Ada doa doa naik ke langit, bersama resah yang bertaburkan payah. Rindu tidak ada di situ. Kaki pun tak mampu melangkah. Kenangan yang berhenti, tepat di detik hadirmu, kala langkah goyah, penuh sumpah serapah
Ini belum sampai pada titik. Seperti bayang bulan di cangkirmu, serta kelip lampu memperdaya kantukku, menjadi gelisah. Birahi merayu, kita kalah.
Setajam puisi dalam cangkir kopimu, membawa perasaan terlena, diamuk resah. Dari pagi hingga pagi lagi. Dan kita; berdansa di bibir cangkir.
Laju bus malam membawaku pulang. Meninggalkan rindu di kisi jendela bertabur cahaya ibukota. Seperti laju cahaya membawamu datang lalu pulang. Sisakan gigil, hujan di negeri kayangan, lelah di antah berantah.
Secangkir kopi ciptakan puisi, tentang derita, setengah mati dan baitbait cinta tulus tak bernama. Kukunyah rasa rindu, terlalu nyaman untuk tak didambakan.
Puisi di dalam cangkir kopimu berusaha ingatkan kau, jangan minum lagi. Kita berdansa saja. Dansa lagu cinta.
Pwcg, 10 Februari 2020
No comments:
Post a Comment