By. Nessa Kartika
"Jangan lupa hari ini hari penting." Marni, wanita yang baru tiga bulan kunikahi ini tersenyum riang pagi itu.
"Hari apa sih?" lagakku pura-pura lupa. Sedikit mengganggu istriku yang cantik. Aku suka membuatnya merengut. imut-imut.
"Mas, Ini 'kan tanggal empatbelas februari ... Hari Kasih Sayang." cetusnya.
Aku tersenyum , "udah tua kok masih juga merayakan hari gituan?" godaku.
Marni makin cemberut.
Aku men-starter motor, "Kasih sayang kan tiap hari bisa." tukasku lembut.
"Ah ... Pokoknya, aku mau hadiah Valentine." kata Marni keukeuh sebelum mencium tanganku.
Aku mengangguk lalu melarikan motorku ke tempat kerja sebagai kurir di Toko Bunga.
***
"Hari ini banyak orderan melebihi tahun lalu. Semoga kalian bisa bekerja ekstra." kata juraganku. "Anak muda sekarang banyak percaya dengan hari Valentine. itulah yang jadi panen untuk kita. laris usaha kita. Nanti kalian semua aku kasih bonus." Kata juraganku lagi, berseri-seri.
Hari ini segera kumulai pekerjaanku. Begitu banyak pesanan yang harus diantarkan.
Bismillahirrahmanirrahim.
***
Kring ... kring ... kring ...
Hape-ku berdering.
"Assalamuaikum ...?"
"Walaikumsalam, Mas udah beli hadiah Valentine untukku?"
"Belum, sekarang masih sibuk, belum sempat."
"Jangan lupa lho, Maaaas ... " rengek istriku.
"Emang mau kado apa sih? bunga? kan hampir setiap hari kukasih bunga."
"Ah, Mas kan kerja di toko bunga, bunga darimu nggak ada artinya. Pikir lagi dong ... Asal warnanya pink, itu cocok untuk hadiah Valentine." kata Istriku.
"Iya ... iya, demi Valentine's day-mu." kataku lalu menutup sambungan telpon.
Aku manggut-manggut. Asal warnanya pink, itu cocok untuk hadiah Valentine.
Aku benar-benar blur. tak ada ide tentang apa yang akan kuberikan pada istriku untuk Hari Valentine-nya ini. Selama aku bekerja di toko bunga ini, memang sudah tak terhitung berapa kali aku memberinya bunga. Aku mencintai Marni dan ingin menunjukkannya setiap hari, tak harus hari Valentine yang meskipun notabene hari Kasih Sayang.
Aku beranjak, masih banyak tugas untukku.
***
Usai kerja kularikan motorku ke pasar. Sepanjang pinggiran pasar kuingat banyak pedagang kaki lima di sana, semoga salah satu dari mereka menjual sesuatu untuk Marni.
Benar saja, di pasar banyak penjual dadakan mungkin untuk hari Valentine ini. Mataku tertubruk sebuah gaun indah warna merah-muda. Marni pasti cantik sekali mengenakannya. Kutanyakan harganya, cukup murah, hanya tujuhpuluh ribu. Semoga Marni suka dengan pemberianku.
Kucantelkan gaun yang sudah dibungkus itu ke setang motor-ku. Aku tersenyum melihatnya.
Aku pun beranjak pulang. Sepanjang jalan aku banyak berpapasan dengan pasangan pemuda-pemudi mesra di atas motor mereka. Mungkin akan merayakan Valentine ini.
Kring ... kring ... kring ...
Hape-ku berdering, aku tahu itu Marni. Karena sudah dalam perjalanan pulang, ku tak pedulikan.
Kring ... kring ... kring ...
Hape masih berdering, biar saja ... toh, sudah hampir sampai rumah.
Kring ... kring ... kring ...
hape terus berdering. Menyerah, kucoba meraihnya di kantong celanaku.
Di arah lain tak kulihat sebuah mobil menghampiri. Kaget membuat motorku oleng. Gelagapan aku berusaha menyeimbangkan motorku, hapeku jatuh terbanting di aspal. Pikiranku makin tak karuan.
Hal terakhir yang kulihat, gaun merah jambu untuk Marni berubah warna menjadi merah darah.
***
*493 kata
No comments:
Post a Comment