Oleh Nessa Kartika
I.
Seorang gadis berkerudung merah muda
Tamat SMA dibawa ibunya ke Jakarta
"Mencari pengalaman," katanya.
Ibunya baru pulang dari negeri sana, terlihat bersinar, cantik dan semulus piring keramik di rumahnya
Yang tanpa jendela
Diajak naik bus Sinar Jaya jam tujuh malam,
Tiba di ibukota selepas subuh
Badan penat, tak ingin mengeluh
Tak terlihat lusuh
Hanya membawa sepasang baju dan satu mukenah
Di sebuah rumah, disambut oleh seorang mami
Diterima dengan senang hati,
Lalu ibunya pergi
Bingung ia ketika kehidupan training yang keras dan penuh caci maki dimulai
Baru disadari sang ibu telah menjualnya untuk dikirim jadi pekerja migran ke luar negeri.
Malang tak dapat ditolak
Nasi sudah menjadi bubur
Ia bercita-cita ingin memperbaiki nasib keluarganya.
II.
Di tarmak bandara yang riuh
Si gadis berambut bondol menenteng tasnya
Berdebar ia berjalan melewati petugas yang tersenyum ramah, selamat pagi
Akhirnya...
Tiba saatnya ia menuju tanah seberang
Mencari pengalaman, kata ibunya.
Memperbaiki rumah kita yang hampir roboh.
Uangmu harus dikirim ke ibu, biar ibu yang kelola.
Jadi pekerja migran cara paling cepat mengumpulkan uang.
Singapura,
Masih gelap dalam bayangannya
Mengucap bismillah, ia mengikuti langkah manusia-manusia di depannya
Gate tiga puluh dua huruf Bhe
Pesawat berwarna merah menjadi angkutannya.
Satu jam dua jam tibalah ia
Tiga jam empat jam menunggu jemputannya
Lima jam enam jam ia tahan rasa lapar dan haus
Di bawah lampu hiasan natal berwarna warni, desain futuristik dan mewah
Ia tak paham lagi dengan masa depannya sendiri
Merasa lelah, merasa payah
Terlalu berharap dan berekspektasi
Dia tidak sendiri
Belasan gadis calon pekerja migran sepertinya pun nasibnya tak pasti
Terlantar di bandara, tanpa satu hal pun mereka mengerti
Menunggu dan menunggu
Satu persatu dijemput
Menunggu dan menunggu
Si gadis ingin menangis
III.
Sebuah van berisi tujuh diisi dua puluh, bertumpuk seperti sardin
Dua puluh pekerja migran dari Indonesia, senasib sependeritaan
Si gadis yang takjub dengan pemandangan di luar
Singapura sunguh indahnya
Ratusan gedung pencakar langit sepanjang perjalanan
Entah kemana
Ternyata mereka dibawa ke sebuah asrama
Disuruh masuk dan dipanggil monyet!
Monyet indo!
Diberitahu untuk istirahat karena besok ada medical check up
dan malam ini juga harus belajar untuk entry test
Si gadis menurut walau sakit hati, memilih satu katil untuk membaringkan diri
Yang penting akhirnya ia bisa menangis diam-diam malam ini.
Lagu milik peterpan mengalun dari arah dapur,
Dimana ibu asrama sedang menanak nasi dicampur potongan buncis, jagung dan kecap asin
Menu makan malam
Paginya, medical check up adalah siksaan
Kencing tanpa privacy
Dijejerkan dan dibolak balik bugil tanpa busana
Para monyet indo, dianggap bukan manusia.
Sekeras inikah ujian untuk orang yang mau mencari pengalaman?
Seperti inikah manusia bangsa sendiri diperlakukan?
Seperti inikah kehidupan pekerja migran??
IV.
Tuhan bersama orang-orang sabar
Dua tahun berlalu, diperpanjang
Tambah dua tahun lagi penuh kebahagiaan
Majikan ternyata manusia biasa yang jauh mempunyai hati nurani daripada bangsa sendiri di negeri orang
Kini si gadis sudah mau pulang, majikan ingin ia memperpanjang
Ia tak mau
Karena sang ibu bilang uang yang ia kirimkan sudah jadi barang
"Lihatlah kambing-kambing gemuk ini," kata ibu ketika mengirimkan sebuah foto, "semua milikmu."
Dikirim pula gambar sebuah rumah setengah jadi, masih batu bata namun sudah berjendela, "rumahmu," kata Ibu pula.
Dikirim pula foto sebidang tanah, untuknya, dibeli ibunya memakai uangnya.
Ibu merayunya jangan pulang, rumahnya belum selesai.
Kurang... Kurang... Kurang....
Tidak, ia sudah lelah menjadi pekerja migran.
Ia ingin kuliah.
Ibu, aku ingin pulang, aku bukan mesin ATM.
Akhirnya ia pulang
Namun kekecewaan yang didapatkan
Kambing-kambing milik tetangga
Rumah milik saudara
Dan tanah milik siapa.
Apa yang ia dapatkan?
Ayah tiri baru.
"Uangmu habis dimakan," kata ibunya.
Serta pengalaman, menjadi dewasa sebelum waktunya.
Dimatangkan oleh negeri tetangga.
Menjadi pekerja migran yang luar biasa walau pulang tak punya apa-apa
Gusti mboten sare
Allah tidak tidur
---Desember 2021
No comments:
Post a Comment