingga menguji kesabaran dan keikhlasanku.

Aku tulang punggung di rumah. Jika aku sakit dan berbaring saja di rumah, habislah. Itu sebabnya kututupi kesedihanku dengan keceriaan. Aku beraktifitas normal, hanya sesekali membatalkan janji atau pekerjaan karena harus kontrol dokter

Teman-teman dan saudara yang datang silih berganti kularang menangis. "Lihatlah! Aku baik-baik saja."

Tak terhitung banyaknya orang, sesama pasien, dokter, bagian pendaftaran atau penunggu pasien, bahkan petugas IGD yang bertanya padaku, "siapa yang sakit?" dan melongo tak percaya ketika kubilang, "aku."

Keadaanku benar-benar baik-baik saja. Aku bahkan masih menyetir motorku sendiri kemana-mana.

Lalu, pada akhir musim panas suatu siang saat mau pergi ke kecamatan, aku jatuh dari motor. Pingsan dengan siku robek tak karuan. Tetangga yang melihat bilang motorku oleng jalannya. Sejak itu kutahu keseimbangan tubuhku hilang. Jalanku mulai sempoyongan seperti orang mabuk. Sikuku dijahit tiga jahitan.

Dicabut lagi satu kenikmatanku oleh Allah.

***

Bersambung... Part 4

Tuesday, December 11, 2018

#kisahginjalku 2

Malam itu aku muntah-muntah, mungkin karena kelelahan dengan segala perjalanan ikhtiar mencari obat untuk sakitku.

Apalagi tugas dari dr. Timo adalah mencari rumah sakit terdekat yang ada unit hemodialisa, sehingga aku bisa HD rutin di sana.

Tak terbayang olehku sulitnya. Semua poli penyakit dalam kudatangi, semua bilang penuh dan harus antri. Itu pun aku harus sudah punya akses seperti Carterter Double Lument (CDL) atau Cimino seperti AV Shunt. Waktu itu aku tak tahu barang apa itu dan bagaimana mendapatkannya.

Kelelahan dan stres membuatku kambuh. Aku muntah-muntah tapi yang kumuntahkan hanya air. Air berbuih dan banyak. Tak ada makanan yang masuk ke perut, selain nafsu makan hilang, tapi juga karena beberapa hari itu makanan yang kumakan pasti keluar lagi.

Kepalaku sakit tak tertahankan. Ditambah badanku gatal tak karuan. Rasanya nyawaku tinggal sebentar, tak ada harapan hidup.

Usahaku mendapatkan tempat cuci darah mendaratkanku di Rumah Sakit Islam Wonosobo (RSI) karena kebetulan ada teman sekolahku yang bekerja di sana dan indent untukku. Sementara aku menjalani berbagai macam screening seperti Hepatitis B dan HIV.

Dokter Arlyn mengatakan aku harus transfusi dulu sebelum cuci darah karena Hemoglobin(HB)-ku rendah, hanya di angka 8 dari normal 12. Tapi dengan keadaanku yang muntah-muntah semalaman, aku langsung dilarikan ke IGD RSI dan dijadwalkan transfusi intra HD hari itu juga.

***

Dipan rumah sakit membawaku ke ruang hemodialisa. Istilah mereka HD Cito, disitu aku di tempatkan di mesin HD darurat, karena aku bukan pasien rutin.

Badanku terlalu lemas, namun aku masih sadar. Aku merasakan sakitnya jarum kasur ditusukkan pada tubuhku lewat selangkangan dan tangan. Menikmati deritanya tiga jam tangan dan kaki tidak boleh bergerak.

Aku hanya terkulai lemas memandangi darah di selang-selang. Aku tak mengerti bagaimana bisa darah dari tubuhku bisa diputar ke mesin.

"Ternyata darahnya memang dicuci... Pakai air dua jerigen," seloroh ibuku.

Aku menatap mesin mesin dialysis sebesar kulkas. Setiap mesin punya penghuni. Anehnya, berbeda dengan aku yang tak berdaya, mereka semua terlihat sehat dan penuh semangat padahal usia rata-rata separuh baya.

Ada yang sudah tiga tahun, ada yang baru beberapa bulan. Baru kusadari cuci darah ini adalah semacam terapi.

Semangat mereka menular padaku. Tiba-tiba aku mulai merasa lapar, bersamaan dengan kempesnya bengkak di kakiku.

"Boleh sambil makan dan boleh minum teh," kata perawat ketika ibuku menanyakannya ke perawat.

Selesai HD badanku enakan. Aku merasa sembuh.

***
Bersambung ... Bag 3

#kisahginjalku bag 1

Waktu menunjukkan pukul 05.30. Masih teramat pagi. Apalagi di kota kecil kami yang terletak di  antara Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, persis di tengah-tengahnya Jawa Tengah.

Dalam perjalanan ke kota sebelah, menuju Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo (RSK, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah), aku bersama adik-adikku. Iqbal yang menyetir. Aku, Novi dan Fani membeku.

Tiba di tujuan kami segera merapat ke unit Radiologi dan Laboratorium. Ketika sejam kemudian dokter lab menyerahkan hasil lab, dia sempat bertanya, "siapa yang sakit?"

"Saya, Pak."

Dokter lab memandangku tak percaya karena aku kelihatan sangat sehat. Aku melihat wajah adik-adikku cengar-cengir. Aku cuma tertawa.

Setelah itu kami beranjak menuju tempat praktek dr. Timotius. Beliau pensiunan kepala RSK, kami percaya padanya.

Di sini, sampailah kami. Hari ini penentuan atas teka teki tanda tanya yang menyelimutiku sebulan ini. Klinik dr. Timo yang hanya selemparan batu dari RSK akan menjadi tempat aku divonis.

Tepat pukul 07.00 asisten dr. Timo datang, kami memandanginya membuka pintu klinik dari warung tak jauh di situ. Wajah-wajah adikku berubah tegang. Sesaat kemudian dr.Timo datang.

Kami segera beranjak.

***

"Kamu kesini sama siapa?" tanya dr. Timo ketika aku akhirnya duduk di depannya. Sesaat setelah beliau selesai membaca hasil lab, rontgen torak dan USG-ku.

"Sama adik-adik, dok."
"Suruh kemari!"
"Ya, dok."

Perasaanku langsung tak enak.

Berbagai kekhawatiran muncul. Kenapa dokter sampai butuh mengumpulkan keluargaku?

Saat itu badan, kaki dan mukaku bengkak. Berat badanku mencapai 57kg. Kakiku seperti penderita kaki gajah. Dibawa jalan sedikit nafasku ngos-ngosan. Ureum saat itu hampir 150, kreatinin 11,5. Sudah tak terhitung berapa kali aku cek darah, diberi obat, observasi, cek darah lagi. Begitu...

Siapapun yang melihat keadaanku sekarang yang ringkih pasti tak percaya bahwa aku atlet pendaki gunung, sangat aktif, belum pernah aku sakit lebih parah dari flu dan masuk angin.

Kali ini, sakitku berlangsung sebulan lebih, dimulai dari ulang tahunku ke 35 di bulan mei menjelang bulan puasa. Aku pikir ini ada hubungannya dengan kopi dan kelelahan.

Aku pecandu kopimix. Kopi kemasan itu kujadikan dopping. Kalau sudah ngopi bisa lupa makan. Ketergantunganku pada kopi itu karena hidupku banyak di jalan. Tiap pagi sebelum subuh selalu hidupku dimulai dengan kopi, kemudian lanjut beraktifitas.

Aktifitasku? Sebutlah aku apa saja. Aku pernah jadi TKW, pernah jadi pekerja pabrik, pernah jadi tukang salon, pernah jadi tukang ketik, pernah jadi aktivis, pernah jadi seniman, pernah juga pegawai balai desa. Apa saja asal halal. Itulah sebabnya aku kecanduan kopimix, belum ngopi kepalaku pusing. Yang mau mengejekku kopi kemasan bukan kopi, silakan.

Kupikir sakitku karena bulan puasa aku libur ngopi. Sahur aku ganti minum susu. Sahurku hanya bertahan sampai subuh, aku kolaps, muntah-muntah. Selama sebulan aku tidak bisa makan, tidak juga bergerak. Tiduran saja di ranjang menunggu lebaran, lebih sial lagi dokter praktek banyak yang tutup. Malam lebaran aku pun ambruk, hampir saja sekeluarga gagal berlebaran karena aku sakit. Aku paksakan diri untuk sehat dan merayakan hari raya bersama keluarga.

Usai momen lebaran kuperiksa ke dokter-dokter di Wonosobo tapi tidak puas.

Setiap hari aku mual muntah, setiap malam tidak bisa tidur, kepala pusing menyiksa dan sekujur badanku bengkak. Aku masih bisa beraktifitas, tapi bengkak di kaki yang membawaku ke dokter Timo atas saran salah seorang teman.

Begitu aku keluar, adik-adikku langsung mengerumuniku. "Dokter bilang apa, Mbak?" mereka rebutan bertanya.

"Dokter belum mau bilang, kalian disuruh kesana semua."

Aku melihat wajah mereka makin tegang, kuatir, kasihan juga lelah. Beberapa hari ini mereka bersamaku bolak-balik Parakan-Wonosobo, rela menemaniku antri berjam-jam di rumah sakit, dan juga menungguiku di rumah. Kami segera masuk.

Aku kembali duduk di depan dr. Timo, sementara adik-adik di belakangku.

"Jadi kakak saya sakit apa, dok?"
" Dari hasil lab sudah jelas ini Gagal Ginjal Kronis(GGK)/Chronic Kidney Disease(CKD) stadium 5."

Nafas kami tercekat, kami saling berpandangan.

Kemudian, mengalirlah dari dokter apa itu GGK, pengobatannya, dan dietnya yang 'no oil no salt no MSG no buah-buahan'. Dia menekankan bahwa ini adalah pengobatan untuk seumur hidup. Penyakit ini datangnya pelan-pelan dalam beberapa tahun ini, sembuhnya juga bakal pelan-pelan. Itu sebabnya disebut penyakit menahun.

"Pengobatannya cuma 3."
"Apa itu, dok?"
"Cuci darah/hemodialisa (HD), pasang mesin di perut sebagai pengganti ginjal (CAPD) atau transplantasi ginjal."

Bulu kudukku berdiri.

***

Malam itu aku muntah-muntah, mungkin karena kelelahan dengan segala perjalanan ikhtiar mencari obat untuk sakitku.

Apalagi tugas dari dr. Timo adalah mencari rumah sakit terdekat yang ada unit hemodialisa, sehingga aku bisa HD rutin di sana.

Tak terbayang olehku sulitnya. Semua poli penyakit dalam kudatangi, semua bilang penuh dan harus antri. Itu pun aku harus sudah punya akses seperti Catheter Double Lument (CDL) atau Cimino seperti AV Shunt. Waktu itu aku tak tahu barang apa itu dan bagaimana mendapatkannya.

Kelelahan dan stres membuatku kambuh. Aku muntah-muntah tapi yang kumuntahkan hanya air. Air berbuih dan banyak. Tak ada makanan yang masuk ke perut, selain nafsu makan hilang, tapi juga karena beberapa hari itu makanan yang kumakan pasti keluar lagi.

Kepalaku sakit tak tertahankan. Ditambah badanku gatal tak karuan. Rasanya nyawaku tinggal sebentar, tak ada harapan hidup.

Usahaku mendapatkan tempat cuci darah mendaratkanku di Rumah Sakit Islam Wonosobo (RSI) karena kebetulan ada teman sekolahku yang bekerja di sana dan indent untukku. Sementara aku harus menjalani berbagai macam screening seperti Hepatitis B dan HIV.

Dokter Arlyn mengatakan aku harus transfusi dulu sebelum cuci darah karena Hemoglobin(HB)-ku rendah, hanya di angka 8 dari normal 12. Tapi dengan keadaanku yang muntah-muntah semalaman, aku langsung dilarikan ke IGD RSI dan dijadwalkan transfusi intra HD hari itu juga.

***

Dipan rumah sakit membawaku ke ruang hemodialisa. Istilah mereka HD Cito, disitu aku di tempatkan di mesin HD darurat, karena aku bukan pasien rutin.

Badanku terlalu lemas, namun aku masih sadar. Aku merasakan sakitnya jarum kasur ditusukkan pada tubuhku lewat selangkangan dan tangan. Menikmati deritanya tiga jam tangan dan kaki tidak boleh bergerak.

Aku hanya terkulai lemas memandangi darah di selang-selang. Aku tak mengerti bagaimana bisa darah dari tubuhku bisa diputar ke mesin.

"Ternyata darahnya memang dicuci... Pakai air dua jerigen," seloroh ibuku.

Aku menatap mesin mesin dialysis sebesar kulkas. Setiap mesin punya penghuni. Anehnya, berbeda dengan aku yang tak berdaya, mereka semua terlihat sehat dan penuh semangat padahal usia rata-rata separuh baya.

Ada yang sudah tiga tahun, ada yang baru beberapa bulan. Baru kusadari cuci darah ini adalah semacam terapi.

Semangat mereka menular padaku. Tiba-tiba aku mulai merasa lapar, bersamaan dengan kempesnya bengkak di kakiku.

"Boleh sambil makan dan boleh minum teh," kata perawat ketika ibuku menanyakannya ke perawat.

Selesai HD badanku enakan. Aku merasa sembuh.

***

Aku menjalani HD pertamaku dengan lancar. Dalam hatiku berharap bisa mendapatkan tempat untuk HD rutin di RS ini, namun ternyata mendapatkan tempat HD rutin tak semudah membalikkan telapak tangan. Tak semudah yang kubayangkan.

Perasaan galau dan campur aduk membuatku terpuruk. Aku menyalahkan diri sendiri, aku menyalahkan nasib, aku menyalahkan kopi. Aku bahkan menyalahkan ibuku. Rasanya geram sekali bahwa aku-lah yang harus diuji dengan penyakit ini.

Setelah cuci darah pertama aku konsultasi ke beberapa rumah sakit, tak semudah bertemu dokter dan bisa kembali cuci darah lagi.Tidak.

Akhirnya ada seorang sepupuku perawat di RS PKU Muhammadiyah Wonosobo yang mengabarkan kalau ada tempat di sana. Aku segera konsultasi dengan dr. Fitria. Akhirnya aku mendapatkan jadwal rutin HD, dokternya juga baik sekali.

Di ruang Hemodialisa RS PKU, aku paling sehat dan segar. Hanya sesekali aku minta oksigen, jika sesak dan nyeri di dada sudah tak tertahankan atau saat HB di angka 5,6,7. Aku takut otakku tak bisa berfungsi juga kalau tidak ada oksigen yang cukup. Karena saat HB drop darah mengental dan tidak bisa mengalirkan oksigen ke otak. Itu juga yang menjelaskan rasa pusing berputar yang kualami.

Sedangkan ginjal yang sudah tidak bisa membuang ureum dan kreatinin digantikan fungsinya oleh mesin setiap dua kali seminggu. Maha Agung Allah menciptakan makhluknya. Benda buatan manusia jika rusak bisa diganti, benda ciptaan Allah jika rusak tak ada gantinya. Gantinya dengan benda serupa milik manusia lain yang harus didonorkan. Ini mengerikan. Semua ini terjadi hanya karena aku kurang minum air putih.

Aku memilih cuci darah saja yang mana mesin dialisis menjadi ginjal buatan untukku.Tensiku setelah HD jadi selalu tinggi 150-190 itu biasa.

Kegiatan rutin di rumah sakit membuatku banyak melihat, mendengar dan merasakan peristiwa di sekitarku. Sehingga walaupun sakit, aku masih sangat bersyukur keadaanku jauh lebih baik dari orang lain.

Selain itu, aku bertemu pula dengan keluarga baru sesama pasien cuci darah bersama pendampingnya. Kami banyak berbagi informasi ataupun saling bercerita.

Berupa-rupa kisah yang terjadi di ruang HD. Ada senang ada sedih. Ruang itu bagai rumah kedua bagiku.

Setengah tahun menjalani cuci darah, aku tidak merasa sendiri. Banyak teman seperjuangan. Ada yang sudah berhasil mengurangi jatah seminggu tiga kali menjadi dua kali. Ada yang sekarang hanya seminggu sekali. Ada pula yang menyerah.

Allah yarhaam.

***

Aku tahu ini ujian berikutnya. Jika aku mampu melewati rintangan ini, mungkin Allah akan mengangkat derajatku. Allah tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kemampuan umat-Nya.

Mungkin selama aku sehat aku kurang bersyukur. Mungkin ini cara Allah menegurku supaya makin rajin ibadahku, supaya aku memperbaiki sholatku. Supaya aku tak mengejar-ngejar dunia dan melupakan akherat.

Allah menyayangiku sehingga menguji kesabaran dan keikhlasanku.

Aku tulang punggung di rumah. Jika aku sakit dan berbaring saja di rumah, habislah. Itu sebabnya kututupi kesedihanku dengan keceriaan. Aku beraktifitas normal, hanya sesekali membatalkan janji atau pekerjaan karena harus kontrol dokter

Teman-teman dan saudara yang datang silih berganti kularang menangis. "Lihatlah! Aku baik-baik saja."

Tak terhitung banyaknya orang, sesama pasien, dokter, bagian pendaftaran atau penunggu pasien, bahkan petugas IGD yang bertanya padaku, "siapa yang sakit?" dan melongo tak percaya ketika kubilang, "aku."

Keadaanku benar-benar baik-baik saja. Aku bahkan masih menyetir motorku sendiri kemana-mana.

Akses cuci darah aku menggunakan selang CDL yang sampai saat ini sudah diganti sampai 5 kali karena pernah infeksi, dsb.

Dokter Aries Sujarwo dari RSUP Kariadi Semarang tidak bisa memasang AV Shunt di tanganku karena pembuluh darahku kecil. Itu sebabnya jika ada masalah pada selang, aku segera kembali ke Semarang untuk ganti lagi.

Lama-lama dokter yang baik dan kocak itu menjadi motivator untukku. Kadang melihat pasien beliau yang lain, aku merasa sangat bersyukur. Sangat-sangat bersyukur.

Bahkan kemudian aku tergabung dengan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia terutama yang HD di daerah Semarang dan sekitarnya. Dari situ makin banyak informasi yang kudapat tentang GGK, HD dan Transplantasi.

Betapa banyak orang yang nasibnya jauh lebih buruk dari aku. Sakitnya lebih parah. Komplikasinya lebih banyak. Aku tak henti bersyukur pada Allah.

Lalu, pada akhir musim panas suatu siang saat mau pergi ke kecamatan, aku jatuh dari motor. Pingsan dengan siku robek tak karuan. Tetangga yang melihat bilang motorku oleng jalannya. Sejak itu kutahu keseimbangan tubuhku hilang. Jalanku mulai sempoyongan seperti orang mabuk. Sikuku dijahit tiga jahitan.

Dicabut lagi satu kenikmatanku oleh Allah.

***

Keterbatasan gerakku di dunia nyata tidak membatasi gerakku di dunia maya.

Awalnya aku iseng posting aktifitasku seputar perjalanan medisku. Tak kusangka banyak yang merespon.

Kini aku sengaja dokumentasikan perjalanan HD ku, seiring dengan seringnya aku mendapatkan chat dari teman-teman yang tak kukenal sama sekali dari dunia maya, bahkan dari luar negeri, tentang bapaknya yang sakit, tentang ibunya yang sakit, tentang dia sendiri yang sakit.

Tiba-tiba kotak suratku di dunia maya menjadi klinik mungil khusus pejuang hemodialisa #dialysiswarrior untuk saling memotivasi, saling menyemangati, saling bertukar ilmu dan pengalaman.

Hidup cuma sebentar. Semua orang pasti mati. Saat ini yang bisa kulakukan hanya berusaha bermanfaat bagi orang lain.

Sudah itu aja. :) [NK]

Sunday, November 18, 2018

#Puisi Mungkin Tuhan Siapkan Bahagiaku di Surga

Masa kecilku tak indah
Terlalu banyak derita
Diantara kelaparan dan kesendirian
Serta hidup antara ada dan tiada

Masa remajaku seakan tak nyata
Terlalui dengan airmata yang tertahan
Keluarga seakan fatamorgana
Kesedihan sepanjang ingatan

Lalu kedhaliman yang menguasai
Tak membuat dunia tempat yang bahagia
Sekuat apapun berusaha, terlupa
Tak pernah menjadi luar biasa

Hingga satu titik, mimpi sudah tidak berarti
Hidup tak lagi mengejar
Hanya bertahan dan mencoba mengisinya dengan doa

Doa doa yang dipanjatkan dalam diam
Keinginan-keinginan untuk diri sendiri
Tak pernah berarti
Selalu ada hal lain yang harus dimengerti

Sakit hati dan airmata,
Semoga menjadi penerang akhiratku
Mungkin Tuhan siapkan bahagiaku di Surga,
Bukan di dunia ini

La tahzan
| Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

JANGAN LUPA BAHAGIA

Setelah vonis Chronic Kidney Disease alias Gagal Ginjal Kronis 6 bulan lalu dan harus menjalani terapi cuci darah (Hemodialisa) seminggu 2 kali, baru hari ini aku menangis.

Tak ada yang paham deritaku. Tidak ada yang tau kesedihanku... Kesendirianku. Tetangga taunya aku baik-baik saja. Keluarga ada namun tak sampai hati kuluapkan emosi dan membuat mereka khawatir. Suami masa bodoh dengan keadaanku.

***

Aku pasien yang mandiri. Cari uang sendiri, berangkat berobat sendiri, tentu saja dengan biaya sendiri. Memang BPJS mencover biaya cuci darah, tapi untuk wira wiri aku minimal harus menyiapkan dana 5 juta sebulan, termasuk menebus obat yang tidak ditanggung BPJS seperti antibiotik dan hemapo.

Awalnya aku menerima semua ini begitu sabar, begitu ikhlas... Hari ini tumpah tangisku bagai tak terbendung

Dalam kondisi sakit aku masih beraktivitas, cari nafkah... Literally. Suamiku pengangguran. Ah bukan, pengangguran adalah orang-orang yang masih mencari pekerjaan, ingin bekerja. Sementara suamiku sudah beberapa tahun ini tidak bekerja dan tidak mau mencari pekerjaan. Praktis, aku yang seharusnya tulang rusuk jadi tulang punggung. Berkali-kali kusuruh ia bekerja secara langsung atau sindiran tak menyentuh hatinya.

Aku pikir tak apa, penghasilanku selain untuk berobat masih bisa kugunakan untuk makan sehari-hari. Aku ikhlas dan bertahan demi anakku. Aku sebagai seorang ibu, yang merasa berdosa kalo sampai anakku tidak makan. Alhamdulillah anakku tumbuh menjadi anak soleh dan penurut, bahkan dia melarangku memarahi ayahnya, "aku saja yang dimarahi, ma," katanya.

Watak suamiku yang pemalas, tidak pernah sholat, bahasanya kasar, ditambah pula dengan watak pemarah dari lahir.. Tiap hari aku dimaki dengan nama hewan. Sejak awal menikah, aku sering mengalami KDRT, sedang hamil pun aku ditendangnya. Berkali-kali aku dihajar, diseret dan kekerasan lain sampai tetangga tak terhitung melerai. Usia anak 2 tahun kutinggalkan dia ke luar negeri. Saat itu kusadari, jika faktor ekonomi yang dipermasalahkan tak kan ada habisnya. Tapi watak memang tak bisa diubah, sebelum aku kembali ke tanah air dia yang sudah bersumpah tak kan menyakitiku lagi, lebih parah. Berulang kali dia mencoba memerkosa istrinya sendiri.

Aku merasa trauma. Tidurku selalu dalam ketakutan. Kewajiban sebagai istri untuk melayani suami menjadi siksaan. Aku tak sanggup lagi. Setelah vonis penyakit gagal ginjal dan harus dipasang selang Carteter Double Lument di tubuhku, dia tak kuterima tidur bersamaku.

Aku sudah sakit, masih bekerja keras siang malam, membayar cicilan motor, buat makan, uang saku anak, biaya pengobatan... sementara dia yang sehari-hari kerjanya nglinting dan nonton tv, pekerjaan rumah saja aku bayar pembantu (pakai uangku tentu saja). Untuk hal hal yang umum dilakukan seorang suami, apalagi yang tak ada kerjaan seperti dia misal perbaiki pintu rusak, mengusir tikus dan lain-lain saja dia tak mau turun tangan... masih tega minta jatah. No way.

**"

Pagi ini, aku membuka mata mertuaku kelakuan anaknya.

Berawal dadi telepon bapakku, beliau dalam perjalanan pulang dari Jakarta. Subuh aku bangunkan dia untuk menjemput di pangkalan ojek. Tapi, dasar pemalas. Dia tidur lagi sementara Bapakku berkali-kali menelepon. Meledak amarahku.

Masih memakai mukena aku menangis dan ngomel, dia bukannya segera berangkat, dibalas kata-kataku, dihinanya aku, "orang kayak aku kok sholat."

Astaghfirullah...

Seharusnya dia malu sebagai laki-laki tak bertangungjawab, tak pernah kasih makan anak istri. Seharusnya dia berterima kasih walau dalam keadaan sakit, Hemoglobin(HB) berkali drop ke angka 5 tetap kupaksa kerja... Apapun kukerjakan, membatik siang malam, jaga stan cari keuntungan seribu dua ribu dari barang dagangan, rias pengantin ke rumah-rumah orang, pendampingan-pendampingan adalah pekerjaan melelahkan tidak cukup seharian. Semua ikhlas kukerjakan disela cuci darah senin kamis dan jadwal kontrol dokter yang antrinya bisa seharian, di sini maupun di Semarang.

Sholat adalah caraku bersyukur masih diberi nyawa. Di atas sajadah aku minta rejekiku dilancarkan, di atas sajadah aku bermonolog pada Allah supaya barokah usiaku, di atas sajadah aku meminta kesembuhan atas penyakitku, kesembuhan tanpa meninggalkan penderitaan. Di atas sajadah aku doakan ayah ibuku, suami dan anakku. Tak putus doaku agar aku mampu melampaui segala ujian yang diberikan padaku.

Hidupku diuji, pekerjaanku diuji, kesabaranku diuji, kekuatanku diuji.

Aku lelah... Aku menahan diri. Tapi pagi ini tumpah air mataku.

Disela teriakan-teriakan kami adu mulut, baru kali ini mertuaku datang dan melerai. Di masa lalu, selalu aku yang salah karena tidak menjadi ibu rumah tangga yang selalu ada di rumah. Aku sadar aku sibuk, semua karena kebutuhan keluarga tidak mampu diusahakan oleh suamiku. Percayalah, jika bukan aku yang menyediakan makanan di rumah, maka tak ada makanan.

Sekarang dia tahu macam apa anaknya.

Wednesday, September 12, 2018

#puisi Wasiat

Cinta,
Bila aku mati
Hiasi pusaraku
Dengan mawar mawar indah berbalut Fatikhah

Aku ingin,
Kamboja berwarna warni
Untuk meneduhi

Saat senja,
Keindahannya akan menguatkankanku
Memalingkanku dari sepi

Pagi hari,
Embun akan membasahi pucuknya
Membawa kesegaran sepanjang hari

Peluk aku dalam anganmu,
Aku ada dalam kenanganmu.

Friday, September 7, 2018

#PUISI KAU ADALAH CAHAYA

Puisi ini telah tersimpan ribuan abad
Sejak bumi tercipta dari butiran debu andromeda
Dan rohku masih di tangan Sang Kuasa

Tentang terang yang kulihat
Menuju jalanku ke alam raya
Tersimpan dalam ruang suara
Memanggilku, mengurut indah dan keagungannya

Dia adalah cinta yang dicipta penuh rahasia
Tak bernama, tak bersaksi
Hanya dinikmati sendiri tanpa perlu dia ada
Menjadi penyemangat dari gelapnya dunia

Kirana, Candra, Kartika
Dan dia memantulkan warna
Kepada semesta,
Dia Cahaya.

Tuesday, September 4, 2018

#puisi JANGAN LUPA

Jangan lupa, kita adalah rasa yang terlahir karena terlalu bermimpi
Mengangan terlalu tinggi, mendarat di awan kenangan
Terkapar lelah... Meruntuh bersama hujan

Jangan lupa, setiap saat tercatat
Tak mampu dihilangkan
Karena cinta menguatkan keadaanku yang entah

Jangan lupa, kamu adalah puisiku
Tak perlu saksi, dunia mendengar degub jantungku
Sebagai hanyaku yang tak terbantah

Meski kadang hati berada di persimpangan jalan
Gelap tak terarah
Jangan lupa, hadirmu yang cerahkan

| sept'18

#puisi Seribu Malam

Menautkan satu demi satu angan
Dari balik jendela papan, bersuara kuno, di rongga dada
Udara dan aroma hujan menguar dari lumut yang tersisa, bak tepian kali bersuara banyu bening
Menimbulkan cinta

Lalu tangan disambut
Kedatangan kali ini didorong oleh rindu yang sudah sekian lama menumpuk di pintu kalbu
Hingga jeritnya menumpul, tak mampu menghadirkan alasan untuk sekedar bersua
Duduk bersama di bawah cahaya

Seperti keluh yang tak tuntas, merisau karena pesan yang tak terbalas
Lalu ada kesan dari dinding waktu, beribu malam memimpikan kehadiranmu
; Semu
Getaran itu melahirkan puisi puisi yang kekal, tentang kesah

Karena rasa ini terlalu indah
Kumohon, biarkan aku berjuang sendiri disini
Karena rasaku adalah penawar segala tepi batas sakit dan kalutku

| kuripan story, 092018

#puisi BAHAGIAKU SEDERHANA

Cinta, jangan nelangsa
Sebait puisi tentang rasa tak bisa dihindari
Saat mata tergetar rindu
Tak ada alasan untuk bertemu
Sakit, hingga detik rahasia bukan lagi rahasia
Dan ada menjadi kenangan terjauh entah di belantara mana

Siang ini cerah, rasa kita indah
Cukup tahu bahwa kita punya hati
Tersimpan rapi untuk waktu tak terbatas
hanya kita yang mengerti
Tak perlu hujan untuk hadirkan rindu
Puisiku untukmu abadi
Sampai titik temu, kau dan aku lebur jadi satu

| i <3 u
Sept 2018

Wednesday, June 27, 2018

#Puisi PUTIK

Aku putik
Berkembang ragu karena angin selalu lalu
Merajuk masa kecilku
Tak dibersamai ayah ibu

Aku putik
Dipetik lalu dibiarkan
Menjadi sampah di hampa udara
Mungkin saja
Bukan tercipta dari tulang rusuk
Tapi tulang punggung
Mencoba tegar, sendiri
Hadapi kenyataan
Berangkat gelap pulang gelap
Dari zaman ke zaman

Aku putik
Terpaksa rebah
Sekejab
Bermimpi bahagia sampai tua
Pada sisi lemari malaikat mengucap salam
Duduk di tepi ranjang

Dan aku menunggu kematian.

| RSK, 26618

Wednesday, June 20, 2018

#Puisi Jika Besok Aku Mati

Jika besok aku mati,
Ikhlaskan

Percayalah...
40 hari nanti aku akan kembali
Membawa puisi
Berisi rahasia-rahasia kita
Hingga
Melebur menjadi lupa.

Tuesday, June 12, 2018

#puisi The Misty Miss

From around the world
I've always back to your charm
You're the best I could ask
For the one I could have
The love I should hide

There's silent I repeat
In the midle of nowhere
I found the grace
In your heart pure as bliss
And everytime
I recalled the kiss

God only know
My love for you remain somehow
No matter how hard
My mind blow

| Live the life, June 2018 _ Kesambi, Semarang

Thursday, May 31, 2018

#puisi Surat Untukmu

Hai,
Kamu yang selalu sesakkan nafas tiap teringat. Kamu apa kabar?

Kamu telah menelan sedikit demi sedikit kegundahanku, menyadarkan inginku, menjadikannya milikmu. Ada rasa ingin terhubung melalui lorong lorong waktu, menembus batas kasat mata, tak hilang oleh lelah menempuh bertahun tahun cahaya. Sekarang rasa itu kemana?

Ada getar yang ditularkan tatapmu, menghujung di hariku. Menghujamnya dengan sepi tak terperi, karena kau tak disini. Tak pernah disini. Hanya yakinku kau masih aku.

Sampaikah pesanku?

Aku tau tersampaikan, dari gelisah di mata indahmu. Senyum di bibir bagusmu. Dan apakah itu resah yang kubaca?

Rindukah?

Mungkin aku membuatmu menyerah. Rasa ini pun sudah sangat payah. Kau dan kualitasmu, membuatku jatuh dan jatuh lagi. Namun ada dinding kaca, menahan langkahku... tebalnya tidak terperi. Terasa bagai patah hati.

Aku mencintaimu, selalu. Hatiku masih berhenti di suatu waktu dimana hanya ada aku dan panas tubuhmu.

Aku selalu ada untukmu...
Walau gundahku melumpuhkan semua peka. Hingga diam adalah jalan terbaik.

Aku merindukanmu, kau hanya perlu percaya.

#hotelKresna, Mei 2018
Mbuh nggo sapa

#puisi BAPER

Malam bak beludru
Ada semu di sela hari
Yañg payah
Tak sisakan sedikitpun reruang
Udara bebas

Lalu,
Kenangan menyerbu
Lilin mengerjap di dalam gelas
Terpantul air kolam
Berisi syahdu
Kunyanyikan lagu surga
Dan kerlingmu dari sisi bir keperakan
Sehangat denting gitar

Rindu masih mengganggu tidurku
Cengkeram ulu hati
Hingga sesak
Damba ini
Keluguanmu dan segala tentangmu

Dari sisi jendela
Hanya satu kali saja
Kuingin reguk madu
Dalam pelukmu

#ramadan15

Friday, May 11, 2018

#puisi Masih Tentang Rindu

Rasanya seperti patah hati
Terlalu rindu
namun tak dapat menyentuh
Memeluk
dan berbincang tentang payah

Rasanya kelu
Ada jeda tak terbalas
Berbalas sakit di dada
Memandang adalah luka
Makin menganga

Rasanya tak mungkin
Aku jatuh cinta
Lagi dan lagi
Tiap helai nafas mengaku

Rasanya masih rindu
Sesakan nafas
Yang menjaga airmata

| Kahuripan, 1152018

Monday, February 26, 2018

#puisi Alergi Ibu

Aku punya ibu
Seorang
Alergi padaku
Berpuluh tahun
Tak pernah injak kaki
Ke rumahku

Tuhan,
Bagaimana aku tahu
Ia mencintaiku?