Pak Presiden ternyata mirip ama Pakdhe-ku
(Laporan pandangan mata paling gaje ala Nessa)
Tepat pukul 9 WIB, Pak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia datang dan langsung menuju tempat yang telah disiapkan yaitu di depan ruang sidang. Selain beliau, hadir juga di sisi kanan bawah tempatku duduk ada Bapak BJ.Habibie, Bapak Tri Sutrisno, Bapak Jusuf Kalla dan Bapak Ginanjar Kartasasmita.
Siapa sih yang tak mengenal nama-nama itu?
Sejak jaman Kabinet Indonesia jarang ganti-ganti sampai sekarang selalu gonta ganti, aku tetap saja mengingat nama tokoh-tokoh itu sejak pelajaran SD.
Pak Presiden sama persis dengan yang kulihat di TV. Yang agak membuatku tersetrum saat melihatnya secara langsung adalah karena beliau sangat mirip dengan Pakdhe-ku.
Pakdhe-ku, kakak kandung ibu, adalah sosok laki-laki gagah, tampan dan sangat berwibawa. Seperti halnya SBY, Pakdhe juga TNI. Sebagai punawirawan TNI dan mantan lurah, Pakdhe sangat dihormati. Namun ada yang tak dapat dilawan oleh Pakdhe : Usia.
Semakin tua, Pakdhe semakin down oleh penyakit. Hingga suatu saat stroke menghajarnya. Pakdhe bahkan mengakui bahwa ia berperang dengan penyakit lebih berat daripada saat berperang di Medan Perang. Namun pakdhe bertahan.
Salah satu cerita tentang kepahlawanan Pakdhe melawan penyakitnya membuat kami sekeluarga terkagum-kagum. Setelah purna tugas dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Pakdhe hanya bertani dan saat itu didaulat untuk memimpin Desa kami sebagai lurah. Beliau mempunyai sawah garapan dan kolam ikan di balik bukit.
Bukit itu terletak di belakang perkampungan. Jika mau menuju ke kolam dan sawah maka harus mendaki lalu menuruni bukit kecil itu. Setiap hari Pakdhe sering ke sana.
Suatu hari stroke itu tiba-tiba menyerang Pakdhe. Dalam keadaan hujan lebat, Pakdhe memaksakan dirinya merangkak mendaki bukit mencari bantuan. Sejengkal demi sejengkal beliau merayapi tanah dengan sisa kekuatan yang dimiliki separuh tubuhnya yang masih berfungsi. Stroke ini tidak memungkinkan Pakdhe untuk berbicara normal sehingga Pakdhe tak bisa berteriak minta tolong untuk mencari bantuan
Dalam keadaan serangan stroke ini, tanpa bantuan siapapun, tanpa dapat bersuara, Pakdhe tetap mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mendaki bukit hingga akhirnya seorang warga desa yang kebetulan lewat melihat Pakdhe. Pakdhe akhirnya berhasil mendapat pertolongan tepat pada waktunya hingga nyawanya pun masih bisa diselamatkan.
Subhanallah...
Aku sangat menyayangi Pakdhe, beliau adalah pakdhe favoritku sejak kecil. Bahkan beliau pulalah yang menikahkan aku saat aku dewasa.
Saat mendengar pidato sidang paripurna Pak SBY, pikiranku melayang pada pakdhe. Pakdhe sakit karena usia. Syukurlah ada pendapatan lain yang membantu kehidupan Pakdhe. dari hasil bertani, beternak ikan, bahkan Budhe yang telaten menjual makanan ringan dan bahkan es mambo ke warung-warung.
Pikiranku melayang pada pada veteran perang dan purnawirawan lain yang diabaikan oleh negara. Mereka berjuang demi keutuhan NKRI. Berjuang hingga tetes darah penghabisan demi negara pada jaman penjajahan dahulu, hingga akhirnya tercapailah Kemerdekaan. Bahkan banyak yang hingga harus merelakan kehilangan anggota tubuh mereka akibat keganasan perang.
Apa yang mereka dapat? Sesuaikah dengan perjuangan keras mereka? Apakah sudah layak apa yang diberikan oleh negara pada mereka untuk menghidupi mereka hingga akhir hayat? Apakah Indonesia yang sekarang sudah sesuai dengan Indonesia yang mereka inginkan pada awal kemerdekaan?
Apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka?
Aku tidak yakin inilah Indonesia yang diinginkan oleh seluruh para pejuang kemerdekaan RI. Bukan pula yang diinginkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Indonesia sekarang adalah potret nyata dunia gila.
Pengangguran dan korupsi merajalela, Pendidikan yang tak terjangkau, Kesejahteraan rakyat yang terabaikan, Kehidupan sosial yang carut marut dan bahkan Warga Negara Indonesia yang di Luar Negeri tak mampu lagi merasa aman untuk pulang.
Ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan, rasa haru membvutku menangis. Aku Orang Indonesia.
Selama ini, aku mencari nafkah di luar negeri, namun aku selamanya tetaplah orang Indonesia. Sudah sekian lama aku tak mendengar lagu ini. Dan kini, sebagai perwakilan seluruh BMI di luar negeri, aku mendengarnya langsung di bawah atap yang sama dengan tempat Presiden RI berada. Aku merasakan efek yang luar biasa pada rasa nasionalisme-ku.
Terbayang kembali perjuangan para pejuang proklamasi, para pahlawan nasional yang tercatat maupun yang tak tercatat. Teringat lagi akan kondisi Indonesia yang memprihatinkan yang membuat Pidato Presiden terdengar basi di telingaku.
Teringat pula akan para perusak negara. Korupsi yang membuat pancasila seolah tiada lagi berfungsi sebagai falsafah negara, Alay yang merusak bahasa persatuan Bahasa Indonesia. dan kesejahteraan rakyat yang tak merata yang membuat sekian juta WNI memilih untuk terbang menjadi TKI/BMI.
Apakah ini Indonesia yang sebenarnya diimpikan oleh para petinggi negara saat proklamasi diumumkan? Sekali lagi aku tidak yakin.
Pada akhir acara kami tidak bertemu dengan presiden, namun kami harus menuju ke Gedung DPD RI untuk bertemu ketua DPD RI Bapak Irman Gusman. Di sana kami dijamu oleh beliau langsung mewakili teladan dari RRI bersama teladan dari Kids Zona, Lampung Post dan Parlemen Remaja.
Sungguh pengalaman yang luar biasa mengingat latar belakang aku dan Mbak Nadia hanyalah BMI Hongkong dan BMI Singapore.
-oOo-
Gedung MPR/DPR RI,
16 Agustus 2011
No comments:
Post a Comment