About Me

About Me
Writer, Pengelola Rumah Baca Istana Rumbia, Staff redaksi Tabloid Taman Plaza, Admin Yayasan CENDOL Universal Nikko (Koordinator bedah cerpen OCK), perias dan Make-up artist PELANGI Asosiasi Entertainment, Crew Wonosobo Costume Carnival dan Crew 'A' Event Organizer (Multazam Network), pernah bekerja di Hongkong dan Singapura. Cerpenis Terbaik VOI RRI 2011, dan diundang untuk Upacara HUT RI ke 66 di Istana Negara bersama Presiden RI. BMI Teladan yang mengikuti Sidang Paripurna DPR RI 2011 dan menjadi tamu Ketua DPD RI. Dinobatkan sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen BNP2TKI Tahun 2011. Pemuda Pelopor Dinas Pendidikan, pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah kategori Seni-Budaya Tahun 2012. Menyukai langit, stasiun kereta, dan warna biru. Salah satu penulis Undangan Event Ubud Writers and Readers Festival 2011 di Ubud, Bali. Dapat dihubungi via Email FB/YM : Nessa_kartika@yahoo.com.

Wednesday, December 8, 2010

[CERPEN] WHERE THE MOUNTAIN MEETS THE MOON

WHERE THE MOUNTAIN MEETS THE MOON

by Nessa MetaKartika on Friday, December 10, 2010 at 8:13pm
Terkisah setiap hari Matahari pulang ke peraduannya setelah lelah memberi sinar pada kehidupan. Istrinya, Sang rembulan pelan-pelan akan menggantikan singasananya.

Ikan-ikan mas koki yang hidup di danau biasanya akan beranjak dari tempat mereka bermain. Mereka takut akan bayang-bayang malam yang membuat danau tak lagi memantulkan warna-warna kesayangan mereka. Karena warna-warna itu akan digantikan oleh merah saga memantul dari cakrawala. Mereka akan bersembunyi di balik teratai-teratai yang mengambang. Mencoba tak menimbulkan riak di permukaan air danau.

"Tirai malam segera turun ke layar langit. Pergilah tidur." Kata Sang Teratai.

Salah satu Ikan mas Koki, yang paling pemberani, menyahut. "Kami ikan-ikan adalah makhluk yang diciptakan Tuhan tak pernah tidur."

"Lalu mengapa kalian bersembunyi?" Tanya sang Teratai yang baru mekar pagi ini. Malam ini adalah yang pertama untuknya menghirup udara malam.

"Kami tak ingin mengusik Sang Naga." Kata Ikan Mas Koki lirih."Akhir-akhir ini Naga selalu muncul ke permukaan di waktu malam."

Namun Teratai tak pernah melihat Sang Naga karena teratai selalu menguncup di waktu malam. Kelopaknya terlindungi dedaunan yang meninabobokannya sepanjang malam.

Naga ini sedang bertapa agar dijadikan manusia oleh Tuhan. Berabad-abad Naga berusaha meyakinkan Tuhan bahwa ia telah mengumpulkan beribu kebajikan dan telah meninggalkan semua nafsu kebinatangannya. Namun Tuhan masih belum mengizinkan. Suatu malam Naga beranjak ke permukaan. Saat itulah ia melihat kecantikan Bulan.

Naga langsung jatuh cinta pada Rembulan. Itulah yang menyebabkannya keluar dari danau setiap malam. Naga merangkak mendekat dan makin mendekat pada Bulan. Namun Rembulan tak pernah melihatnya. Hingga Naga menemukan sebuah gunung yang selalu menjadi singasana sang Bulan. Gunung Nirbuah. Naga mendaki gunung Nirbuah ini hingga akhirnya Bulan menyadari keberadaannya.

Lalu, Seperti biasa Naga akan bangkit dari tapa siang harinya di dasar danau. Seiring malam pelan ia akan merangkak mendaki Gunung Nirbuah dan memandangi Bulan di langit.

Rembulan menyukainya. Rembulan yang selalu cantik ini mencintai kegagahan sang Naga. Sisiknya yang hijau berkilauan sewarna ratna mutu manikam. Sosoknya yang selalu kekar melingkari Gunung Nirbuah dengan berwibawa menakutkan makhluk apapun. Itulah sebabnya malam selalu sunyi. Tak ada suara makhluk lain. Selalu hanya Rembulan dan Sang Naga. Namun tak disadari oleh Naga bahwa ketakutan makhluk lain akan Naga membuat Bulan ketakutan juga. Hingga Rembulan tak pernah menghiraukan Naga yang selalu memandanginya, memuja.

Kesenyapan malam membuat Sang Rembulan lama kelamaan bosan.
Suatu fajar, Rembulan tersenyum pada Sang Naga.

Sang Naga menerima senyuman Bulan berdebar hatinya. Sang Naga memberanikan diri menyapa. "Selamat pagi, Bulan..."

"Selamat pagi, Hai engkau Naga gagah perkasa..." Jawab Rembulan syahdu.

Naga merasa berbunga-bunga. "Rembulan.. oh Rembulan... Jutaan hari aku selalu mengamatimu. Menanti kehadiramu dan menemanimu sepanjang malam. Siang demi siang adalah siksaan..."

Rembulan tersenyum lelah. "Naga.. oh Naga. Maafkan aku... Aku telah berpijar sepanjang malam. Kini aku kelelahan. Suamiku Matahari akan menggantikan kehadiranku sebentar lagi. Aku tak ingin membuatnya terlambat. Umat manusia membutuhkan pancaran sinarnya... Selamat pagi, Naga... Selamat tinggal..." Sang bulan pun berangsur turun dari langit, digantikan sang Surya.

Naga tak menyukai Surya, karena sinarnya membuatnya terbakar. Kecewa, Sang naga pun menuruni gunung Nirbuah kembali ke pertapaannya di dasar danau. Ikan-ikan Mas Koki mulai berloncatan dengan gembira. Menjadi hiburan berwarna pada manusia yang menggunakan air danau untuk kehidupan mereka. Mereka bisa bermain-main lagi. Teratai yang kembali mekar, tetap tak tahu apa-apa.

Malam-malam berikutnya sama. Dan kali ini Rembulan selalu berusaha meluangkan waktu lebih lama di langit untuk dapat berbincang dengan sang Naga.  Hal ini membuat Sang Matahari selalu terlambat. Muncullah rasa kesal dan cemburu di hati Matahari. Ia pun selalu mengejar keberadaan bulan untuk melihat apa yang bulan lakukan setiap sepertiga akhir malam. Namun Matahari selalu tak berhasil. Hingga suatu hari gerhana, Matahari mendapati Istrinya berbincang dengan Sang Naga.

Matahari murka. Ia berusaha mengejar Rembulan. Namun istrinya telah terlebih dahulu lari. Meninggalkan Sang Naga yang masih berada di puncak Gunung Nirbuah. "Hai Naga... Mengapa engkau mengganggu istriku?" Geram sang Surya.

Naga menundukkan kepala, Ia menyadari kesalahannya. "Maafkan aku hai Matahari... Aku tak bermaksud mengganggu istrimu. Sang Rembulan." Kata Naga patah-patah. "Aku hanya mengaguminya dan ingin menemaninya."

"Benarkah??" Tanya sang surya lagi masih tidak percaya.

"Ya. Aku, Naga adalah makhluk yang tak pernah berdusta." Kata Naga. "Berabad-abad aku mengumpulkan kebajikan agar Tuhan mengubahku menjadi manusia."

Matahari hanya diam. Ia melihat beberapa bagian sisik naga mulai hangus terbakar. Namun Naga masih bertahan. Matahari dapat membaca ketulusan Naga yang tak bergeming dari sengatan Matahari meski kesakitan. Demi untuk menjelaskan keadaan sebenarnya antara dirinya dengan Sang Rembulan. Naga bahkan sampai mengeluarkan api dari mulutnya saat berbicara karena panasnya pijar Matahari mempengaruhi seluruh raganya.

Namun untuk tak mempercayai Naga, Sang Matahari tak berani, karena itu artinya ia harus bertanya pada Tuhan.

Matahari pun melepaskan Sang Naga yang langsung pulang ke pertapaannya. Nagapun berusaha melupakan cintanya pada Sang Rembulan. Ia menyadari Bulan dan Matahari diciptakan dengan satu tujuan. Menjaga keseimbangan alam. Sejak itu pulalah Naga selalu mengeluarkan api dari mulutnya.

Pengorbanan Sang Naga itulah yang membuat Tuhan akhirnya bersedia merubahnya menjadi manusia. Ia menjelma menjadi seorang lelaki tua bijak bestari yang mengabdikan dirinya untuk kebajikan. Untuk mengabadikan cintanya pada sang Bulan. Jelmaan sang Naga menamai dirinya Kakek Rembulan.


No comments:

Post a Comment