About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Tuesday, December 14, 2021

#CERPEN NATAL DAN SALJU BAUHINIA (part 1)

Udara begitu dingin dan renyah. Nafasku berubah menjadi awan kecil, begitupun dengan orang-orang yang berjalan cepat di sekelilingku. Aku harus sedikit mendaki bukit mencapai gerbang entry menuju stasiun kereta api bawah tanah. 

Langkahku melewati sebuah taman berisi pepohonan yang daun-daunnya sudah berguguran. Seperti sepotong hatiku yang kutinggalkan di Indonesia, untuk seorang laki-laki yang bahkan tak pernah lagi kupikirkan di sini.

Isi hatiku sepi dan sedingin tempat ini. Tidak berharap juga tidak menyerah. Biasa saja.

Aku berjalan di lorong panjang menuju kereta tergesa, layaknya semua manusia di sana. Dua eskalator menurun lagi dan aku mendapati gerbong kereta jam setengah dua belas menuju Chai Wan.

Semakin aku ke bawah tanah, udara dingin menusuk tulang digantikan udara hangat sedikit pengap. Aku nerapatkan jaketku.  

Tiba di peron yang kutuju, aku berjalan ke gerbong belakang. Kereta tiba semenit lagi. Pintu belum dibuka, aku nenunggu dengan sabar di sisi kanan. Sisi kiri digunakan oleh penumpang yang nanti keluar, biasanya tak banyak di ujung gerbong ini.

Aku memilih gerbong paling ujung karena sepi. Aku bisa tidur sepuas hati. Apalagi Chai Wan terletak di ujubg pulau, jika pun aku terlelap, masinis yang berbalik akan membangunkanku. Kereta cepat ini punya dua kepala, masinis tinggal menuju ekor jika mau membalikkan arah kereta. Praktis.

Denting lagu natal terdengar meriah, suasana peron sudah didekorasi sedemikian rupa. Aku menatap jam digital di atasku yang berganti angka 11.30 ketika akhirnya kereta tiba.

***

Desir hati terasa ketika melewati gedung-gedung kawasan industri. Di sini tidak meriah seperti Kow Loon. Rumah susun kuno berderet dan bangunan kumuh milik nelayan dimana-mana.

Di sisi kananku verjalan menuju gudang Kingsly bebatuan pantai, dimana jika aku lelah aku akan berhenti sejenak duduk di sana. Hanya ini waktu luangku, pun terbatas lima sampai sepuluh menit saja. Kalau kelamaan Kingsly pasti marah-marah karena aku terlambat.

Kingsly mempunyai sebuah kantor perusahaan catering dan dapur raksasa. Para chef bekerja sepanjang pagi, Orang-orang belajar memasak di sore dan malam hari. Aku punya waktu dua jam selepas jam makan siang untuk bersih-bersih setiap harinya sebelum kelas dimulai lagi.

Jangan bayangkan alat rumah tangga di sini. Tempat ini seperti laboratorium alien dengan segala alat dan mesin berbahan stainless steel yang harus kugosok dan kucuci sampai mengkilat.

Tidak ada belas kasihan, dari langit-langit sampai dinding dan lantai semua harus kucuci. Tidak ada gunanya semua training kerja rumah tangga waktu di penampungan, disini aku robot pembersih baja anti karat. Waktuku hanya dua jam saja.

Lalu Kingsly akan membawaku makan siang di sebuah warung au lam mien sebelum aku pulang lagi dengan kereta. Kingsly akan pulang dengan mobilnya.

Tidak mungkin majikanku ini mengajakku ikut mobilnya, badanku sangat kotor tentu saja setelah mencuci semua minyak dan debu.

Justru aku menikmati betul trip ini. Di jalan aku akan mampir ke 7/11 untuk membeli potato chip, air mineral dan buah-buahan. Duduk di pantai atau stasiun menunggu kereta, lalu aku mencari telepon umum, mencari ayah atau ibuku melalui wartel terdekat untuk berbincang. Satu dua koin sen dolar sudah cukup untuk menuntaskan kerinduanku. Hidup sesederhana itu.

Aku kembali ke Kwun Tong, menuju rumah nenek. Nanti malam baru kami akan dijemput pulang ke Lam Tin. 

***

No comments:

Post a Comment