About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Saturday, April 24, 2010

Bila Bunga Tak Lagi Berbunga

Bila Bunga Tak Lagi Berbunga
By. Nessa Kartika

Bunga tersenyum, ia baru saja mengirim uang ke Indonesia, di ceknya resip pengiriman uang sekali lagi. nomer rekening dan semuanya cocok. Ia menunggu bus di halte, hari ini tanggal muda tapi tak banyak BMI yang mengirim uang bersamanya, mungkin mereka akan mengirimnya di hari minggu saat mereka libur nanti.
       Bus no 82 yang akan membawanya kembali ke kompleks HDB majikannya datang, penuh sesak, Bunga tak peduli, ia melompat ke dalam bis, berdesakan dengan penumpang lain, yang kebanyakan anak sekolah.
Bunga men-tap kartu EZ-link* nya lalu menelusup di antara para penumpang, ia mencari pegangan, ia tak mau kalau bus mengerem atau apa ia terhuyung menabrak penumpang lain yang berdiri, itu akan memalukan sekali.
       Untung ada salah satu tiang bis yang nganggur, Bunga mencekalnya sekedar berpegang. tangan satunya ia sibuk dengan handphone, sibuk sms Bapak, memberi tahu kan pengiriman uangnya juga sms an dengan mbak Ita yang sejak Bunga berangkat ke kantor pos sibuk menanyakan tukaran rupiah hari ini.
       Yang Bunga tak tahu, ada satu pasang mata asing yang memandanginya liar.
       Bunga menarik nafas lega saat bis mendekati LRT** Cove dekat rumahnya, ia segera menekan bel.
       Ketika Bus berhenti di halte berikutnya, Bunga turun. Namun yang ia tak tahu, sepasang mata yang mengikutinya masih juga megikutinya. Orang itu seorang Bangla, bertubuh tinggi, bau, hitam legam tapi kekar. Lelaki itu terus membuntuti langkah Bunga.
       Bunga yang sedang sibuk dengan handphone tak menyadarinya. Ia berjalan menyeberangi jembatan penyebarangan hingga sampai ke Prime market. dari situ ia menyelusup melalui keramaian Kopitiam dan melangkah melewati Multi Storey Carpark yang sepi dan remang yang biasa dilewati orang karena memang jalan pintas menuju ke bloknya ketika seseorang menyergapnya dari Belakang.

"!!!"
Bunga memekik namun lelaki itu telah membungkam mulutnya.
Bunga meronta dan meronta, Ia tak menyangka ia akan diikuti dan diganggu orang. Ia berusaha lari namun orang itu menyeretnya masuk ke Basement carpark yang gelap. Lelaki itu membanting Bunga ke dinding.
"Berikan padaku hapemu!!!" bentak orang itu.
Gemetar dan ngeri Bunga menyerahkan hapenya.
"Uang!!??"
Bunga menggeleng, "Sudah tak punya..." Katanya gemetar. Uangnya memang baru saja dikirimnya ke Indonesia.
Lelaki itu menggeledah seluruh tubuh Bunga, Bunga menjerit. Orang itu menamparnya. "Diam!! Mana Dompetmu!!??"
Bunga menyerahkannya, "ambil semua... tapi kumohon biarkan aku pergi..." kata Bunga memelas.
Orang itu menggampar Bunga.
PllllaaaKKK!!!
"Awww!!" Bunga terjatuh di lantai, bibir dan pelipisnya pecah berdarah.
"Lari sana, kalau bisa.." Gertak orang itu sambil menendang Bunga. Bunga berusaha menghindar bangkit, namun laki-laki itu mencengkeramnya, Ia tertawa mesum lalu sedetik kemudian merobek baju Bunga.
"Jangan... Jangan...!!" Pekik Bunga.
Laki-laki itu kembali menggampar Bunga."Diam!!!"
Bunga merintih lemah diantara kesakitannya, "lepaskan aku..." ia merasa berkunang-kunang dan ia membaui aroma kematian begitu dekat dengannya. Kematiannya ada di tangan orang ini.
Laki-laki itu mendorong Bunga ke lantai dan menyumpal mulut Bunga dengan Bajunya.
Bunga masih berusaha berontak namun semakin ia meronta semakin ia dianiaya.
Akhirnya ia tak sadarkan diri.

***

Bunga merasa badannya sakit semua, terutama di bagian selangkangannya. Ia berusaha bergerak namun semakin ia merasa sakit.
"ouch..." pekiknya lemah.
"Nak, kamu sadar?" tanya seorang aunty yang asing dimata Bunga.
Ia tahu ia di kamar Rumah Sakit... Ia tahu dari peralatan-peralatan yang menempel. Bertahun-tahun merawat Kakek jompo, Ia hafal dengan alat-alat dan bau Rumah sakit. tapi ia tak mengenal wanita ini, kenapa ia disini? kenapa badannya sakit semua? Ia berusaha mengingat apa yang terjadi... kemudian ketika kilasan-kilasan kejadian itu terbayang. Bunga menjerit.
"Tidak! Tidak! Tidak! Bejat! Bangsat!...Tidaaakkkk!!!"
Sang aunty buru-buru memeluk Bunga. "sshh... sshh.. tenang ya... tenang... sudah tak ada apa-apa... sudah ya... jangan khawatir..."
Bunga masih histeris. hingga akhirnya dokter datang dan memberinya suntikan penenang.
Bunga jatuh pingsan lagi.

***

"Aku Bu Trina, dari MOM." Katanya memperkenalkan diri.
Aunty ini ternyata dari Ministry of Manpower alias Kementrian Tenaga Kerja.
Bunga mengangguk.
"Seorang nenek menemukanmu terdampar di sudut Carpark... Kamu ingat bagaimana bisa?"
Bu Trina sudah bisa menebak apa yang terjadi, namun meski ia tahu, ia ingin Bunga bercerita.
Airmata Bunga jatuh bergulir.
"Tak apa, Nak... Ceritakan saja, Nanti kalau dari pihak kepolisian datang aku akan membantumu bercerita. Majikanmu dalam perjalanan. Mereka langsung ke kantor polisi dulu." kata Bu Trina lagi, "Nenek itu sedang turun mau belanja, saat melihatmu Ia langsung memanggil ambulans."
Airmata Bunga mengalir deras tak tertahankan. Ia telah begitu dekat dengan kematian. Andai nenek itu tak lewat, Entah apa jadinya Bunga saat ini. Bunga menyeka airmata di pipinya.
Bu Trina mengulurkan box tissue, Bunga meraihnya, "Terima kasih..." dan pelan-pelan ia mulai bercerita.

***

"Lalu bagaimana, Pa?" Tanya Mdm Tan pada suaminya.
Sir Tan menoleh pada Bunga, "Kamu yakin kamu baik-baik saja?"
"Sir, saya mau pulang... Maaf, saya tak mau kerja di Singapura lagi."
Hari itu adalah hampir sebulan sejak kejadian terkutuk itu. Bunga kembali mengutarakan keinginannya.
Kepolisian masih belum menangkap pelaku pemerkosaan itu meski Bunga sudah memberinya gambar dan detail kejadian.
Bunga merasa stress dan depressi. Ia menyuruh majikan untuk tak menceritakannya pada siapapun termasuk pada keluarga Bunga di Indonesia. Emak akan sedih sekali kalau ia tahu kejadian ini.
"Aku bukannya tak bolehkan kamu pulang, Bunga." Kata Sir Tan yang penyabar ini, Majikan Bunga memang berhati emas. "Pihak kepolisian masih membutuhkan keteranganmu."
"Tapi kenapa tak juga tertangkap, Sir?" keluh Bunga.
Mdm Tan meremas bahu Bunga, airmata Bunga bergulir. "Polisi sudah bilang kan, kemungkinan laki-laki itu tinggal di Jurong atau mana, datang kesini cari korban saja."
Bunga mengangguk.
Ia teringat kata Sir Lim, Polisi yang menangani kasusnya bilang ia bukan korban yang pertama diperkosa disana. Minggu lalu di Carpark kompleks sebelah juga ada BMI yang diperkosa hingga kemaluannya robek dan wajahnya rusak.
Bunga bergidik.
"Kamu dingin?" tanya Mdm Tan merasa gidikan Bunga. "sudahlah kamu istirahatlah dulu... Kakek sudah tidur, kamu sebaiknya tidur juga. Besok kita bicara lagi."
Bunga pun pergi ke kamarnya yang bareng dengan kakek. kakek sudah tidur pulas. Bunga mengecek tabung oxygen kakek sebelum ia menuju tempat tidurnya sendiri dan merebahkan diri.
Ia mencoba tidur. namun saat ia tertidur laki-laki itu datang. Ia menjerit bangun terengah-engah.

Laki-laki itu selalu muncul dalam mimpinya, menganiaya dan memperkosa Bunga yang terkapar diantara genangan darahnya.

Bunga menangis sesengukan menelpon Mbak Ita, sahabatnya yang dengan setia menghiburnya semalaman.

***

Hari demi hari Bunga lalui tanpa makan tanpa tidur. Setiap kali ia memejamkan mata kejadian terkutuk itu melayang di ingatannya. membuatnya ngeri dan terus terjaga. ia juga kehilangan selera makannya.
Mdm dan Sir Tan begitu khawatir.
"Bunga, Kamu kenapa jadi begini?" Kata Sir Tan khawatir pagi itu saat Bunga menghidangkan sarapan secangkir kopi dan dua telor setengah matang. Ia tak suka melihat Bunga kurus dan matanya cekung dan hampa. Ia bukan Bunga yang ceria, penuh semangat dan selalu murah senyum bahkan kadang  saat Tan marah-marah padanya Bunga tetap tersenyum, membuatnya geleng-geleng kepala. Bunga yang sekarang bukan lagi Bunga yang itu.
"Tak apa-apa, Sir... saya kangen Emak saya."
Sir Tan mengangguk. "Kami sedang ngurus cancel permit kamu. Sabar dulu ya.."
Bunga hanya mengangguk, sudah terasa hampa hidupnya. Ia tak punya kekuatan untuk bertahan. Yang ia tahu tubuhnya bergerak bagai robot sedangkan otaknya menutup diri dari semua pikiran.

Sir Tan keluar rumah. Bunga segera menguncinya lagi cepat-cepat. Ia takut ada orang asing memaksa masuk. Ia teringat Madam nya masih tidur ia menarik nafas lega merasa tak sendirian.

Luka-luka yang dialaminya karena hari itu memang sudah sembuh total, namun satu trauma membuatnya kosong. Beberapa kali ia mencoba membuang dirinya sendiri di jendela, namun pikiran akan kepulangannya pada Emak membuatnya mencegah dirinya sendiri untuk tak berbuat bodoh.
"Jangan berpikiran bodoh, Bunga. Istighfar..." Kata Mbak Ita.
Astaghfirullah al-adzim...
"Kalau Allah menakdirkanmu mati, kamu sudah mati di tangan bejat itu, tapi Allah masih melindungi nyawamu. Kamu harus kuat Bunga."
Bunga tahu.
"Keperawanan itu bukan segalanya. Kamu pasti masih bisa mendapatkan kebahagiaan kamu kelak. Laki-laki yang mencintaimu dengan tulus akan menerimamu apa adanya."
Bunga juga tahu.

Akhirnya, segala surat-surat beres. Dengan berat hati Madam Tan dan sir Tan melepas kepergiannya.
"Selamat jalan, Bunga." Kata Mdm Tan dan meraih Bunga dalam pelukannya.
"Terima kasih atas kebaikan Mdm dan Sir selama ini..." Kata Bunga.
Majikannya mengangguk.
"Kakek akan kami masukan rumah jompo saja. Kalo kamu memutuskan untuk kembali bekerja, kamu hubungi kami ya..." Kata Madamnya lagi.
Bunga mengangguk. Meskipun dalam hati ia kasihan pada Kakek. ia merasa Kakek pasti akan lebih bahagia menghabiskan hari tuanya di tengah keluarga, tapi siapa Bunga untuk mengatakannya? Saat ia tahu. Ia tak lagi menyimpan keinginan untuk bekerja dalam hatinya. Ia adalah Bunga yang tak lagi berbunga. Ia hanya ingin pulang dan menyerahkan semuanya pada yang kuasa.
Bunga melangkah pergi menyangking tas berisi oleh-oleh untuk orangtua dan adik-adiknya. 2 kopernya sudah cek in tadi. Bunga meninggalkan Majikannya di gate. Madam Tan berurai airmata. 5 tahun telah dijalaninya mengasuh Kakek Tan. Ia sudah seperti anggota keluarga Tan selama 5 tahun ini tak pernah terjadi apa-apa dan tiba-tiba sekarang ia menjadi korban keganasan orang tak dikenal, itu diartikannya sebagai pesan dari Allah agar ia pulang. Ketakutannya di negeri ini membulatkan tekadnya.

***

"Bapak, Emak...." Panggil Bunga tak sabar ketika ia melihat lambaian tangan orangtuanya dari luar Bandara Adi Sumarmo, Solo. Ia masih mengenali mereka meski tampak gurat-gurat di wajah mereka yang membuat mereka makin tua.
"Nduk...Kami kangen sekali..." Kata Bapak.
Emak dan Bapaknya langsung berebut memeluknya, begitu juga dengan Dani dan Sekar, adiknya.
"Aku juga kangen Bapak sama Emak." Kata Bunga.
"Kamu jadi kurus dan pucat, Nak." Kata Emak. Bunga hanya tersenyum. Ia berjanji tak akan menceritakannya pada Emak.
"Oh ya, Mak... Dani sama Sekar mana?" tanyanya.
Emak dan Bapak tertawa, "Lha ini... Nak... siapa lagi..?" kata Bapak menunjuk Seorang cowok tinggi kurus dan cewek manis yang tadi memang ikut memeluknya.
Bunga terperanjat.
Dani, adiknya yang dulu kecil dan gundul kayak pentolan korek api sekarang berubah jadi cowok dewasa, suaranya juga sudah berubah.
Sekar, adiknya yang saat ia pergi masih selalu minta digendong emak sekarang menjadi cewek juga rupanya.
"Oalah... Aku kelamaan merantau, makanya jadi ndak kenal siapa-siapa deh."
Mereka tertawa, Sebentar kemudian mereka sudah naik mobil carteran dalam perjalanan ke rumah.

Bunga merasa banyak pangling dengan suasana kota dan juga rumahnya, semua berubah.
Toko mainan yang ada di pojok itu dulu tak ada, begitu juga dengan supermarket-supermarket yang berjejer. Bunga bingung dengan banyaknya toko seluler dan toko komputer. "Wah, ternyata sudah maju sekali kota kita." kata Bunga pada Dani
"Iya, Mbak. Mbak juga pasti pangling lihat rumah kita."
"Emang beda sama foto yang kau kirim terakhir itu?"
Dani mengangguk. "Iya, Beda sekali."

Dan benar saja.
Bunga melongo melihat rumahnya sudah cantik sekali bertingkat dua. Rumah yang dulu masih berupa papan beralas tanah saat ia tinggalkan. Dada Bunga sesak oleh haru dan bangga.
Bapak berdeham, "Ini semua jerih payah kamu, Bunga. Bapak sedang membangun satu rumah lagi di tanah kebun selatan sana, dekat rumah simbah. Buat kamu. Siapa tahu kamu ingin buru-buru nikah dan misah."
Bunga merasa wajahnya merona. "ih, bapak, Bunga baru saja pulang kok disuruh misah..."
Adik-adiknya cekikikan.

Home sweet home.

Bunga merasa lega ia kembali ke rumah. Ke Kamarnya. Tempat ia bukan menjadi pembantu siapa-siapa. Hari ini dilaluinya dengan gembira. Ia tak lagi terlalu memikirkan peristiwa buruk yang menimpanya. Rasa cintanya pada keluarganya sendiri membuatnya merasa yakin ia akan melupakan peristiwa kelam itu.
Ia tersenyum mengingat Sekar dan Dani gembira dengan oleh-oleh yang dibawanya untuk mereka. Bapak dan Emak tak henti-hentinya bergaya dengan baju-baju  baru pemberiannya.
Sekar yang tadinya masih malu-malupun mulai terbiasa, bahkan ia tak malu-malu mengutarakan keinginannya. "Mbak, ada sesuatu yang ingin kubeli..." rayu adik perempuannya manja.
Bunga tersenyum. "Baik, Besok kita sama Dani juga pergi shoping."
"Apa itu shoping, Mbak?" Kata Sekar yang berumur 7 tahun.
"Belanja." Kata Bunga lagi, tersenyum.
Dan ia masih tersenyum saat masuk ke kamarnya. Ia meraih handphone nya yang belum disentuhnya sejak dimatikan di dalam pesawat, Mbak Ita menghubunginya berkali-kali.
Ia mengirim sms.

"I'll Be Okay, Mbak... Thank U 4 Being My Best Fren."

Message sent.
Bunga meraih kartu SIM Indonesia yang baru dibelinya. Dicopotnya SIM card Singapura, dipatahkannya menjadi dua. lalu ia memasang kartu SIM yang baru. Sementara ia akan melupakan apapun yang berhubungan dengan Singapura.

***

"Mbak tunggu disini aja sama Sekar. aku panggil ojek." kata Dani lalu langsung melesat pergi.
Bunga mengangguk, Ia membelai rambut Sekar. Ia begitu rindu dengan adiknya yang satu ini, "Kamu mau beli apa sih Nduk?" tanyanya.
"Boneka yang bisa ganti-ganti baju itu lho Mbak." Kata Sekar polos. "Selvi sama Nia aja udah punya. kadang aku dikasih pinjam. Emak tak tahu dimana belinya."
"Ooh.." Mungkin maksud Sekar adalah boneka Barbie. Bunga tersenyum.
Beberapa menit kemudian Dani datang membonceng ojek Kang Mamad, dan ada satu ojek lain mengikuti. Tapi Bunga tak mengenalnya. Cowok ojeg itu menatap bunga. Bunga juga menatapnya. cowok itu tinggi dan tampan. Ia tersenyum pada Bunga, Bunga membalasnya.
"Pulang kapan Mbak Bunga?" tanya Kang mamad ramah.
"Semalam jam sembilan, Kang. Laris nih?"
"Lumayan, Mbak... Mau pada kemana ini?"
"Ke Pasar, Si Sekar minta beli mainan..."
"Oh, Enak ya Sekar... Mbakyumu pulang keinginanmu keturutan." goda Kang Mamad
Sekar merenges.
"Mbak, Aku ikut kang Mamad, Mbak sama Sekar bonceng Rudi."
Oh, jadi namanya Rudi... anak siapa dia ya? kok aku belum pernah lihat sebelumnya... batin Bunga.
"Iya." Jawab Bunga yang tanpa basa-basi mengangkat Sekar naik motor Rudi dan ia pun menyusul naik.
Sepanjang jalan mereka berbasa-basi tentang cuaca dan beberapa hal yang belum dilihat Bunga sebelumnya. Bunga menyukai gaya cowok ini, selain ia berpakaian rapi, ia juga enak diajak ngobrol.
Sampai di pasar Bunga membayar ojeg. Kang Mamad segera pergi. Tapi Rudi tidak.
"Ada yang perlu ku kerjakan." katanya sambil tersenyum.
"Oh Ya sudah... kami belanja dulu ya..." Pamit Bunga.
Rudi mengangguk.
Bunga melangkah pergi. tapi ia dapat merasakan tatapan mata Rudi. dan entah mengapa ia merasa dadanya berdebar-debar.

"Mbak..."
Bunga tersentak kaget. Dani mengajaknya bicara. "Eh, Apa Dan?"
"Rudi cakep ya?" kata Dani. seolah bisa membaca pikiran Bunga.
Bunga tersipu. "Iya...iya... Siapa dia? kenapa Mbak belum pernah lihat dia sebelumnya."
"Dia adiknya Mbak Rina yang nikah sama mas Yanto... Mbak nggak pernah di rumah jadi nggak tahu."
"Oh... jadi dia adiknya mas Yanto jadinya?" ulang Bunga. "Lalu kenapa ia ikut kesini?"
"Orang tua Mbak Rina di Jogja meninggal ketika Merapi meletus, Mbak... Rumahnya juga hancur, jadi Rudi, adik satu-satunya disuruh kesini."
Sekarang Bunga mengerti.
Saat di Singapura ia mendengar dan melihat berita Gunung Merapi meletus. Ia pun sedih sekali. Ia dan teman-temannya bahkan urunan untuk menyumbang lewat rekening di Kedutaan.
"Ya Sudah, ayo kita beli barangmu dulu, Sekar." Katanya sambil menggandeng Sekar.

Usai berbelanja mereka mampir makan mi ayam di salah satu warung kegemaran Bunga dulu. Ia gembira warung itu masih ada.
Hp Dani berdering. Ia  mengangkatnya dan berbicara singkat sebelum menutupnya kembali
"Dari Rudi, Mbak." Kata Dani tanpa ditanya. "Ia tanya apa kita masih di pasar. aku bilang iya. jadi nanti bisa pulang bareng sekalian."
Bunga merasa jantungnya berdegup. "Oh Ok... Kenapa kamu tak tanya sekalian dia sudah makan atau belum, ajak makan sekalian kalau belum." kata Bunga.
"Ok." sahut Dani ia langsung menelpon Rudi.

Beberapa menit kemudian Rudi datang bergabung makan dengan mereka. Mereka ngobrol dengan penuh canda tawa. Rudi ternyata memang cowok yang menyenangkan. Yang membuat Bunga sungkan, Rudi membayar semuanya.
"Sudah, aku saja."
"Tapi..." Bunga berusaha menolak, Ia menyuruh Rudi bergabung untuk ikut makan, bukan untuk membayar. Bunga jadi tak enak hati. Ia sebenarnya tak masalah kalau Rudi ingin ditraktir dirinya yang baru pulang dari luar negeri. tapi ternyata Rudi tak ambil pusing. akhirnya Bunga mundur, malu dilihat orang.
Dalam perjalanan pulang Dani sengaja menyuruh Sekar membonceng ojeg yang sama dengannya sementara Bunga berboncengan dengan Rudi.
"Mbak yang bawa barang-barangnya." Alasan Dani.
Sepanjang jalan Bunga merasa salah tingkah. ia merasa tak pede dengan bajunya, dengan rambutnya dan sebagainya. padahal Rudi bersikap biasa-biasa saja.
Sampai di rumah kali ini Rudi tak mau dibayar.
"Simpan saja buat besok." katanya lalu langsung meluncur pergi meninggalkan Bunga yang tertegun di teras rumah.

Sore itu Bunga mengunci diri di kamar, ia menghindari Dani. Ia tahu Dani akan mengolok-olok kakaknya.
Bunga bukannya tak tertarik dengan Rudi, tapi ada satu hal yang Dani tak tahu yang membuat Bunga tak ingin terlibat dengan Rudi.
Bahwa ia sudah tidak perawan.
Ia tak mau siapapun lelaki yang kelak menjadi suaminya akan kecewa.

Bunga tertegun.

Ia baru mengenal Rudi hari ini tapi ia sudah berpikir bahwa ia akan menikah dengan Rudi. Dasar tak tahu malu...

Bunga menutup wajahnya dengan bantal. dan jatuh tertidur.

Ketukan di pintu membangunkannya. Bunga melirik jam di atas pintu, jam 7. wah, ia sudah tertidur cukup lama sampai kelewatan sholat asyar. Bunga membuka pintu, Emak disana, "Mandi, sholat dan makan dulu sana, nanti tidur lagi."
"Iya Mak." bunga pun menyambar handuk dan melangkah ke kamar mandi ketika ia melihat satu wajah di ruang tengah yang berkumpul dengan Dani dan cs-nya nonton TV hampir saja ia berbalik masuk ke kamar.
Rudi...!!
Tapi Rudi sudah melihatnya. cowok itu tersenyum. Meski ia tahu ia acak-acakan Bunga memaksakan senyum. dan ia tahu ia tak akan bisa menghindari Rudi dan pesonanya.

***

Sejak itu Rudi dan Bunga tak terpisahkan. Meski belum resmi berpacaran namun dimana ada Rudi disitu ada Bunga. Suatu malam Rudi melamarnya.
"Bunga, Maukah kau jadi istriku?"
Bunga yang sedang makan bakso tersedak. terbatuk-batuk.
Rudi menepuk-bepuk punggungnya.
"Wah... Kok tiba-tiba... aneh-aneh saja... Mana ada orang melamar sambil makan Bakso," Kata Bunga terbiasa dengan canda Rudi, ia masih mengganggap Rudi bercanda detik itu.
"Aku sebenarnya ingin melamarmu di waktu dan tempat yang sempurna, tapi kalau kupikir, menunggu waktu yang sempurna maka entah kapan aku akan melamarmu." Kata Rudi.
"Kenapa kamu ngomong begitu?"
"Bunga, aku ini cuma tukang ojek. tanah satu-satunya milik orangtuaku terbenam lahar Merapi. Pendidikanku tinggi tapi tak membuatku mendapat pekerjaan yang kuinginkan. Kehilangan orangtuaku membuatku tak ingin menunda waktu dan hidup yang kumiliki. Kamu pasti tahu, aku sudah mencintaimu sejak pertama kali melihatmu." Kata Rudi.
Bunga tahu.
"Aku juga nggak mau orang-orang ngomongin kamu yang selalu kemana-mana sama aku. meski kita nggak pernah macam-macam, Lidah orang tak dapat dicegah."
Bunga setuju.
"Kenapa kamu diam?"
Bunga tersenyum sedih. "Habiskan dulu baksonya, nanti kita bicara lagi, tapi bukan disini."

***

Kini semua seolah sudah diatur Allah.
Akad nikah mereka yang sempat tersendat karena kesedihan yang tak terbendung saat menyebutkan ketiadaan Orang tua Rudi akhirnya usai. Dani mengikuti seluruh acara dengan penuh senyum usil bermakna, "Sudah kuduga... Kubilang juga apa..."
Bunga merasa begitu bahagia.
Emak dan Bapak merasa sangat bahagia juga. Mereka suka dengan kepribadian Rudi. Dan tak merasa keberatan sedikitpun sejak pertama kali Rudi menyampaikan keinginannya untuk pedekate pada putri mereka yang baru pulang dari merantau.
"Untung saja rumah kamu sudah siap," kata Bapak. "Bapak ini punya firasat tajam... hahaha... beneran langsung misah to?"
"Ah Bapak bisa aja..." sahut Bunga malu.
Mbak Rina dan Mas Yanto juga sudah membantu dengan beberapa perabotan.
Mbak Ita pun menelponnya tadi siang. Ia memberi selamat pada Bunga dan berjanji akan mengirim hadiah untuk Bunga.
"tak usah, Mbak... kehadiran Mbak saat saya membutuhkan sudah sangat berarti bagi saya."
"Selamat ya Bunga karena kamu pasti berbunga-bunga sekarang."
Benar.
Bunga tak pernah menyangka, masa-masa mengerikan itu telah terhapus dengan sendirinya. Bunga memang melacak lagi Mbak Ita, Karena ia merasa rindu dengan petuah-petuah sahabatnya itu. Ia juga menghubungi mantan majikannya yang bersuka cita menerima berita darinya bahwa hari ini ia menikah.
"Selamat ya, Bunga..." Kata Sir Tan di telepon.
"Terimakasih, Sir."
"Kami akan mengirim ang pao untukmu Bunga." Katanya lagi, Belum sempat Bunga menolak telepon sudah berpindah tangan.
"Bunga, Ini Mam. Semoga kamu bahagia ya..." lagi-lagi Bunga hanya berterima kasih. "Kakek sehat-sehat saja. kami mengajaknya pulang lagi, pembantu yang baru tak sepandai dirimu, tapi kami tahu ia belajar."
Syukurlah.
"Minggu lalu ada laki-laki di tangkap polisi karena mengganggu pembantu Indonesia di kompleks sebelah. Meski polisi tak menghubungi, kami tahu itu lelaki yang mengganggumu. Bunga, Hukum sudah ditegakkan. laki-laki itu sudah pasti dihukum berat."
Bunga menangis karena lega, Dendam yang tak pernah disadarinya ada di dadanya luruh seketika. Ketika pembicaraan mereka sudah putus rudi mendekatinya.
"Ada apa? Kenapa kamu menangis?"
Bunga hanya tersenyum, "Aku hanya bahagia." Jawabnya.

Dan Kini setelah selesai semuanya, hanya tinggal Bunga berdua dengan Rudi saja.
Malam itu malam pengantin Bunga. Bunga begitu berdebar melewati prosesi demi prosesi pernikahannya dengan Rudi.
Rudi tak pernah lepas pandangannya pada Bunga. Memuja. Bunga tahu, Itu juga yang terpancar di matanya.
"Kamu bahagia?" tanya Rudi.
Bunga mengangguk. "Iya, Mas..." Bunga mulai memanggil Rudi dengan Mas sejak malam ia dilamar, "Mas, betul-betul tak apa saya tidak perawan lagi?"
Rudi menggeleng. Ia tersenyum sedih. "Aku merasakan kepedihanmu akan peristiwa masa lalumu, Dik." Katanya. "Tapi aku terlalu mencintaimu untuk mempermasalahkan hal itu."
Bunga terharu, matanya tergenang oleh airmata, "Mas benar-benar tak ragu sedikitpun padaku?"
"Tak pernah dan tak akan."
"Bisa saja aku membohongimu, Bisa saja yang kuceritakan itu hanya karanganku. Mas tak menyesal?"
Rudi menutup mulut Bunga dengan satu jarinya.
"Aku mencintaimu."

***

Singapore, Friday, 19 November 2010
Cerita ini kupersembahkan untuk Mbak Sumiati dan Sumiati-sumiati Indonesia yang lain

__________________________________________
catatan.
*kartu EZ-Link/EZ-Link card adalah kartu isi ulang yang digunakan untuk membayar tarif angkutan umum di Singapura, saat ini dapat digunakan pula untuk membayar di toko-toko dan rumah makan.
**LRT atau Light Rail Transit adalah Kereta kecil yang jaringannya hanya melayani angkutan antar perumahan umum



No comments:

Post a Comment