Cinta, hari ini kuawali hari dengan segelas kopi pahit yang kutau tak akan berasa lagi di lidahku. Aku tahu mendung di langit hanya berjanji, saat hari merangkak, aku yakin matahari hanya akan semakin meninggi. Disini, aku hanya menanti waktu berlalu. Satu persatu, kuselesaikan pekerjaanku, Semakin lama makin tak sabar ingin kutarikan mataku di sini, di ruang rindu, satu-satunya tempat ku dapat berjumpa denganmu, menunggu saat kudapat melihatmu adalah siksa-siksa.
Hariku kelabu, bukan karena mendung itu, tapi karena masa masa lalu yang mengganggu. Tak pernah membiarkan aku menikmati hadirmu. Tahun demi tahun yang kurasa hanya sejuta rindu menikam, Entah sampai kapan. meski kenyataannya hanya terpisah satu dinding berjeruji besi.
Cinta, Aku masih berusaha menutup pikiranku, aku tak ingin pekerjaanku semakin melambat karena otakku lebih sibuk memikirkan engkau disana. Bukannya aku tak ingin memikirkanmu, namun, semakin cepat selesai kerjaku, semakin cepat aku bisa berada disana, menanti hadirmu...
ah... bukan orang yang hadir, hanya sekilas pandang pelepas rindu, membuat kerinduan kian terasa, namun selain itu, aku bisa apa?
Engkau mungkin memahami rasa hati ini, karena takdir tak kita berbeda. Mungkin juga selalu kau mengetahuinya, namun kau tak ingin mengatakan apa-apa karena kamu tahu dunia kita tak berbeda. Yang kita rasakan tak perlu kita ucapkan. Yang kuinginkan hanya melihatmu, memandangmu saat kau akan ada disana. merasakan tanah di bumi yang sama, menghirup udara di langit yang sama. Tuhan masih adil pada kita, membiarkan kita menjalani hidup di tempat yang sama. Tempat yang sama tapi berbeda.
Aku tau aku menyia-nyiakan waktu, namun yang kutahu adalah bahwa kamu tak tahu. dan aku hanya ingin kamu tak pernah tahu.
Kutatap jam dinding di atas ruang temu, satu menit... satu menit lagi kamu akan lewat, menyiram rinduku dari balik terali hukum yang menjeratku. Sesalku hanya satu, andai hari itu tak kuajak engkau membunuh suamiku.
Hariku kelabu, bukan karena mendung itu, tapi karena masa masa lalu yang mengganggu. Tak pernah membiarkan aku menikmati hadirmu. Tahun demi tahun yang kurasa hanya sejuta rindu menikam, Entah sampai kapan. meski kenyataannya hanya terpisah satu dinding berjeruji besi.
Cinta, Aku masih berusaha menutup pikiranku, aku tak ingin pekerjaanku semakin melambat karena otakku lebih sibuk memikirkan engkau disana. Bukannya aku tak ingin memikirkanmu, namun, semakin cepat selesai kerjaku, semakin cepat aku bisa berada disana, menanti hadirmu...
ah... bukan orang yang hadir, hanya sekilas pandang pelepas rindu, membuat kerinduan kian terasa, namun selain itu, aku bisa apa?
Engkau mungkin memahami rasa hati ini, karena takdir tak kita berbeda. Mungkin juga selalu kau mengetahuinya, namun kau tak ingin mengatakan apa-apa karena kamu tahu dunia kita tak berbeda. Yang kita rasakan tak perlu kita ucapkan. Yang kuinginkan hanya melihatmu, memandangmu saat kau akan ada disana. merasakan tanah di bumi yang sama, menghirup udara di langit yang sama. Tuhan masih adil pada kita, membiarkan kita menjalani hidup di tempat yang sama. Tempat yang sama tapi berbeda.
Aku tau aku menyia-nyiakan waktu, namun yang kutahu adalah bahwa kamu tak tahu. dan aku hanya ingin kamu tak pernah tahu.
Kutatap jam dinding di atas ruang temu, satu menit... satu menit lagi kamu akan lewat, menyiram rinduku dari balik terali hukum yang menjeratku. Sesalku hanya satu, andai hari itu tak kuajak engkau membunuh suamiku.
No comments:
Post a Comment