Nessa Kartika, mantan TKW asal Singapura saat ini menjadi penulis buku |
BANYAK yang
beranggapan bahwa menjadi buruh migran adalah pekerjaan yang tidak
berkelas. Namun paradigma itu dipatahkan oleh Nessa Kartika dengan
prestasi yang diraihnya.
Sejak lulus SMK pada tahun 2002 lalu ia memutuskan menjadi Tenaga
Kerja Wanita (TKW) di Hongkong. Sebelum terbang ke negeri tetangga ia
sempat bekerja sebagai buruh pabrik garmen di Bandung selama setahun.
Menjadi buruh dalam negeri tak menjadi kepuasan baginya sehingga dengan
menggunakan jasa PJTKI ia memutuskan untuk bermigrasi ke Hongkong
setelah tiga bulan sebelumnya berada di penampungan Cengkareng,
Jakarta.
Keberanian mengunjungi negeri tetangga dilakoninya dengan prihatin
karena sejak kecil Nessa telah ditinggalkan oleh kedua orangtuanya
karena bercerai.
Semasa bersekolah di MI dan SLTP
Muhammadiyah 1 Wonosobo ia sering terpilih mewakili sekolah untuk
mengikuti lomba mengarang dan beberapa kali berhasil meraih juara.
Pesawat melaju dengan kencang hingga akhirnya mendarat dan
memerkenalkan Nessa pada lingkungan baru. Hongkong menjadi negara yang
meninggalkan sejuta kenangan bagi Nessa, karena disanalah nasibnya
terbilang tidak baik. Bisa dibayangkan perlakuan sang majikan kepada TKW
baru asal Indonesia.
"Sempat menjadi korban kekerasan dari majikan. Baru kerja 15 bulan
saya minta pulang. Bos watu itu usahanya sedang bangkrut jadi stress dan
sering memukuli saya dan istrinya," kata Nessa.
Sepulang
dari Hongkong, ia kembali ke kampung halaman, Wonosobo. Kota asri yang
memerkenalkannya menjadi penyiar di sebuah stasiun radio swasta. Dari
situlah nama Nessa Kartika melejit. Wanita kelahiran 27 Mei 1983 ini
memunyai nama asli Anissa Hanifah.
Setelah memutuskan menikah pada tahun 2004 ia memutuskan untuk
kembali bekerja menjadi TKI. Tentu atas persetujuan dari suami dan
seorang anaknya. Kali ini Singapura menjadi negara tujuannya. Ternyata
kekerasan yang dialami sebelumnya tak menjadikan Nessa menyerah pada
nasib demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Beruntung baginya di negara yang kedua ini ia dipertemukan dengan
majikan yang baik. pekerjaan utamanya hanya mengurus orang jompo.
Setelah waktu kerjanya senggang Nessa diizinkan menggunakan komputer
milik sang majikan untuk menulis dan membaca artikel di internet.
"Pas jadi TKW di Singapura saya menjaga seorang kakek. Biasanya
setelah semua kebutuhan kakek terpenuhi dia banyak istirahat. Saat
itulah saya bisa menggunakan menggunakan internet. Itung-itung mengasah
ilmu komputer waktu SMA," kata Nessa.
Awalnya facebook yang menjadi media pertama untuk mempublikasikan
tulisannya selain sebagai alat komunikasi dengan suami dan anak. Melaui
media itulah tulisannya banyak dibaca banyak orang baik di dalam maupun
luar negeri. Lantas beberapa lomba menulis melalui media maya juga
dilakoninya.
Dengan didukung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di
Singapura kemudian ia membuka hotline melalui surat kabar secara
konvensional maupun email.
"Lewat cara itu seharusnya dapat
mendorong kawan-kawan TKI untuk untuk mengabadikan pangalaman lewat
tulisan. Sayangnya waktu itu belum banyak yang menanggapi," ujar Nessa.
Hingga pada tahun 2011 lalu mengikuti lomba cerpen Bilik Sastra yang diselenggarakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI).
"Alhamdulillah
dilomba itu karya saya menjadi pemenang kedua dan hadiahnya dapat tiket
pulang peri Singapura-Jakarta. Selain itu juga juga akomodasi untuk
menghadiri sidang bersama DPR dan DPD RI serta menjadi tamu undangan
upacara bendera 17 Agustus di Istana Merdeka," kata Nessa.
Sejak itulah banyak prestasi yang diraihnya. Bersama penulis
terkenal dari dalam dan luar negeri ia berkesempatan menjadi peserta
Ubud Writers and Readers Festival di Bali.
"Saya tak menduga
seorang babu bisa menulis juga. Lewat tulisan itu saya berharap akan
banyak orang yang perhatian terhadap buruh migran," katanya saat ditemui
di pameran BMI di LLPM UNSOED, Rabu (3/7)
Kini sudah empat buku yang diterbitkannya, bahkan untuk buku
perdana yang terbit mencapai 3000 eksemplar. Tak hanya itu, ia juga
menulis di puluhan antologi puisi dan cerpen bersama para buruh migran
yang lain. Karena Nessa dipercaya menjadi ketua Buruh Migran Indonesia
(BMI) Indonesia untuk Singapura.
Sempat ia melaunching bukunya di Malaysia. Cerita unik pun disampaikannya saat berkunjung ke Malaysia.
"Saya
sempat ditahan di Bandara Yogyakarta selama setengah jam karena
dianggap mantan TKW yang aneh. Petugas di bandara tidak percaya kalau
mantan babu seperti saya juga menjadi penulis. Lalu mereka percaya
setelah saya tunjukan tiket dan buku-buku hasil karya selama menjadi
TKI," kata Nessa.
Kini dari hasil penjualan bukunya ia telah mampu mendirikan rumah
baca "Istana Rumbia" dan menjadi penata rias pengantis. Menjadi buruh
migran dulu juga dilakoni sang ibu yang kini mendirikan home industri
untuk produksi makanan ringan.
Menulis hingga kini masih terus dilakoninya bahkan apabila ada kesempatan lagi pun ia ingin kembali menjadi TKW.
"Kalau
jadi TKW lagi saya bisa tahu kondisi mereka sehingga dapat dituangkan
ke dalam tulisan. Dan akan banyak orang yang tahu bagaimana menjadi
buruh migran sebagai pahlawan devisa seperti penobatan yang diberikan
kepada saya," kata Nessa. (fitri nurhayati)
Feature di Korane Wong Ngapak, SatelitPost
Kamis, 5 Juli 2012
No comments:
Post a Comment