Ramadan mubarak. Bulan Puasa, bulan penuh barokah. Bulan Suci yang hanya berkunjung satu tahun sekali, membawa rahmat yang tak akan bisa kita bayangkan. Kebahagiaan dan kejutan yang dilimpahkan oleh Allah, melebihi apa yang dapat kita bayangkan sepanjang tahun, sepanjang umur.
Ramadan kali ini adalah Ramadan yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Kejutan dan berkah Allah, dating satu persatu, mengejutkan… Mencekat seluruh nafasku dengan kebahagiaan tak terkira.
Subhanallah wa Alhamdulillah wa La ilaha ilallah… Allahu Akbar.
-oOo-
Susi, Sussiane Van Der Kraft.Sosok mistis tokoh utama novel Susuk Susi yang ditulis oleh tiga ‘sahabat’ kerenku : Mayoko Aiko, Putra Gara dan Reni Erina. Menjadi tokoh yang memberiku kesempatan keren mengikuti upacara bendera langsung bersama Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka.
Aku… bukan siapa-siapa. Hanya seorang buruh di negeri orang. Ketika cerpen hasil karyaku yang bertokoh Susi berhati baik berjudul “Kelereng Putih”. Sebuah cerpen bergenre misteri sesuai dengan yang disyaratkan oleh lomba Dua Sisi Susi, tidak lolos dalam audisi buku antologi itu dan kukirimkan ke VOI RRI (Voice of Indonesia - Siaran Luar Negeri Radio Republik Indonesia) dan meraih Juara ke dua. Aku sama sekali tak menyangka.
Awal Ramadan membuatku takjub oleh keajaiban. Bagaimana tidak, sebuah cerpen yang sudah tersingkir di 34 besar. Menjadi juara di ajang lain. Dan penyelenggara lomba ini adalah Lembaga Penyiaran Radio Republik Indonesia yang adalah sebuah lembaga Negara yang juga pernah menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Hadiah yang diberikan sangat luar biasa jauh dari bayanganku. Selama ini, aku menulis selain hanya sebuah kebiasaan untuk menyalurkan uneg-uneg, juga untuk mewadahi imajinasi yang kadang meluap-luap.
Ide cerpen Kelereng Putih ini sendiri tercipta karena ketidaksengajaan. Anak majikanku yang berumur dua tahun tengah malam mengikutiku terbangun ke kamar kecil dan mengagetkanku sampai terasa kering seluruh darahku. Aku penakut kronis. Ketika aku melihat sosok mungil berbaju putih memelototiku dalam kegelapan, aku nyaris histeris. Histeris itu berubah jadi tawa ketika aku sadar bahwa sosok mungil itu adalah anak majikanku.
Itulah yang kemudian kutulis dalam cerpen hoki itu. Sosok hantu kelereng berwarna putih dan berbaju putih yang memelototi Susi, si tokoh, dengan bola mata yang seluruhnya putih. Settingnya adalah Museum Singapura dan Old Changi Hospita, tempat terangker di Singapura.
Cerpen itu kemudian disiarkan oleh VOI RRI. Bedah cerpennya melewati tiga tahap : Pembacaan cerpen, pembedahan oleh kritisi (dalam hal ini adalah Bunda Pipiet Senja) dan hubungan langsung jarak jauh melalui telepon maupun Skype.
Ada hal lucu saat acara bedah cerpenku berlangsung. Saat itu aku terpaksa ngumpet ke kamar mandi untuk menerima telepon. Majikanku tak akan suka jika aku menerima telpon saat mereka ada di rumah. Karena ngumpet di kamar mandi itulah segala suara air terdengar berisik dan agak menganggu acara siaran.
Itulah sebabnya ketika “Kelereng Putih” dinobatkan sebagai juara, aku merasa seperti sedang bermimpi. Apalagi saat aku tahu hadiahnya : Pulang ke Indonesia untuk mengikuti upacara kemerdekaan RI ke 66 dan peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka.
Sejak pengumuman itu, aku berkali-kali bertanya apakah semua ini nyata? Namun ketika kemudian aku mulai berhubungan dengan panitia melalui telepon. Aku tahu ini nyata. Ketika kemudian tiket Garuda Indonesia yang akan mengantarku pulang kembali ke Indonesia tanggal 15 Agustus akhirnya ada dalam genggaman, aku merasa luar biasa, terharu dan bangga.
Saat itu, orang pertama yang aku beritahu tentang kemenanganku ini adalah Mas Mayoko. Salah satu orang yang secara tidak langsung mendorongku untuk menuliskan Susi-ku. Itu sebabnya, dialah yang harus tahu pertama kali bahwa Susi membawaku pulang. Kali ini bukan sebagai TKI yang akan tertahan di Terminal Khusus TKI Bandara Soekarno-Hatta, tak bisa keluar dari sarang hantu itu tanpa lolos dari pemalakan dan sebagainya.
TKI yang selama ini digembar-gemborkan sebagai Pahlawan Devisa Negara. Namun kenyataannya hanya menjadi ladang panen bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab begitu menginjak Tanah Air.
Kepulanganku dan Mbak Nadia Cahyani, TKI Hongkong juara pertama event ini, adalah sebagai Pahlawan Devisa dalam arti sesungguhnya, penulis cerpen terbaik Siaran Luar Negeri - VOI RRI. Dijemput langsung oleh BNP2TKI dan bermalam di Hotel berbintang lima yang membayangkan untuk menginjaknya saja tak pernah, Hotel Sultan Jakarta.
Rasa sebagai pahlawan dalam arti sesungguhnya, barulah kami rasakan. Kami, pulang mewakili sekian juta Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Kemudian kami diajak mengikuti sidang bersama DPR RI dan DPD RI yang dipimpin langsung oleh Presiden RI. Dalam kesempatan ini, wajah kami terpampang di stasiun-stasiun televisi yang menyiarkan jalannya sidang. Disaksikan oleh seluruh bangsa Indonesia dengan keterangan sebagai Tenaga Kerja Indonesia Teladan - Penulis yang mewakili Radio Republik Indonesia. Airmata menggenang dalam sesak haru dan bangga yang luar biasa.
Garuda Pancasila yang terpampang di hadapan kami menjadi saksi dan beban. Semangat dua orang TKI membangun negeri, terutama untuk kesejahteraan Buruh Migran Indonesia yang selama ini belum maksimal, baru dimulai. Perjuangan BMI untuk merasakan kemerdekaan dalam arti sesungguhnya masih sangat panjang.
Garuda kini di pundak kami. Apapun yang kami lakukan, tuliskan, katakan, bukan lagi atas nama kami sendiri. Namun atas nama seluruh Tenaga Kerja Indonesia – Buruh Migran Indonesia – Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Baik itu Hongkong, Singapura, Taiwan, Malaysia, Korea, Timur Tengah dan manapun juga di seluruh penjuru dunia.
Ketika Lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan, aku nyaris menangis histeris. Karena sebuah cerpen yang kutulis, aku pulang ke Indonesia dengan kehormatan seperti ini. Berada dalam atap gedung yang sama dengan Presiden mengikuti acara demi acara kenegaraan. Aku tak dapat melukiskan perasaanku saat itu dengan kata-kata.
Setelah sidang, kami bertemu ketua DPD RI Bapak Isman Gusman bersama kru VOI RRI. Lalu sorenya kami menghadiri acara penyerahan hadiah sekaligus buka puasa bersama anak yatim. Di sini kami menerima kejutan lagi. Yaitu hadiah yang kami terima dari RRI : Sebuah Ipad dan uang tunai 2 juta rupiah. Mbak Nadia mendapatkan sebuah notebook dan uang tunai 2,5 Juta rupiah. Belum lagi hadiah lain yang kami dapatkan dari sponsor : Garuda Indonesia, PKPU, Universitas Atmajaya, Hotel Sultan.
Ketika buka bersama berlangsung (disponsori oleh KFC), aku tak dapat lepas memeluk Bunda Pipiet Senja yang saat itu hadir bersama Butet Adzimatinur, putrinya. Beliaulah yang mendorongku untuk terus menulis, menulariku virus untuk terus berkarya dan menyuruhku menulis untuk VOI RRI.
Ucapan terima kasih saja rasanya tak cukup untuk mengungkapkan rasa hatiku pada beliau. Luar biasa.
Acara masih belum selesai. Esok harinya kami harus menuju Istana Negara untuk mengikuti Upacara Kemerdekaan.
Upacara bendera. Hal yang tak kami ikuti dengan sepenuh hati pada masa sekolah. Menjadi hal yang sangat kami rindukan selama tinggal di luar negeri. Majikanku susah diajak kompromi. Selama 4 tahun bekerja, aku tak pernah mendapatkan hari libur. Boro-boro ikut upacara di KBRI. Selain upacara hanya boleh dihadiri oleh yang mendapatkan undangan. Juga untuk keluar dari rumah majikan adalah hal yang paling tidak mungkin.
Untuk hadir pulang sebagai pemenang event RRI ini pun aku dan panitia harus bersabar merayu majikanku yang selalu punya alas an untuk marah-marah. Majikan nyaris tak mengijinkanku pulang karena menurut visa ku, aku harus bekerja sampai tanggal 17 Agustus. Sementara acara RRI ini akan dimulai dua hari lebih awal dari tanggal itu.
Betapa beratnya memperjuangkan kemerdekaan diri sendiri. Tak dapat kubayangkan beratnya beban para pahlawan Negara dan para veteran perang yang memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga ketika dentuman detik-detik Proklamasi membuncah, airmata menetes dengan sendirinya.
Rasa haru saat melihat bendera merah putih dikibarkan merajam. Meremas hati nurani kami yang selama ini tak dapat sepenuhnya menjadi Warga Negara Indonesia selama tinggal di negeri orang. Aku orang Indonesia. Upacara pengibaran bendera merah putih kali ini, untuk pertama kalinya dalam duapuluh delapan tahun hidupku, kulaksanakan sepenuh hati. Indonesia satu. Selamanya.
-oOo-
Hari terakhirku di Jakarta. Masih ada rasa takjub yang kami bawa seusai upacara di Istana Merdeka. Kali ini kami mendapat sambutan hangat dari BNP2TKI sebagai Pahlawan Devisa Penulis Cerpen Terbaik VOI RRI.
Di sana kami bertemu langsung dengan Kepala BNP2TKI untuk curhat. Sesuai amanah teman-teman kami menyampaikan uneg-uneg seluruh BMI sejagad tentang KTKLN, Hari libur dan juga perlindungan Hukum untuk seluruh Tenaga Kerja Indonesia.
Ada rasa lega ketika hal yang selama ini tak tahu harus kami sampaikan pada siapa akhirnya bisa langsung kami sampaikan pada yang berwenang. Kami hanya berharap suara dua orang TKI yang tak seberapa ini didengarkan oleh mereka. Karena suara kecil kami adalah wakil dari jutaan Buruh Migran Indonesia di seluruh dunia.
Ketika kemudian muncul kejutan lain yaitu hadiah deposito sebesar lima juta rupiah untuk aku dan Mbak Nadia, lututku serasa lemas. Alhamdulillah…
“Ramadan”… “Susi”… dua kata itu terus berputar di otakku. Masih gemetar rasanya saat menerima hadiah yang kurasa terlalu besar untuk hanya sebuah cerpen. Ramadan mubarak, Ramadan penuh berkah.
Sedangkan untuk predikat pahlawan devisa, aku yang tadinya masih tak sepenuhnya merasa mampu menyandangnya, kini merasakan penuh efeknya. Untukku, untuk karir menulisku, untuk masa depan seluruh TKI sejagad.
AKU INGIN TERUS MENULIS.
Aku sudah merasakan sendiri betapa dengan menulis aku dapat merubah nasib, nasibku sendiri juga nasib orang lain. Luar biasa. Semua berkat keluarga, kawan, sahabat-sahabatku yang luar biasa dan semua sahabat yang setia membaca karyaku… mendukungku hingga aku berada di tempatku sekarang.
Terima kasih, Sahabat. Kalian kereeen…
Susi, kamu keren!
-oOo-
Wonosobo. After Sahur, 26 Agustus 2011
Dirgahayu Tanah Airku : INDONESIA
Selamat, Mbak! Ikut bangga! ^_^
ReplyDeletecongrat.. :) pengen deh punya buku ini. ^^
ReplyDelete@alvi, aku belum bikin resensinya...
ReplyDeletechilfia, cari aja di Gramedia :)
ReplyDeleteMba Nessaaaaaaaaaaa, aku pengen baca cerpen yang menang ituuuuu :D
ReplyDeletehehehe... udah milik panitia... main ke rumahku, aku tunjukin bukunya
ReplyDelete