Kruuucccuk....
Bunyi juga perutku karena mulai lapar. Jam di Kompi menunjukkan pukul 6.30. Niatku membeli makan di kedai Melayu pasar Teck Whye. Namun seperti bulan lainnya, setiap Senin-Rabu aku punya jadwal kelas yang tak mungkin kutinggalkan dari jam 4-6. Entah mengapa hari ini kelas molor. Hingga jam setengah tujuh masih belum menunjukkan akan bubar.
Mungkin karena seluruh pesertanya pikir sekalian mau ngabuburit. Daripada waktu dihabiskan untuk hal yang tak karuan, mereka memilih untuk tetap meneruskan kelas. Akhirnya aku cuma bisa berdoa supaya ada yang bisa kubeli nanti, karena nenek majikan selalu mencampur babi saat memasak apapun. Biasanya aku diam saja dan juga diam-diam masak magi mi, namun di hari pertama puasa dan hari pertama bulan Agustus... Artinya, habis gajian. Aku ingin makan enak.
Ketika kelas akhirnya diumumkan bubar tepat pukul 6.45. Aku segera menyambar kunci rumah, memberitahu pada nenek kalau aku mau pergi beli nasi dan keluar.
Jalanan sepi, membuat aku berjalan sradak-sruduk tak ada yang peduli. Dalam bayanganku hanya secepat mungkin tiba di kedai Melayu. Kuterobos orang-orang yang memadati kopitiam untuk makan malam. Aku menuju kedai melayu di kopitiam ketiga di pasar Teck Whye. Hanya disitu ada kedai Melayu.
Namun alangkah kecewanya aku saat melihat warung sudah ditutup.
"Ke mana, Nduk?" Tanya Siti temanku kompleks sebelah yang sedang mengantri Wantan Mee untuk makan malam majikannya.
"Beli Nasi Padang..."
"Udah tutup jam 6."
Aku mengangguk kecewa, "iya aku tau," jawabku lemas.
Tanpa berkata apa-apa lagi aku meninggalkan Kopitiam itu. Lalu membeli Fried Chicken Wing Rice seharga $3.20 dari kedai Western food. Menyesali pilihan menu berbukaku dalam hati karena bukan makanan yang kuinginkan.
Setiba di rumah tepat pukul tujuh, kumandikan baby majikanku, lalu aku sendiri mandi. Setelah siap aku pun menyuapi baby sambil aku sendiri mulai berbuka puasa.
Sebuah tanda merah notifikasi di facebook--komputer dan facebookku terbiasa on sepanjang siang sampai majikanku pulang--membuatku tergerak untuk membukanya.
Salah satu notifikasi terbaca Komunitas Sastra C***** tagged photos of you. Dengan cekatan ku-klik hingga terbuka. Lalu terpampanglah foto temanku, seorang pemulung yang juga penulis. Foto-fotonya di tempat pengumpulan rongsok, tempat tidurnya yang hanya sebuah kamar sempit 2x3 meter... dan segala hal tentang dia. Dan tertulis keterangan bahwa dia baru saja terpilih sebagai Pembaca Teladan Perpustakaan Daerah Cianjur. Airmataku jatuh menitik...
Bukan karena aku tak suka, namun karena aku sungguh tak tahu diuntung. Aku tidak berani bertanya Imut--teman pemulungku yang penulis, bukan nama sebenarnya-- makan apa. Sungguh aku tak tega. Pikiranku melayang ke seluruh muslim yang kurang beruntung dan tiba-tiba aku merasa kacau balau.
Suatu rasa syukur yang menyesakkan dadaku. Ya Allah... alhamdulillah masih kau beri aku segala nikmat yang sempurna. Aku tak akan mengeluh lagi. Tunjukkanlah aku jalan yang lurus, Ya Allah.
Bunyi juga perutku karena mulai lapar. Jam di Kompi menunjukkan pukul 6.30. Niatku membeli makan di kedai Melayu pasar Teck Whye. Namun seperti bulan lainnya, setiap Senin-Rabu aku punya jadwal kelas yang tak mungkin kutinggalkan dari jam 4-6. Entah mengapa hari ini kelas molor. Hingga jam setengah tujuh masih belum menunjukkan akan bubar.
Mungkin karena seluruh pesertanya pikir sekalian mau ngabuburit. Daripada waktu dihabiskan untuk hal yang tak karuan, mereka memilih untuk tetap meneruskan kelas. Akhirnya aku cuma bisa berdoa supaya ada yang bisa kubeli nanti, karena nenek majikan selalu mencampur babi saat memasak apapun. Biasanya aku diam saja dan juga diam-diam masak magi mi, namun di hari pertama puasa dan hari pertama bulan Agustus... Artinya, habis gajian. Aku ingin makan enak.
Ketika kelas akhirnya diumumkan bubar tepat pukul 6.45. Aku segera menyambar kunci rumah, memberitahu pada nenek kalau aku mau pergi beli nasi dan keluar.
Jalanan sepi, membuat aku berjalan sradak-sruduk tak ada yang peduli. Dalam bayanganku hanya secepat mungkin tiba di kedai Melayu. Kuterobos orang-orang yang memadati kopitiam untuk makan malam. Aku menuju kedai melayu di kopitiam ketiga di pasar Teck Whye. Hanya disitu ada kedai Melayu.
Namun alangkah kecewanya aku saat melihat warung sudah ditutup.
"Ke mana, Nduk?" Tanya Siti temanku kompleks sebelah yang sedang mengantri Wantan Mee untuk makan malam majikannya.
"Beli Nasi Padang..."
"Udah tutup jam 6."
Aku mengangguk kecewa, "iya aku tau," jawabku lemas.
Tanpa berkata apa-apa lagi aku meninggalkan Kopitiam itu. Lalu membeli Fried Chicken Wing Rice seharga $3.20 dari kedai Western food. Menyesali pilihan menu berbukaku dalam hati karena bukan makanan yang kuinginkan.
Setiba di rumah tepat pukul tujuh, kumandikan baby majikanku, lalu aku sendiri mandi. Setelah siap aku pun menyuapi baby sambil aku sendiri mulai berbuka puasa.
Sebuah tanda merah notifikasi di facebook--komputer dan facebookku terbiasa on sepanjang siang sampai majikanku pulang--membuatku tergerak untuk membukanya.
Salah satu notifikasi terbaca Komunitas Sastra C***** tagged photos of you. Dengan cekatan ku-klik hingga terbuka. Lalu terpampanglah foto temanku, seorang pemulung yang juga penulis. Foto-fotonya di tempat pengumpulan rongsok, tempat tidurnya yang hanya sebuah kamar sempit 2x3 meter... dan segala hal tentang dia. Dan tertulis keterangan bahwa dia baru saja terpilih sebagai Pembaca Teladan Perpustakaan Daerah Cianjur. Airmataku jatuh menitik...
Bukan karena aku tak suka, namun karena aku sungguh tak tahu diuntung. Aku tidak berani bertanya Imut--teman pemulungku yang penulis, bukan nama sebenarnya-- makan apa. Sungguh aku tak tega. Pikiranku melayang ke seluruh muslim yang kurang beruntung dan tiba-tiba aku merasa kacau balau.
Suatu rasa syukur yang menyesakkan dadaku. Ya Allah... alhamdulillah masih kau beri aku segala nikmat yang sempurna. Aku tak akan mengeluh lagi. Tunjukkanlah aku jalan yang lurus, Ya Allah.
-oOo-
No comments:
Post a Comment